Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Enam Putusan MK Dimasukkan dalam Revisi UU

Revisi UU Pilkada Mulai Dibahas Maret 2016
Oleh : Surya
Rabu | 24-02-2016 | 18:30 WIB

BATAMTODAY.COM, Jakarta-Pemerintah dan DPR segera membahas revisi Undang-Undang (UU) Nomor 8/2015 yang mengatur pemilihan kepala daerah (pilkada). 


Regulasi baru nantinya menjadi payung hukum pelaksanaan Pilkada Serentak 2017 yang tahapannya akan dimulai April 2016.

"Revisi UU Pilkada disiapkan mengejar Pilkada Serentak tahap kedua pada 2017. Sekarang kita tidak punya waktu lama. Maret ini harus sudah kita bahas dengan DPR. Bulan April atau Mei bisa langsung digunakan," kata Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri), Sumarsono dalam diskusi bertajuk 'Menggagas Revisi UU Pilkada yang Lebih Demokratis' di Gedung A Kemdagri, Jakarta, Rabu (24/2/2016).

Dia menambahkan, draf revisi telah disiapkan untuk disampaikan terlebih dahulu kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

"Tanggal 26 Februari kita serahkan. Apa yakin pembahasan dengan DPR bisa satu bulan selesai? Substansi kita sudah diskusikan dengan Komisi II DPR. Saya punya keyakinan ini cepat selesai," katanya.

Dia mengemukakan, bakal terjadi sejumlah perbedaan pandangan dengan DPR menyangkut materi revisi. 

"Seperti menyangkut terkait dengan keharusan anggota DPR, DPD, DPRD maupun PNS kalau ditetapkan sebagai calon yang tidak harus berhenti. Tapi kita sulit berhadapan dengan putusan MK (Mahkamah Konstitusi)," ujarnya.

Sedangkan hal lain, menurutnya, yaitu rencana pemberian sanksi bagi partai politik (parpol) yang tidak mengajukan pasangan calon. 

"Kemudian mereka (DPR) menolak diberikan sanksi. Karena hak parpol mencalonkan atau tidak. Dalam posisi inilah akan ada perbedaan dengan DPR, itu wajar dalam dinamika pembahasan," katanya.

Enam putusan MK
Pada kesempatan itu, Dirjen Otda  Kemendagri Soni Sumarsono mengatakan bahwa pemerintah akan memasukan enam isu putusan Mahkamah Konstitusi dalam revisi UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan walikota.

Pertama kata Sumarsono, Pegawai Negeri Sipil (PNS) wajib mundur pada penetapan pasangan calon. Menurut Sumarsono, ada tawaran agar PNS tidak mundur karena sumbernya itu dari PNS-PNS juga.

"Tapi Mahkamah Konstitusi tegas mengatakan mundur dan Aparatur Sipil Negara (ASN)," ujarnya.

Kedua yakni, katanya, kewajiban anggota DPR, DPD dan DPRD untuk mundur pada penetapan pasangan calon.

"Ketiga masukan MK yang akan dimasukan yaitu mantan narapidana dapat maju sebagai pasangan calon. Namun di sini ia harus mengumumkan lewat media bahwa dia adalah mantan narapidana," ujarnya.

Sementara yang keempat, lanjutnya, penghapusan  syarat tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana. 
Kelima Penyesuaian norma tentang pasangan calon tunggal. Dan keenam adalah penyesuaian norma tentang syarat dukungan calon perseorangan dari jumlah penduduk menjadi jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) pemilihan umum (Pemilu) sebelumnya.

Sedangkan Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu (Perludem) Titi Anggraeni mengatakan, pihaknya meminta pemerintah yang mengajukan revisi UU Pilkada, karena DPR masih terjadi silang pendapat.

"Sebenarnya kenapa pemerintah yang diminta revisi, karena mereka (DPR) hindari berdebat di awal. Kalau pemerintah sudah punya draf, maka perdebatannya di akhir. Memang tarik menariknya pasti nanti beberapa isu yang akan kita revisi ini kan menyangkut hal-hal yang menggangu mereka," kata Titi Anggraini.

Namun,  dia optimistis pembahasan revisi tidak memakan waktu lama. Sebab, metode pembahasan dengan menggunakan cluster isu per isu. Menurutnya, revisi sepatutnya segera diselesaikan.

"Karena KPU masih perlu aturan pelaksanaan seperti menyusun Peraturan KPU," ujarnya.

Pada bagian lain, dia mendukung rencana Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo melaksanakan Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal secara serentak. Pemilu Nasional untuk memilih Anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden. Sementara Pemilu Lokal untuk pemilihan Anggota DPRD serta kepala daerah dan wakil kepala daerah provinsi hingga kabupaten/ kota.

Akan tetapi, dia mengusulkan agar dibentuknya satu regulasi khusus mengenai hal tersebut. 

"Peran penataan regulasi pemilu ada di Kemdagri. Harusnya 2017 sudah ada produk pemilu. Kita perlu satu UU Pemilu untuk menjaga sinkronisasi dan harmonisasi aturan," pungkasnya

Editor : Surya