Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Diduga Tak Bayar Pajak, Ditjen Pajak Diminta Cek Pajak Bioskop XXI
Oleh : Irawan
Kamis | 28-04-2016 | 08:10 WIB
Diskusi film PKB.jpg Honda-Batam

Diskusi tentang Perfilman dengan tema Menggerakkan Potensi Ekonomi Kreatif Bidang Perfilman yang diselenggarakan Fraksi PKB DPR RI

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak Departemen Keuangan perlu mengecek pajak bioskop ternama seperti XXI karena diduga belum membayar pajak sebagaimana harusnya. Ada dugaan bioskop ritel tersebut melakukan manipulasi pajak sehingga pajaknya tidak terbayarkan.

"Saya tidak bilang XXI tidak membayar pajak. Tolong cek pajaknya, apakah tidak bermasalah," kata Roy Marten dalam diskusi yang digelar Fraksi PKB DPR RI dengan tema Menggerakkan Potensi Ekonomi Kreatif Bidang Perfilman bersama Ketua Umum Parfi, Gatot Brajamusti, Krisna Mukti, dan Oki Agustina, Rabu (27/4/2016) petang.

Roy yang juga aktor layar lebar itu prihatin dengan dunia perfilman Indonesia yang tidak mendapat tempat di bioskop utama di berbagai kota besar Indonesia. Padahal, kalau diputar di kampung masih banyak yang menonton.

"Jadi, pemerintah jangan hanya mengambil pajaknya saja. Tetapi pemerintah juga harus membantu membangun infrastruktur untuk membangkitkan film Indonesia," kata Roy.

Mengapa film yang ditayangkan di Indonesia saat ini banyak bernuansa India, China dan Amerika, menurut Roy, karena penulis, sutradara dan pemodalnya adalah mereka. Akibatnya Indonesia tidak bisa berbuat banyak untuk negeri sendiri. Artis Indonesia hanya menjadi pemain.

"Maka, wajar kalau mereka membuat film dengan budaya Indonesia tapi tidak terasa Indonesia, karena mereka memang bukan warga Indonesia," katanya.

Dengan demikian, film Indonesia belum bertemu dengan budayanya dan itu yang menjadi problemnya.
"Bangsa Indoensia masih senang ikut-ikutan India, Korea, Amerika dan asing yang lain. Tidak membuat film yang ditulis, disutradarai, dimodali dan dibintangi warga Indonesia yang memahami kearifan lokal," katanya.

Saat ini memang Indonesia kekurangan penulis cerita yang baik dan menarik. Padahal, dulu film Indonesia digandrungi masyarakat karena diangkat dari novel yang ditulis anak bangsa.
"Wajar kalau novel itu diangkat ke film, filmnya sangat diminati masyarakat," katanya.

Roy mengaku tidak takut dengan liberalisasi film. Boleh artis, aktor, pemodal asing berbondong-bondong untuk investasi film di Indonesia. Namun, atas kekuatan modal jangan sampai mereka melarang film kita masuk ke bioskop-bioskop di Indonesia.

"Jangan sampai film kita kalah dengan uang. Film Indonesia memiliki pasarsendiri. Terbukti di kampung-kampung film Indonesia masih diminati masarakat," jelas Roy.

Ketua Fraksi PKB DPR RI, Ida Fauziyah prihatin terhadap film Indonesia yang belum menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Dengan regulasi perfilaman ini diharapkan, film Indonesia dengan budaya dan kearifan lokal bangkit dan akan menjadi inspirasi insan film untuk menjadi tuan rumah.

"Sehingga jati diri bangsa Indonesia kembali. Film Indonesia harus menjadi tuan rumah di negeri sendiri," demikian Ida Fauziyah.

Editor: Surya