Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Lebih Buat KA Cepat Banten-Banyuwangi

Fahri Sebut Meneg BUMN Dorong Presiden Jokowi Langgar Konstitusi
Oleh : Surya
Senin | 01-02-2016 | 10:22 WIB
fahri-hamzah-pks.jpg Honda-Batam
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah

BATAMTODAY.COM, Jakarta-Presiden Joko Widodo (Jokowi) maupun Meneg BUMN Rini Soemarno memiliki kesalahan pemikiran terkait rencana pembangunan kereta api cepat Jakarta-Bandung buatan Cina. 


Yang paling terlihat dari kesalahan tersebut adalah keliru memahami makna pasal 33 UUD 45 yang utamanya mengatur tentang perekonomian, pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) untuk kepentingan rakyat, dan prinsip perekonomian Nasional.

Demikian dikemukakan Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah kepada wartawan di Jakarta, Senin (1/2/2016) mengomentari pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung.

Fahri menjelaskan bahwa makna dari pasal 33 ayat 2 yang berbunyi cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara dan pasal 33 ayat 3 yang berbunyi bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, sudah jelas bahwa dalam penguasaan kekayaan negara adalah untuk kesejahteraan rakyat.

"Nah dalam hal ini kerjasama 4 BUMN yang tergabung dalam satu konsorsium dengan perusahaan Cina dalam hubungan Bussines to Bussines atau B to B jelas melanggar pasal tersebut. Padahal, BUMN dibentuk dengan tugas utamanya menyebarkan kesejateraan, menyalurkan kekayaan sehingga rakyat sejahtera. Jadi bukan semata bisnis," imbuhnya.

Ditambahkan, BUMN menjadi semacam pipa yang menyalurkan kesejahteraan pada rakyat. Bisnis yang dilakukan BUMN hanya salah satu metodenya, selebihnya bisa dengan CSR, PKBL dan lain-lain. "Itu tugas BUMN," kata politisi PKS ini lagi.

Dalam kasus kereta Cina ini, tiba-tiba Presiden Jokowi dan Meneg BUMN Rini Soemarno salah mengartikan pasal 33 ke sebuah nalar, seolah-olah itu hanya bisnis semata yang dituangkan dalam kerjasama B to B. BUMN jelas milik negara, karena negara yang menjamin modal, eksistensi dan semua hal yang terkait BUMN.

"Wika, PP dan HK adalah perusahaan konstruksi yang memiliki banyak asset seperti jalan tol dan gedung. Begitu juga dengan PTPN. Kenapa mereka mengambil PTPN, yah karena yang mereka incar adalah asset lahan PTPN," ujarnya.

Kesemua asset milik BUMN itu adalah milik negara, kenapa asset yang tidak bernilai harganya itu tidak dihitung dan tiba-tiba kita hanya memiliki hutang kepada perusahaan Cina? Kalau misalnya mereka harus membebaskan lahan bisa mampus mereka, berapa yang harus mereka keluarkan.

"Lah ini lahan PTPN diambil begitu saja, tidak dihitung, malah kita yang dibilang berhutang pada mereka. Ini kan konyol. Ini cara berpikir yang keliru," katanya.

Selain itu menurut Fahri, yang namanya infrastruktur itu kebutuhan masyarakat, dimana prioritas atas pemilihan produknya diputuskan secara independen oleh Negara dan tidak boleh diintervensi. Tapi mengapa dalam kasus kereta cepat ini sepertinya pihak luar, dalam hal ini pihak Cina yang menentukan apa yang mau kita bangung.

"Jokowi sering mengatakan akan mendahulukan pembangunan infrastruktur di luar Jawa untuk mendorong kemajuan ekonomi di daerah lainnya. Lah kok sekarang mau membangun jalur kereta api cepat Jakarta-Bandung yang infrastrukturnya bisa dikatakan sudah lengkap karena sudah ada kereta api, tol maupun jalan non tol maupun angkutan udara. Jadi apalagi yang mau dibangun?" tanyanya.

Padahal, menurut Fahri lebih baik pemerintah membangun jembatan Selat Sunda atau kalau dikatakan itu sulit dilakukan karena geographis tidak mendukung, maka bisa dibangun terowongan bawah laut yang menyambungkan Sumatera dan Jawa.

"Ini lebih masuk akal. Infrastruktur itu kepentingan bangsa kita. Kita yang menentukan prioritasnya dan bukan pihak asing dengan mendikte apa yang kita perlukan dan yang tidak," cetusnya.

Diingatkan Fahri kalau saat ini masih banyak masyarakat di daerah yang menginginkan dan membutuhkan sekedar transportasi yang layak, maka pembangunan kereta cepat ini sungguh melanggar rasa keadilan masyarakat.

"Kalaupun mau dipaksakan membangun jalur kereta cepat di pulau Jawa, maka kereta cepat Banten-Banyuwangi masih lebih tepat. Paling tidak ini akan lebih berguna mendorong pembangunan," pungkasnya. 

Editor : Surya