Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Pemerintah Terus Paksa Subaru Selesaikan Hutang Pajak
Oleh : Redaksi
Selasa | 02-02-2016 | 10:58 WIB

BATAMTODAY.COM - Kekalahan pemerintah terhadap gugatan yang disampaikan Subaru Indonesia atas penyitaan kendaraannya di sejumlah Pengadilan Negeri (PN), tidak lantas bisa langsung dilaksanakan. Pasalnya, pemerintah sudah melakukan upaya hukum (banding) ke Pengadilan Tinggi atas isi keputusan tersebut.

“Sampai saat ini, hasil keputusan sejumlah PN yang menyatakan penyitaan aset Subaru oleh pemerintah tidak berdasar hukum, belum bisa dilaksakan. Karena kami sudah melakukan banding atas putusan tersebut,” buka Haryo Limanseto, Kepala Subdit Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan RI, dilansir dapurpacu.com.

Dikabulkannya gugatan Subaru Indonesia, tidak lantas menggugurkan kewajiban mereka melunasi hutang pajak yang ditanggung, atas dugaan kasus penggelapan pajak.

Dengan demikian, pemerintah terus memaksa pihak Subaru Indonesia melunasi hutang pajak yang ditaksir senilai Rp 1,3 triliun. Karena, keputusan penolakan sita atas aset Subaru di PN, dengan putusan kewajiban pelunasan pajak oleh Subaru Indonesia di Pengadilan Pajak (PJ) merupakan hal terpisah.

“Putusan sita berbeda dengan putusan pelunasan pajak. Soal sita keluar dari PN, sementara kewajiban pelunasan pajak ditetapkan di PJ,” jelas Haryo.

Sedangkan keterkaitan keduanya, yakni pada langkah pemerintah. Di mana, tegas Haryo, setelah banding Subaru Indonesia di PJ ditolak dari serangkaian 3 nomor putusan; PUT.61274/ PP /M.VII/98/2015, PUT.61279/ PP /M.VII/19/2015, dan PUT.61110/ PP /M.IX/19/2015.

“Maka setelah putusan itu diucapkan, Subaru berkewajiban melunasi hutangnya sesuai ketetapan hukum. Namun, karena tidak adanya itikad baik Subaru untuk melunasi dalam waktu ditentukan, akhirnya langkah sita pun dikeluarkan pemerintah. Penyitaan inilah yang kemudian, kembali digugat Subaru dan membawanya ke PN.”

Kendati demikian, lanjut Haryo, upaya serius pemerintah memaksa Subaru melunasi hutang pajaknya, juga dilakukan dengan pemblokiran aktifitas impor dan atau ekspor Subaru, sebagai sanksi yang ditetapkan kepada lembaga yang bertanggungjawab atas barang masuk, dalam hal ini Subaru Indonesia.

“Disinggung apakah hal tersebut sudah tepat,” Haryo menegaskan, bahwa langkah tersebut sudah sesuai Undang-Undang yang mengatur aktifitas impor, atau hukum yang berlaku bagi para importir di Indonesia, dan juga secara otomatis masuk dalam peraturan kepabeanan Republik Indonesia.

“Jadi, apa yang kita lakukan sudah sesuai prosedur dan sasaran. Yakni sesuai registrasi lembaga yang membawa barang masuk atau pemilik Angka/Nomor Pengenal Importir. Bahkan, bea kepabeanan juga berlaku kepada tempat yang dijadikan penyimpanan sementara,” pungkasnya.

Sumber: dapurpacu.com