Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Kekerasan Seksual di Kepri Meningkat Tajam, Butuh Langkah Kongkrit untuk Mencegahnya
Oleh : Irawan
Selasa | 12-04-2016 | 17:00 WIB
Hardi_Hood.jpg Honda-Batam
Ketua Komite III DPD Hardi Selamat Hood, Anggota DPD RI asal Provinsi Kepulauan Riau

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Dinamika permasalahan anak di Kepulauan Riau (Kepri) mencakup banyaknya kasus pencabulan yang dialami anak oleh pelaku dewasa, maraknya kekerasan atau tindak pidana yang dilakukan anak berhadapan hukum (ABH) dan tingginya kasus rebutan hak asuh, penel antaran dan lainnya.


Ketua Komite III DPD RI Hardi Selamat Hood mengatakan, dinamika permasalahan anak tersebut membutuhkan penanganan yang serius, mulai dari penegakkan hukum bagi pelaku dewasa, upaya pencegahan dengan sosialisasi, upaya rehabilitasi dan reintegrasi serta meningkatkan peran serta masyarakat untuk ambil bagian dalam perlindungan anak. 

Dalam Laporan Kegiatan di daerah pemilihan pada 18 Maret-10 April 2016 lalu yang telah disampaikan ke Rapat Paripurna DPD RI menyertakan data peningkatan kasus kekerasan seksual terutama pada anak. Berikut ini, merupakan gambaran dinamika peningkatan permasalahan atau kasus anak di Provinsi Kepulauan Riau dalam waktu lima tahun, dari tahun 2010 sampai 2015:

Tahun Jumlah Kasus Jumlah Anak
Tahun 2011 110 Kasus 142 Anak
Tahun 2012 143 Kasus 199 Anak
Tahun 2013 175 Kasus 281 Anak
Tahun 2014 226 Kasus 352 Anak
Tahun 2015 230 Kasus 360 Anak
Total 884 Kasus 1.334 Anak Catatan:

(data KPPAD,  Jumlah kasus anak tersebut belum termasuk yang ditan gani oleh lembaga lain yang tidak dilaporkan ke KPPAD Kepri, dan tidak termasuk data kasus KPPAD di dua kabupaten yang sudah terbentuk di Kepri.)

Hardi menegaskan, melihat kejadian demi kejadian tersebut menun jukan bahwa begitu rentannya anak menjadi korban kekerasan fisik dan seksual, mulai dari rumah hingga lingkungan sekolah. 

Padahal dua tempat yang bisa dikatakan harus aman dan ramah terhadap anak, ternyata menjadi locus terjadinya kejahatan pada anak. 

Tentunya kerentanan terhadap anak semakin bertambah bila be rada di lingkungan lain seperti lingkungan masyarakat, jalanan, dan tempat-tempat rawan lainnya yang minim pengawasan. 

Pengasuhan alternatif bagi anak yaitu panti asuhan atau yang kini disebut Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) ternyata tidak luput dari kekerasan ter hadap anak. 

Di penghujung tahun 2015, dua LKSA di Batam terungkap melakukan kejahatan terhadap anak didiknya sehingga pelakunya yang merupakan ketua yayasan ditangkap polisi. 

Setelah didalami, anak-anak asuh di LKSA Rizki Khairunnisa di Batumerah Batam mendapatkan kekerasan fisik, pelecehan seksual, penelantaran anak dan pemilik yayasan juga menghil angkan asul usul anak dan pidana lainnya. 

Sementara di panti asuhan lainnya, terjadi pelecehan seksual dan pencabulan yang dilakukan pasangan suami-istri pen gelola panti. 

Padahal tahun 2014 sebelumnya, Batam juga dihebohkan dengan kasus kekerasan fisik di panti asuhan Ya Bunayya yang dilakukan ketua LKSA terhadap anak didiknya sehingga pelaku dihukum.

Demikian yang terjadi di Kabupaten Bintan. Kasus pencabulan terhadap anak meningkat sepanjang tahun. Pelakunya merupakan orang terdekat anak seperti paman, kakak ipar, pacar. 

Bahkan ada satu pulau di Bintan, belasan anak saling mencabuli sesama anak setelah menonton video porno dari HP. 

