Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Jasarmen Sampaikan 4 Rekomendasi Pelaksanaan FTZ Batam

Tanpa Pengaturan Kewenangan yang Tegas, Pemko dan BP Batam Ibarat 1 Kapal 2 Nakhoda
Oleh : Surya
Kamis | 28-01-2016 | 17:36 WIB
djasarmemen-purbaba1.jpg Honda-Batam
Anggota Komite II DPD RI asal Provinsi Kepulauan Riau

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Pembangunan dan kemajuan Pulau Batam begitu pesat di era tahun 1990-an. Ini terlihat dengan masifnya pertumbuhan kawasan industri yang diikuti oleh masuknya investasi asing dari berbagai negara.

Salah satu yang cukup fenomenal yaitu berdirinya kawasan industri elektronik Batamindo di Mukakuning. Seiring berjalannya waktu, terutama sejak berlakunya undang-undang otonomi daerah, timbul sejumlah permasalahan yang menghambat laju pembangunan Batam.

Senator Djasarmen Purba menilai, permasalahan kemudian muncul dipicu oleh kewenangan yang dimiliki Pemerintah Kota (Pemko) Batam sesuai UU Otonomi Daerah dan BP Batam yang sebelumnya memiliki kewenangan khusus.

Meski kemudian pemerintah telah mencoba mengatur dan membagi kewenangan Pemko Batam dan BP Batam dengan berbagai kebijakan, tapi sampai saat ini hal tersebut belum bisa sepenuhnya menyelesaikan persoalan.

"Keberadaan Pemko Batam dan BP Batam lebih terlihat seperti sebuah kapal yang memiliki dua nakhoda dibandingkan sebuah kapal yang memiliki dua motor sebagai tenaga penggerak," kata Djasarmen di Jakarta, Kamis (28/1/2016).

Menurutnya, ketidakjelasan kewenangan sama saja dengan tidak adanya kepastian hukum. Padahal, kepastian hukum menjadi pertimbangan utama bagi investor untuk menanamkan modalnya.

Saat ini, peran BP Batam terlihat tidak lagi begitu menonjol seperti beberapa dekade lalu yang membuat perekonomian Batam dan Kepri berkembang pesat jauh meninggalkan daerah-daerah lainnya. 

"Batam tidak lagi menjadi primadona bagi para pencari kerja dari daerah lain, seperti di tahun 1990-an. Pencapaian pertumbuhan ekonomi menurut BP Batam, patut dipertanyakan karena tidak menggambarkan kondisi real di masyarakat," kata Anggota DPD RI asal Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).

Buktinya, saat ini tidak mudah mencari pekerjaan. Lowongan pekerjaan yang tersedia pun terbatas. Belum lagi jika melihat nilai Upah Minimum Kota (UMK) Batam saat ini kalah dibandingkan dengan UMK di Pulau Jawa. Padahal beberapa tahun lalu, UMK Batam adalah yang tertinggi di Indonesia.

Dalam pandangannya, ada sejumlah faktor yang menghambat atau membuat laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunan Kota Batam melambat. 

Faktor utama sebenarnya ada di pemegang kewenangan yaitu pemerintah baik pusat hingga daerah, termasuk BP Batam, dan instansi-instansi terkait yang sampai saat ini tidak sinkron dalam membangun Batam.

"Tidak samanya visi dan misi membuat kondisi investasi di daerah ini tidak sehat. Tidak adanya kepastian hukum ikut memperburuk keadaan," katanya.

Djasarmen mengatakan, hal lain yang mengurangi nilai jual Batam untuk investasi salah satunya status lahan yang tidak jelas karena permainan mafia lahan. 

"Mafia lahan diduga melibatkan oknum-oknum orang dalam BP Batam yang memiliki akses khusus. Kasus yang sering terjadi, lahan yang ingin dipakai untuk investasi selalu sudah ada yang memiliki," katanya. Akibatnya, Djasarmen menambahkan, investor harus mengeluarkan dana yang besar untuk mendapatkan lahan tersebut.

Yang terjadi, BP Batam mengundang calon investor, tapi tidak bisa menyediakan lahan yang jelas dan mempermudah investor tersebut. "Padahal menurut peraturan yang berlaku, jika lahan yang sudah dialokasikan dalam jangka waktu tertentu tidak dibangun maka otomatis BP Batam akan menarik kembali lahan tersebut," katanya.

Saat ini, lanjutnya, banyak lahan terbiar atau terbengkali di lokasi-lokasi strategis, namun tidak jelas siapa pemiliknya dan bagaimana statusnya. 

Tidak adanya pembangunan di lahan yang sudah dialokasikan, menurut, jelas memperlambat pembangunan. Apalagi lahan-lahan tersebut berada di lokasi strategis yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. 

"Meski berulang kali membantah terkait tudingan tidak transparannya pengelolaan lahan, tapi kenyataannya BP Batam tidak juga mau secara terbuka memberikan informasi terkait lahan-lahan yang ada di Batam. Baik yang sudah dialokasikan (sejak kapan) hingga yang belum dialokasikan," katanya.

