Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pelestari Lingkungan Serukan Pengelolaan Perikanan Lebih Baik di Indonesia
Oleh : Redaksi
Rabu | 13-04-2016 | 09:26 WIB
raja ampat.png Honda-Batam
Kawasan perairan Raja Ampat di Papua Barat (foto: Wikipedia).

BATAMTODAY.COM, Papua - Demi perlindungan ikan hiu yang lebih baik, pelestari lingkungan Australia, Vanessa Jaiteh mengusulkan cara pengelolaan perikanan lain yang berkaitan dengan ekonomi lokal di Indonesia timur.


Perairan di sekitar kawasan timur Indonesia dikenal sebagai "Amazon of the Seas," (atau hutan Amazon di Lautan) karena keanekaragaman hayatinya. Kawasan tersebut merupakan tempat tinggal bagi terumbu karang paling beragam di dunia dan industri sirip ikan hiu terbesar di dunia, di mana lebih dari tiga juta ikan hiu dibunuh dalam setahun.

Penangkapan ikan hiu merupakan mata pencaharian utama masyarakat pulau terpencil di Indonesia. Tapi populasi ikan hiu menurun tajam dalam beberapa tahun terakhir. Ini tidak hanya mempengaruhi para nelayan, tetapi juga ekosistem laut di kawasan itu dan industri wisata bahari yang menguntungkan.

Untuk melindungi kepentingan tersebut, para pelestari menyerukan pengelolaan perikanan yang lebih baik.

Tiga tahun lalu, pemerintah daerah Kabupaten Raja Ampat membentuk perlindungan ikan hiu di sekitar wilayah kepulauannya di lepas pantai Papua Barat.

Ahli biologi laut Vanessa Jaiteh, dari Murdoch University di Perth, mempelajari dampak pelarangan penangkapan ikan komersial dan pemancingan ikan hiu dan ikan-ikan di terumbu karang itu.

Dalam tulisannya di Frontiers in Marine Science, Vanessa melaporkan populasi ikan hiu 28 kali lebih tinggi di No-Take Zones atau Zona Terlarang dibanding kawasan terbuka untuk memancing. Ikan-ikan di terumbu karang juga lebih berlimpah.

Vanessa Jaiteh dan rekan-rekannya melanjutkan studi mereka dengan berbicara kepada para nelayan, yang mengatakan mereka memindahkan kawasan penangkapan ikan atau melakukan pekerjaan lain untuk mencari nafkah, termasuk pekerjaan ilegal, yakni mengangkut dan menjual bahan bakar kepada masyarakat lokal.

"Beberapa alternatif dari prakarsa sendiri itu melibatkan resiko individu atau lingkungan yang tinggi dan juga tidak berkesinambungan dibanding pekerjaan menjual sirip ikan hiu," kata Vanessa Jaiteh.

Para penulis menyimpulkan zona larangan nelayan hanya akan efektif jika itu merupakan bagian dari strategi konservasi yang lebih luas, yang mencakup pilihan mata pencaharian yang legal dan berkesinambungan bagi para nelayan yang pekerjaannya menjual sirip ikan hiu. (Sumber: VOA Indonesia)

Editor: Dardani