Korban pencabulan menjadi korban ketika di sekolah dikeluarkan secara sepihak oleh sekolah dengan alasan nama baik sekolah.Di penghujung tahun 2015, tokoh masyarakat Anambas yang sudah tua tertangkap basah mencabuli seorang ABG asal Anambas di salah satu hotel di Tanjungpinang. 

Korban bersama temannya dibujuk rayu liburan akhir tahun ke Tanjungpinang dan berangkat dari Anambas bersama-sama dengan kapal. Sampai di Tanjungpinang korban diberdaya dan direcokin dengan minuman keras sebelum dicabuli. 

Masih di Anambas, oknum PNS menghamili siswi SMP. Pada kejadian Daerah lain di Kepriseperti Lingga, Karimun dan Natuna tidak luput dari berbagai kasus anak yang menghebohkan. 

Kalau diperhatikan sepanjang tahun 2010-2015, banyak kasus kekerasan seksual terhadap anak yang hampir merata terjadi di seluruh daerah. Ban yaknya kekerasan seksual salah satunya dipicu masih rendahnya hukuman terhadap pelaku pencabulan dan kekerasan seksual terhadap anak sehingga tidak menimbulkan efek jera. 

Sanksi pidana terhadap pencabul masih ringan. padahal pelaku pencabulan tersebut kebanyakan orang dekat dan seharusnya melindungi anak termasuk keluarga dan orangtua sendiri.

Selain itu kebanyakan anak yang menjadi korban tindak pidana maupun anak pelaku tindak pidana atau anak bermasalah lainnya berasal dari kelompok orangtua, masyarakat dan pemerintah yang tidak responsif ter hadap anak. 

"Mereka rentan menjadi anak bermasalah karena hidup di tengah situasi yang orang-orangnya tidak peduli dan tidak memberikan perlindungan yang baik. Sementara anak yang hidup dalam lingkungan yang responsif anak dan orang-orang yang memberikan perlindungan maka ia akan terlindungi dengan baik," katanya. 

Perlindungan anak kata Ketua Komite III DPD ini, merupakan tugas semua pihak mulai dari orangtua, pemerintah dan masyarakat. 

Kolaborasi yang baik dalam pembangian tugas dan tanggung jawab antara pihak-pihak ini akan membuat anak semakin terlindungi. 

Bentuk dan jenis peran per lindungan anak yang bisa diberikan beberapa pihak juga mengalami perubahan seiring dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Perubahan yang dinamis terjadi pada semakin besarnya peran masyarakat dalam perlindungan anak.

Pemerintah daerah juga mempunyai kewajiban yang besar dalam perlindungan anak seiring dengan pelimpahan wewenangan urusan anak dari pemerin tah pusat ke pemerintah daerah. 

Respon Pemerintah Provinsi Kepri dan DPRD Kepri sebagai representasi rakyat di Kepri tersebut dituangkan dalam bentuk la hirnya Perda Provinsi Kepri No 7 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak.

Kini Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kepri sudah terbentuk. Namun perkembangan dan penguatan kelembagaan KPAID sampai saat ini tidak terlalu mengembirakan karena kurang didukung penuh oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. 

"Kenyataan seperti itu memberi gambaran bahwa sebagian besar kepala daerah tidak peduli atau kurang peduli dengan perlindungan anak. Salah satu penyebab nya adalah lemahnya payung hukum pembentukan KPAID/KPAD dalam UU Perlindungan Anak serta tidak mengikat kepala daerah.Amanat pembentukan KPAID atau KPAD oleh pemerintah daerah seperti yang dis ebutkan dalam revisi UU Perlindungan Anak No 35 Tahun 2014 tidaklah wajib, tapi kalau dipandang perlu. Pasal 74 ayat 2 tersebut membuat kedudukan KPAID/KPAD lemah, padahal perannya sangat penting," tegasnya.

Selain itu juga kurang pekanya stakeholder anak dalam menyikapi segala perubahan yang terjadi dan berdampak buruk pada anak juga menjadi penyumbang permasalahan anak di tengah masyarakat.

Editor: Surya