Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Negara Hadir untuk Menyelamatkan Pengikut Gafatar
Oleh : Opini
Jum'at | 12-02-2016 | 09:30 WIB

Oleh: Sasman S.Pd. I*

GERAKAN Fajar Nusantara (Gafatar) merupakan organisasi yang mengklaim bergerak di bidang sosial dan budaya, yang dideklarasikan pada Sabtu 21 Januari 2012 di gedung JIEXPO Kemayoran, Jakarta.  Gerakan ini memiliki wadah dalam situs Gafatar.org. Situs yang terdaftar sejak 2011 yang saat ini masih berlaku hingga Oktober 2016.

Visi, misi, tujuan dan program kerja organisasi kemasyarakatan ini memang sama sekali tidak menyebutkan nama satu agama yang ditonjolkan beberapa kegiatan sosial  seperti donor darah sampai napak tilas memperingati hari Pahlawan 2012. Namun demikian seiring berjalannya waktu Gafatar sebenarnya merupakan organisasi yang berjuang untuk membentuk ajaran agama baru, yang merupakan gabungan ajaran agama Islam, Nasrani  dan Yahudi, sehingga kehadirannya ditentang di sejumlah daerah di Indonesia.

Gafatar ramai dibicarakan ketika aparat kepolisian mendapat laporan dari dokter Aditya Akbar Wicaksono yang merupakan suami dokter Rica Tri Handayani asal Lampung yang menghilang ketika berada di Yogyakarta, dan diduga pernah mengikuti organisasi ini. Dokter Rica bersama anaknya dilaporkan hilang sejak 30 Desember 2015 dan ditemukan di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, pada Senin, 11 Januari 2016. Menurut dokter Aditya Akbar Wicaksono yang tengah mengambil spesialis ortopedi FK UGM-RSUP Sardjito, Yogyakarta, Dokter Rica tiba-tiba menghilang dan hanya meninggalkan secarik kertas berisi tulisan minta izin ke suaminya untuk berjuang di jalan Allah. 

Gafatar disebut-sebut mengintensifkan perekrutan terhadap berbagai macam profesi, seperti PNS, dokter dan profesi lainnya. Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI, Cholil Nafis, mengatakan Gafatar menyasar orang berpendidikan tinggi yang tertarik dengan agama tapi tidak mempunyai dasar pengetahuan yang mencukupi. Mantan pengikut Negara Islam Indonesia (NII), Ken Setiawan mengatakan Gafatar dalam basis gerakannya tak jauh berbeda dengan NII. Lembaga ini menanamkan simpatik kepada warga lewat beragam kegiatan positif seperti donor darah, pelatihan atau bimbingan belajar gratis. Propaganda berupa ketidakadilan yang diterima warga negara, menjadi rumus ampuh untuk merekrut anggota khususnya para generasi muda.

Direktur Setara Institute Hendardi menganggap pemeriksaan mantan Ketua Umum Gafatar, Mahful Muis Tumanurung sebagai tindakan keliru dari Jaksa Agung, karena Keyakinan bukanlah domain hukum. Keyakinan tidak bisa diadili, negara tidak pula berwenang mengadili sebuah keyakinan. Jaksa Agung, mesti belajar dari kriminalisasi oleh negara terhadap keyakinan warga negara.

Kasus Lia Eden misalnya, berapa kali pun dia dipenjara, kalau bukan atas kemauan sendiri, tidak akan berubah juga keyakinannya. Mengadili pemikiran dan keyakinan orang merupakan perbuatan sia-sia yang melanggar HAM. Negara, khususnya Polri dan Kementerian Dalam Negeri, sebaiknya berfokus pada perlindungan warga negara, karena apapun keyakinannya, mereka adalah warga negara yang mempunyai hak sama.
          
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani mengatakan pemerintah saat ini sedang menyiapkan akses pendidikan anak-anak dari eks anggota Gafatar yang saat ini terhenti akibat pengusiran dari tempat tinggal mereka. Anak-anak dari eks anggota Gafatar saat ini tak mempunyai rapor, sehingga tak ada data yang menunjukkan anak-anak itu sudah ada berada di jenjang pendidikan yang mana.

Untuk itu, pemerintah sudah memiliki solusinya. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan nantinya akan melakukan tes kepada anak-anak itu, untuk mengetahui kemampuan berpikir mereka seperti apa. Jadi akan dikembalikan ke sekolah tapi bukan berdasarkan umur, tapi berdasarkan kemampuan berpikir mereka sesuai dengan tingkatan mana. Untuk anak-anak yang duduk di kelas VI, IX, dan XII akan diberikan kekhususan sehingga mereka bisa ujian, dan masuk ke tahap pendidikan selanjutnya.

Semua kementerian terkait, bisa berkaitan dan menjalankan tugas pokok dan fungsinya secara maksimal. Pemerintah berusaha menindaklanjuti masalah Gafatar ini  dengan baik dan benar. Dengan memberikan road map sesuai dengan tupoksi masing-masing kementerian dan lembaga.

Sampai saat ini,  ada sekitar 5.764 anggota eks anggota Gafatar yang sudah dipulangkan. Mereka tersebar di beberapa daerah, seperti Jakarta, Semarang, Surabaya, dan Makassar. Jakarta 2.004 orang, di Semarang ada 1.752 orang, di Surabaya ada 727, dan Makassar ada 281. 

