Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Masukan RDP Senator Muhammad Nabil di Batam

Peran dan Fungsi MPR RI Minta Dikembalikan sebelum Ada Amandemen
Oleh : Irawan
Rabu | 27-04-2016 | 12:35 WIB
Hidayatullah_9.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Anggota MPR/DPD RI Muhammad Nabil asal Provinsi Kepulauan Riau saat menggelar Rapat Dengar Pendapat Rapat tentang Penguatan dan Peranan, serta Produk Hukum oleh MPR RI yang dihadiri 100 mahasiswa STIA Hidayatullah Kota Batam pada 22 Pebruari 2016 lalu

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Peran dan fungsi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI diharapkan dikembalikan sebelum adanya amandemen UUD 1945, karena kedudukan MPR saat ini bukan sebagai lembaga tertinggi negara, melainkan sejajar dengan lembaga tinggi negara lainnya.

Akibatnya, MPR sekarang seperti tidak memiliki kewenangan atau semakin diperlemah dan tidak ada pekerjaan, sehingga ketika ada masalah sengketa antara lembaga negara juga tidak bisa diselesaikan oleh MPR.

"Mengapa fungsi dan peranan MPR RI tidak di kembalikan saja seperti ketika sebelum terjadinya Amandement UUD 45? kata Miftahul Jannah, mahasiswa STIA Hidayatullah Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) saat menjadi peserta diskusi Rapat Dengar Pendapat tentang Penguatan dan Peranan, serta Produk Hukum oleh MPR RI yang diselenggarakan oleh Anggota MPR/DPD RI Muhammad Nabil dari Provinsi Kepri di Batam pada 22 Pebruari 2016 lalu.

Menanggapai hal itu, Anggota MPR/DPD RI Muhammad Nabil dihadapan 100 mahasiswa STIA Hidayatullah Kota Batam mengatakan, MPR telah melakukan perubahan UUD 1945 selama empat kali sejak 1999-2002. Perubahan UUD 1945 tersebut merupakan pengalaman historis bersifat monumental bagi bangsa dan negara Indonesia untuk menyempurnakan aturan dasar yang fundamental bagi kehidupan masa depan bangsa dan negara Indonesia.

"Dengan perubahan itu, UUD 1945 disempurnakan menjadi makin sesuai dengan tuntutan perkembangan kebutuhan bangsa Indonesia dan peradaban umat manusia. Perubahan Konstitusi itu diharapkan menjangkau jauh ke masa depan Indonesia, sehingga memiliki daya tahan yang kuat ke masa depan," kata Nabil.

Menurut Nabil, perubahan UUD 1945 tersebut dimaksudkan agar cita-cita negara sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD 1945 oleh para pendahulu dapat diteruskan oleh generasi penerus.

Selain itu juga perubahan UUD 1945 tersebut dimaksudkan untuk menyempurnakan UUD 1945 agar sesuai dengan antara lain perkembangan paham demokrasi dan Hak Asasi Manusia, tegaknya supremasi hukum, dikembangkannya ekonomi daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dan terwujudnya Negara kesejahteraan pada era modern ini yang di Ridhoi Allah SWT.

"Perubahan UUD 1945 diharapkan dapat menjangkau jauh ke masa depan bangsa agar tidak mudah usang atau lapuk di makan zaman (verourded)," katanya.

Anggota Komite I DPD RI ini mengakui, amandemen UUD 1945 telah berdampak kepada tereduksinya kewenangan MPR antara lain, tidak lagi mengangkat Presiden dan/atau Wakil Presiden. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden kini sudah diserahkan oleh rakyat secara langsung melalui pemilihan umum (Pasal 6A ayat (1) UUD 1945).

Lalu, hilangnya kewenangan MPR untuk memilih dan mengangkat Presiden inilah yang menyebabkan salah satu kedudukan MPR sekarang bukan merupakan lembaga tertinggi negara lagi.

"Dengan dipangkasnya kewenangan MPR secara signifikan, maka sisa-sisa kewenangan MPR, antara lain, tinggal melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden setelah dipilih oleh rakyat secara langsung melalui pemilihan umum," jelasnya.

Sedangkan, kewenangan MPR untuk merubah UUD 1945 dan memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden setelah Mahkamah Konstitusi memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela: dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, hanya bersifat insidentil belaka, (Pasal 7A Jo. Pasal 7B UUD 1945).

Secara periodik, MPR pasca amandemen UUD 1945 juga praktis hanya menjalankan tugas rutinitas lima tahunan sekali yaitu, melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.

"Tugas seremonial kenegaraan ini membutuhkan waktu tidak kurang tidak lebih hanya satu setengah jam saja," katanya.

Namun demikian, meskipun secara kelembagaan kewenangan MPR sudah melemah bukan sebagai lembaga tertinggi negara lagi, ada satu hal yang menarik dari lembaga MPR ini. Yakni keberadaannya dalam praktek masih tetap sebagai lembaga tertinggi negara.

"Hal itu dapat dilihat kewenangan MPR dapat merubah dan menetapkan UUD 1945 yang didalamnya dapat menghadirkan atau membubarkan lembaga-lembaga Negara yang dipandang tidak memiliki asas kemanfaatan," kata Senator asal Provinsi Kepri ini.

Saat ini kedudukan MPR pasca amandemen UUD 1945 berubah menjadi lembaga negara yang memiliki kedudukan sederajat dengan lembaga-lembaga negara lain (Undang-Undang No. 17  Tahun 2014, tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3).     

Perubahan UUD 1945 telah mengakibatkan pergeseran sistem ketatanegaraan dan bekerjanya mekanisme check and balances secara optimal antarcabang kekuasaan negara dengan prinsip saling mengimbangi dan saling mengontrol.

"Bahan tayangan materi sosialisasi putusan MPR telah memetakan dengan lengkap tugas dan wewenang MPR pasca amandemen UUD 1945 yaitu: a. Mengubah dan menetapkan UUD; b. Melantik Presiden dan Wakil Presiden; c. Memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD 1945; d. Melantik Wapres menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya; e. Memilih dan melantik Wakil Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wapres; f. Memilih dan melantik Presiden dan Wapres apabila keduanya berhenti secara bersamaan," paparnya.

Selain itu, Nabil menambahkan, paska amandemen UUD 1945, MPR tidak berwenang lagi mengeluarkan produk dalam bentuk pengaturan (regelling).

MPR hanya dapat mengeluarkan ketetapan yang bersifat penetapan (beschikking), yaitu: a. menetapkan Wapres menjadi Presiden; b. memilih Wapres apabila terjadi kekosongan jabatan Wapres; c. memilih Presiden dan Wapres apabila Presiden dan Wapres mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersama-sama," katanya.

Editor: Surya