Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

BIN Simpulkan Dokumen Papua 'Palsu'
Oleh : Redaksi
Minggu | 07-02-2016 | 12:00 WIB
sutiyoso_by_epa.jpg Honda-Batam
Kepala BIN. Sutiyoso. (Foto: EPA)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Setelah sempat mengatakan tidak bisa memberikan penjelasan, Kepala Badan Intelijen Negara, Sutiyoso, mengatakan dokumen BIN terkait informasi dan cara menekan sejumlah aktivis Papua, mahasiswa Papua di luar Papua, serta tokoh adat dan agama Papua yang gencar menyuarakan kemerdekaan Papua, adalah palsu.


Melalui pesan pendek kepada BBC Indonesia, hari Jumat (05/02), Sutiyoso mengatakan, "Setelah di-check oleh Tim BIN ternyata dokumen tersebut palsu, bukan dari BIN."

Sekitar satu jam sebelumnya, juga melalui pesan pendek, Sutiyoso mengatakan, "Kejadian itu pada Maret tahun 2014 sehingga saya tidak bisa beri penjelasan."

Ketika BBC meminta penjelasan lebih jauh, Sutiyoso menjawab, "Saya tidak bisa, hanya itu yang bisa saya sampaikan."
Sutiyoso ditunjuk menjadi kepala BIN mulai pada 8 Juli 2015, menggantikan Marciano Norman, setelah sebelumnya menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta.

Di dokumen berjudul ‘Rencana Aksi Gelar Opsgal Papua’, selain memuat biodata figur-figur tersebut, juga menjabarkan aktivitas mereka, kekuatan dan kelemahan, metode yang digunakan untuk menekan, dan target yang ingin dicapai.

Salah satu figur yang masuk dokumen setebal 35 halaman itu adalah Buchtar Tabuni, Ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB), sebuah kelompok masyarakat yang berkampanye untuk kemerdekaan Papua dan Papua Barat.

Buchtar disebut aktif menyuarakan pelanggaran HAM di Papua, mendukung pendirian International Parliamentarians for West Papua, dan terlibat kerusuhan di LP Abepura.

Kekuatan Buchtar disebutkan mampu mengerahkan massa untuk melaksanakan aksi anarkis dan pandai berorasi dengan bahasa daerah. Kelemahannya, menurut dokumen itu: perempuan dan minuman keras.

Untuk menekan Buchtar, dokumen itu menyebut taktik memecah belah dan penyusupan melalui sejumlah LSM. Target minimal yang ingin dicapai ialah KNPB mendukung otonomi khusus Papua, sedangkan target maksimal adalah KNPB mendukung Papua menjadi bagian dari NKRI.

Kesahihan mengenai dokumen laporan berlogo BIN itu dipertanyakan juru bicara kepresidenan, Johan Budi.

“Dokumen yang beredar, yang katanya dari BIN, benar tidak dari BIN? Harus ada klarifikasi dulu, baru kita bicara apakah ini kebijakan BIN? Apa ini dari atas? Itu kan harus dipisahkan. Kan tak mungkin setiap ini perintah presiden. Itu kan didelegasikan kepada bawahan,” katanya.

Sementara pengamat LIPI, Adriana Elisabeth, mengatakan cara-cara pengawasan terhadap aktivis Papua tidak bisa lagi dilakukan pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo yang menginginkan dialog.

“Bukankah sudah menjadi kebijakan presiden, bahwa akan mendekati Papua dengan cara-cara yang lebih dialogis, berbicara, berdiskusi bagaimana menyelesaikan masalah bersama. Karena, menurut saya, itu adalah cara paling tepat untuk menghadapi Papua,” kata Adriana. (Sumber: BBC Indonesia)

Editor: Dardani