Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Panja Terus Mencari Solusi Terbaik untuk Batam

Komisi VI DPR Setuju FTZ Ditarik ke Pusat, bukan di Bawah DK FTZ
Oleh : Irawan
Senin | 07-03-2016 | 17:47 WIB
Farid AlfAuzi.jpg Honda-Batam
Ketua Panja FTZ Batam Komisi VI DPR Muhammad Farid Al Fauzi

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Panitia Kerja (Panja) Free Trade Zone (FTZ) Batam Komisi VI DPR menilai FTZ Batam sebaiknya dikelola pemerintah pusat, bukan oleh Dewan Kawasan FTZ yang diketuai Gubernur Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).


Karena itu, menjadi aneh jika Badan Pengusahaan Batam tidak dikelola pemerintah pusat, pasalnya anggaran disahkan pusat tetapi pengelolaan di bawah gubernur.

"Ini tidak sinkron kan sebenarnya. Kawasan khusus oleh pusat bukan oleh otonomi daerah (Otda). Contohnya, Batam itu mengembangkan visi misi di Jakarta," kata Muhammad Farid Al Fauzi, Ketua Panja FTZ Batam di Jakarta, Senin (7/3/2016).

Menurutnya, dalam pembahasan Panja FTZ selama ini, BP Batam sudah diasumsikan berada di bawah pemerintah pusat.

"Nanti lebih dalam dikaji di Panja, karena posisi sekarang tidak sinkron kan BP Batam dikelola Gubernur tapi penentuan kebijakan visi dan misinya disusun di Jakarta," katanya.

Sedangkan Anggota Komisi VI DPR dari FPKS, Refrizal menilai dengan misi bersaing dengan Singapura, sudah seharusnya BP Batam di bawah koordinasi pemerintah pusat melalui Presiden.

"Harus dicari cara agar roh seperti yang maksudkan Pak Habibie (mantan Presiden BJ Habibie)  waktu mendirikan BP Batam, hidup kembali," kata Refrizal.

Selama ini, katanya, banyak pihak terlibat kepentingan di Batam sehingga terjadi konflik dalam pengelolaan FTZ Batam. Konflik tersebut, yang harus diakhiri melalui pengelolaan langsung oleh pusat.

"Sempat dikelola Gubernur Kepulauan Riau, distribusi lahan jadi kacau, pejabat daerah campur tangan," katanya.

Hal senada disampaikan Melani Leimina Suharli, Anggota Komisi VI lainya. Melaani menilai dengan pengelolaan BP Batam di bawah pusat maka pengembangan Batam akan lebih cepat, karena dalam semua hal bisa langsung berkoordinasi dengan Jakarta.‎

"Kesimpulan kami, untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), BP Batam harus di bawah pusat. Bahasan selanjutnya, supaya lebih mantap, seperti apa," kata Melani.

Anggota Komisi VI DPR Sartono Hutomo mengatakan, selama ini investor sering bingung BP Batam dibawah koordinasi pemerintah provinsi Kepri. 

“Ada Walikota dan Gubernur, membuat investor tidak nyaman. Ini fakta, maka harus dicarikan solusi,” ungkap Sartono.‎

Selanjutnya, Anggota Komisi VI DPR Juliari Pieter Batubara menegaskan, pemerintah pusat hendaknya segera menentukan sasaran BP Batam. 

"Makanya saya bilang bahwa pemerintah pusat tentukan dulu sasaran /target kerja dari BP Batam, buat ‎roadmapnya," katanya

Farid menambahkan, Panja FTZ Batam akan  mencari formula terbaik dalam masalah pengelolaan FTZ Batam, termasuk juga solusi penyelesaian dualisme antara BP Batam dengan Pemerintah Kota (Pemko) Batam, atau diambilalih pemerintah pusat.

"Kami akan membahas masalah ini dengan seksama dan mencari formula agar keberadaan BP Batam maksimum bagi bangsa," katanya.

‎Infrastruktur perlu ditingkatkan
Sementara itu, Anggota Komisi VI Bambang Haryo Sukartono mengatakan, agar FTZ Batam terus dilengkapi dengan berbagai infrastruktur dan fasilitas kelas dunia agar menarik bagi investor dan wisatawan mancanegara.

"FTZ harus punya pelabuhan laut dan bandar udara internasional besar untuk menunjang perdagangan produk dalam negeri ataupun produk luar negeri yang dibuat di dalam negeri," kata Bambang Haryo.

Menurut Bambang, FTZ harus menyediakan fasilitas yang aman dan nyaman bagi tamu asing, akses transportasi dan telekomunikasi yang mudah, biaya hidup harus murah, layanan perbankan dan asuransi, dan memiliki keunggulan pariwisata.

Selain itu, lanjut Bambang Haryo, sumber daya manusia dari dalam negeri perlu disiapkan sebab FTZ membutuhkan banyak tenaga ahli dari berbagai bidang, termasuk marketing dan penjualan serta hukum Internasional.

Anggota Fraksi dari Partai Gerindra ini mengharapkan FTZ memprioritaskan perdagangan produk buatan dalam negeri, baik merek lokal maupun asing.

"Produk dalam negeri yang diperdagangkan di FTZ harus memiliki karakter, dan kalaupun sama harus bisa bersaing dengan produk luar negeri," ujarnya.

Lokasi FTZ juga harus dekat dengan wilayah industri yang mengolah produk hilir tambang, agro, dan sebagainya. Dengan demikian, lanjut Bambang, biaya logistik bisa ditekan sehingga harga produk menjadi lebih murah.

Dia mengatakan, FTZ perlu diselaraskan dengan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang menampung industri dengan dukungan fasilitas dan insentif sehingga harga barang di FTZ menjadi murah.

Syarat penting lainnya, menurut Bambang Haryo, adalah FTZ harus dilewati oleh jalur transportasi internasional, baik pelayaran, penerbangan, maupun angkutan darat.

"Indonesia sangat cocok menjadi zona perdagangan internasional karena berada di perlintasan transportasi dunia," ujarnya.

Bambang Haryo menilai lokasi FTZ  Batam, Bintan dan Karimun sudah tepat karena berada di jalur internasional.

Editor: Surya