Puluhan orang eks anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) asal Kota Yogyakarta akhirnya dipindahkan dari penampungan Youth Centre Kabupaten Sleman ke di Gedung Transito Jalan HOS Cokroaminoto Kota Yogyakarta, Selasa 2 Februari 2016. Jumlah eks anggota Gafatar asal Kota Yogyakarta sebanyak 66 orang itu dijemput oleh Pemerintah Kota Yogyakarta untuk selanjutnya diberi pembekalan kurang lebih selama tiga hari ke depan sebelum dikembalikan kepada pihak keluarga masing-masing.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin mengatakan pihaknya akan melakukan pembinaan agama kepada eks anggota Gafatar ke keyakinan yang benar. Jadi bagaimana masyarakat bisa mengerti, paham-paham yang dipahami adalah paham yang moderat. Nantinya yang melakukan pendekatan kepada masyarakat itu adalah penyuluh-penyuluh dari Kementerian Agama, beserta dengan ormas-ormas Islam. Pembinaan keagamaan kepada mereka, butuh waktu dan proses yang tidak sebentar. 

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo akan mengeluarkan peraturan Menteri Dalam Negeri dalam rangka memberi payung hukum bagi pemerintah daerah, untuk mengeluarkan dana menangani kepulangan eks anggota Gafatar di daerahnya. Ini dalam keadaan darurat, ada daerah-daerah yang enggan mengucurkan dananya untuk menangani kepulangan eks anggota Gafatar, karena mereka menganggap perlunya payung hukum dalam pengeluaran anggaran itu.  Nanti kalau mereka tak mau menerima ya disampaikan, biar nanti pemerintah pusat yang akan cari alternatif. Masih banyak daerah yang bergerak lambat menangani kepulangan eks anggota Gafatar.

Fatwa MUI pada 3 Februari 2016, terkait aliran Gafatar menyatakan Gafatar merupakan organisasi dan aliran sesat dan menyesatkan. Bagi umat Islam yang meyakini dan mengikuti organisasi tersebut berarti telah keluar dari agama  Islam. Ketua Umum MUI Mahruf Amin mengatakan aliran Gafatar sesat karena mrupakan reinkarnasi dari Alqiyadah Al Islamiyah yang menjadikan Ahmad Moshaddeq  sebagai guru spiritual. Padahal MUI telah memfatwakan Moshadeq dan aliran Alqiyadah Al Islamiyah sesat pada tahun 2007. Begitu juga dengan keyakinan Gafatar yang mengajarkan Paham dan keyakinan Millah Abraham yang sesat karena mencampuradukkan  ajaran Islam, Nasrani dan Yahudi dengan menafsirkan ayat-ayat Alquran yang tidak sesuai dengan kaidah tafsir.   

Pemberitaan atau statement dari media asing atau LSM yang menyudutkan bahwa pemerintah lemah dalam melindungi kebebasan beragama dan HAM terkait Gafatar adalah tidak berdasar. Pemerintah justru melindungi warganya dari ajaran aliran-aliran  yang menyimpang atau sesat. Mereka yang sebelumnya dikumpulkan oleh Gafatar di Kalimantan di kembalikan oleh pemerintah kembali kekampung halamannya untuk diberikan pencerahan bahwa aliran Gafatar bukan kelompok  yang benar karena ajaran-ajarannya “mengandung” kepada kesesatan, misalnya untuk tidak melakukan solat, zakat  dan lainnya. Secara akal sehat, ajarannya juga tidak sesuai dengan agama apapun yang ada di Indonesia, karena orang yang bergabung dengan kelompok Gafatar, meninggalkan dan memisahkan sanak saudara/keluarganya, seperti kasus dari dokter  Rica Tri Handayani, apapun agamanya tidak mengajarkan seperti itu. 

Negara telah menunjukkan kehadirannya dalam masalah ini, seperti ditunjukkan oleh Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Agama, Kemendagri, dan instansi terkait lainnya   sesuai dengan tugasnya yang  siap membantu  dan membina pengikut Gafatar agar kembali kepada masyarakat, karena ini menyangkut kehidupan mereka kedepan  sebagai rakyat Indonesia. 

Pemerintah daerah diharapkan juga harus memiliki tanggung jawab memberikan penyadaran kepada masyarakatnya dan menyosialisaskan kepada masyarakatnya untuk menerima kepulangan eks anggota Gafatar sebagai perlindungan warga negara, karena banyak eks pengikut Gafatar akibat  ketidaktahuannya hanya ikut-ikutan saja  karena minimnya ilmu pengetahuan khususnya mengenai pengetahuan agama.

Warga yang terkena pengaruh ajaran Gafatar khususnya yang beragama Islam juga harus bertobat  dan kembali keajaran Islam yang sebenarnya.  Dengan kehadiran negara,  dan stake holder lainnya serta kepedulian dari masyarakat untuk menolak kehadiran organisasi dan aliran  sesat maka diharapkan organisasi Gafatar dan organisasi-organisasi sejenisnya kedepan  tidak dapat berkembang di bumi Indonesia. 

*) Penulis adalah staf pengajar di salah satu pondok pesantren di Bengkulu.