FTZ Belum Berhasil
Anggota Komite II DPD RI ini menegaskan, pelaksanaan Free Trade Zone (FTZ) Batam hingga saat ini belum menunjukkan hasil yang menggembirakan. BP Batam yang diharapkan akan menjadi penggerak utama FTZ Batam tidak bekerja seperti yang diharapkan. 

Hal ini terlihat dari pertumbuhan ekonomi Batam yang stagnan dan cenderung menurun seperti yang diungkapkan Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution beberapa hari lalu.

Faktor utama terhambatnya pelaksanaan FTZ adalah adanya dualisme kewenangan di Batam yaitu Pemko Batam dan BP Batam yang dulunya bernama Otorita Batam (OB). 

"Kondisi ini membuat para investor tidak nyaman karena harus berurusan dengan dua institusi. Ini dianggap mengganggu pelayanan dan tidak memberikan kepastian," katanya.

Banyak pihak juga menilai selama BP Batam kurang transparan dalam pertanggungjawaban penggunaan anggaran. Dengan anggaran yang dimiliki BP Batam ditambah dengan anggaran Pemko Batam, seharusnya bisa menggenjot pertumbuhan perekonomian daerah ini.

"Dengan mengetahui permasalahan yang dihadapi sebenarnya kita sudah selangkah untuk menyelesaikannya karena itu optimisme harus kita tularkan," katanya.

Dari sekian banyak masalah, katanyan keberadaan BP Batam yang menjadi sorotan. 

"Karena itu langkah untuk membubarkan BP Batam bukanlah hal yang tabu untuk dilakukan, Selagi ini untuk hal yang lebih baik masyarakat kota Batam," katanya

Namun, ada baiknya dilakukan kajian terlebih dahulu dan tidak terburu-buru sehingga mendapatkan hasil yang maksimal. 

Selain itu patut juga dipertimbangkan berbagai opsi termasuk yang diutarakan Mendagri dan Menko Perekonomian yaitu menjadikan Batam sebagai daerah khusus. 

Sementara ini berjalan, untuk solusi jangka pendek pemerintah segera membuat Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur dan membagi kewenangan antara BP Batam dan Pemko Batam dengan jelas.

Untuk merubah kondisi ini dan membuat Batam menarik di mata investor asing, semua elemen mulai dari pemerintah pusat, daerah, BP Batam, instansi terkait, DPRD Batam, serta masyarakat harus bisa bekerjasama dan menyatukan visi dan misi. 

"Kebijakan dan aturan yang menghambat harus dibabat habis. Karena kebijakan dan kewenangan ada di masing-masing pihak, makanya sangat perlu untuk duduk bersama dan menyatukan pikiran agar menghasilkan kebijakan atau peraturan yang sejalan yang orientasinya untuk pembangunan Batam," katanya.

Berikut rekomendasi agar pelaksanaan FTZ berjalan sukses: 
  
1. BP Kawasan (baik Batam, Bintan dan Karimun) agar melakukan   REINVENTING dalam hal fokus dan lokus kewenangan dan urusan.  Reposisi BP Kawasan diharapkan lebih kepada regulator dan kontroler. Namun demikian, untuk bidang perdagangan, investasi dan perindustrian BP Kawasan harus tetap memiliki kekuasaan penuh. Dalam hal kerja, maka sangat direkomendasikan agar BP Kawasan senantiasa memimpin dalam hal research, engineering development, technology know-how, Sales-Marketing dan investasi baik bagi PMDN  maupun PMA, serta berbagai road map dan kajian kajian dalam berbagai bidang secara terpadu.  

2. BP Kawasan Batam direkomendasikan untuk menyerahkan berbagai urusan yang sifatnya rutin, legal-daily public service, Non strategic value service kepada Pemko Batam. Selama ini BP Kawasan lebih banyak menghabiskan waktu dan tenaga untuk melakukan hal-hal  tersebut diatas, hingga tidak konsentrasi atau tidak fokus dan tidak maksimal terhadap berbagai hal-halnya sifat strategis yang mempunyai nilai tambah.

3. Bidang Pertanahan agar diserahkan kepada Pemko Batam (BPN), Pelabuhan Laut (terutama Batu Ampar) diserahkan kepada Pelindo I,  Bandara Hang Nadim diserahkan kepada Angkasa Pura. 

4. BP Kawasan Batam dapat memanfaatkan berbagai BUMN, Kementerian dan Pemko Batam untuk secara kolektif dan sinergis mengembangkan kemampuan Pulau Batam sebagai kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas yang modern, futurist, magnetis  dan menjadi terdepan di ASEAN bahkan ASIA. Keberadaan BP Kawasan harus tetap dipertahankan dan bahkan dapat menjadi lebih strategis, dominan dan significant dari sebelumnya. 

Editor: Surya