Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Warga Singapura Telantarkan Istri Warga Batam
Oleh : ali/ sn
Selasa | 09-08-2011 | 07:44 WIB

BATAM, batamtoday - Fani Purba tidak terima perlakuan suaminya Muhamad Ismail, warga negara Singapura, yang sudah 4 tahun tidak menafkahinya. Ia pun melaporkan suaminya ke pihak berwajib.

"Sudah empat tahun ini saya ditelantarkan tanpa diberi nafkah lahir dan batin. Untuk meminta keadilan, saya laporkan ke Polresta Barelang," ujar Fani yang didampingi pengurus Komite Anti Trafficking dan Hak Asasi Manusia (KAT dan HAM) sembari menunjukkan surat terima laporan dari kepolisian, Senin 8 Agustus 2011.

Fani menuturkan, awal pernikahannya dengan suaminya yang berwarganegara Singapura ini sejak 2005 lalu. Memasuki awal tahun 2008, ia harus menanggung beban moril dan materiil.

Namun, baru-baru ini tanpa disengaja, ia bertemu dengan sang suami dengan salah seorang wanita seksi, di salah satu lokasi gelanggang permainan elektronik (gelper) di kawasan Nagoya, Batam.

"Dia (suami--red) berupaya menghindar saat berjumpa. Padahal saya hanya ingin membicarakan mengenai kelanjutan rumah tangga kami ke depan," ucapnya.

Ketika itu, desakan Fani terus ditujukan kepada sang suami. Pada akhirnya, sang suami mulai luluh dan mengakui kesalahannya dan khilaf selama ini. Ismail pun meninggalkan paspor di tangan Fani untuk meyakinkan kalau tidak akan berbuat hal yang sama.

"Tetap saja tidak ada bentuk tanggungjawabnya sebagai suami, meski telah mengakui kesalahan," ujarnya.

Alangkah terkejutnya Fani ketika mendapat surat dari kantor Pengadilan Agama Batam dan informasi bahwa suaminya tersebut juga telah meminta kepada Konsulat Singapura di Batam untuk meminta paspornya kembali.

"Dia meminta cerai, dan meminta paspor yang dititpkan dikembalikan lewat konsulat Singapura di Batam," ucapnya sembari menunjukkan surat permohonan pengajuan cerai yang dilaporkan Ismail ke Pengadilan Agama Batam dengan nomor perkara 716/Pdt.6/2011/PA.BTM.

Dia menjelaskan, saat ini ia hanya meminta pertanggungjawaban dari suaminya yang tidak pernah memberikan nafkah lahir dan batin. Dan jujur saja, katanya, Ismail tidak menujukkan sikap yang dewasa. Seharusnya, ia menyelesaikan segala sesuatu yang tidak pernah dilakukannya selama empat tahun belakangan ini.

Sementara itu, Sekretaris KAT dan HAM Akhiruddin mengatakan, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupkan kasus yang sangat rumit untuk dipecahkan. Ada banyak alasan dan asumsi dalam kasus ini. Boleh  jadi, pelaku KDRT benar-benar tidak menyadari bahwa apa yang telah ia lakukan adalah merupakan tindak KDRT. Namun, "Apa yang dialami oleh Fani ini sudah memenuhi unsur KDRT," katanya.

Pasal 1 UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga menyebutkan: "Setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga."