Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Perairan Indonesia Terancam Jadi Somalia Kedua
Oleh : Redaksi
Kamis | 28-04-2016 | 09:20 WIB
kapal-tni_angkatan_laut_getty.jpg Honda-Batam

Kehadiran kapal-kapal TNI AL di daerah-daerah rawan diyakini bisa menggetarkan para perompak. (Foto: Getty)

 

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Mencemaskan perairan sekitar perbatasan Filipina Indonesia dan Malaysia bisa jadi surga bagi para perompak, Indonesia akan mengundang panglima militer kedua negara untuk melakukan patroli bersama.

 

Untuk itu, Presiden Joko Widodo tanggal 6 Mei mendatang akan mengundang Panglima Militer dan Menteri Luar Negeri Filipina dan Malaysia, membicarakan hal itu.

Juru bicara Angkatan Laut, Kolonel Edi Sucipto mengatakan, langkah ini akan melengkapi patroli bersama yang sejauh ini sudah berlangsung secara bilateral antara Indonesia dengan Malaysia, khususnya di Selat Malaka, dan Indonesia-Filipina.

"Yang khusus kali ini, kerja sama akan berlangsung trilateral. Tiga negara itu akan duduk bersama membicarakan lebih jauh. Mungkin bentuknya patroli terkoordinasi, bisa juga lebih dari itu," kata Edi Sucipto.

Ditanya lebih jauh kemungkinan lebih dari sekadar patroli, Edi Sucito memberi contoh. "Bisa saja bentuknya misalnya ketika pasukan Indonesia dalam suatu patroli perbatasan, memergoki kejahatan tak jauh dari perbatasan, lalu Indonesia melakukan hot pursuit (melintasi perbatasan). Asal ada kesepakatan antara negara-negara yang bersebelahan itu," kata Edi.

Ia mewanti-wanti, yang paling utama adalah Indonesia, Filipina dan Malaysia adalah negara-negara yang berdaulat.

Sebanyak 14 pelaut Indonesia sampai saat ini masih disekap oleh Kelompok Abu Syayaf, Filipina, dan Presiden Jokowi sudah menegaskan pemerintah tidak akan membayar uang tebusan hampir Rp15 miliar untuk membebaskan mereka walau pemilik kapal sudah menyiapkan uang tebusan.

Sebelumnya, Menkopolhukkam Luhut Panjaitan menyebut, perairan sekitar Filipina bisa menjadi semacam Somalia kedua, jika pembajakan-pembajakan tidak ditumpas.

Dan patroli bersama ini diharapkan bisa lebih efektif karena selama ini kerja sama angkatan laut yang berlangsung sifatnya bilateral, antara RI-Malaysia dan RI-Filipina, juga sudah berlangsung dengan baik.

Jubir TNI AL Kolonel Edi Sucipto menyebut patroli terkoordinasi diharapkan bisa menciptakan efek gentar sehingga perompakan dan penyanderaan seperti yang terjadi pada pelaut Indonesia oleh kelompok Abu Sayyaf, bisa ditekan.

Menurut Ketua Forum Masyarakat Maritim Indonesia, Syahwin Hamid, bagi para pelaut, kawasan perairan Filipina dan Selat Malaka memang tergolong rawan sedang perairan Indonesia tergolong aman. "Begitu banyak kapal berlayar di indonesia, tak ada keluhan, kan," kata Syawin.

Yang dianggap cukup rawan, katanya adalah perairan Selat Malaka, dan sekitar perairan Filipina. Selama ini sudah ada patroli bersama Angkatan Laut Indonesia bersama Malaysia dan Filipina, namun sifatnya bilateral.

Namun data Biro Maritim Indnternasional, justru mencatat angka perompakan tertinggi di perairan Indonesia dengan 108 kasus selama tahun lalu.

"Harus didalami lagi. Apa saja yang masuk dalam daftar 108 peristiwa itu. Bisa saja, kejadian kecil, dicatat, digolongkan sebagai kejahatan yang mengancam. Jadinya meresahkan para penguna laut, dan perairan Indonesia dianggap rawan. Padahal tidak begitu," tandas Edi Sucipto.

Syahwin Hamid yang juga tokoh asosiasi nakhoda kapal niaga Indonesia meminta pemerintah Indonesia mengupayakan keselamatan para pelaut yang disandera.

Laporan menyebutkan para pelaut itu dalam keadaan sehat dan lokasi penyekapan sudah dikepung militer Filipina. (Sumber: BBC Indonesia)

Editor: Dardani