Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Sampah Plastik Diprediksi Penuhi Lautan di Tahun 2050
Oleh : Redaksi
Jum'at | 22-01-2016 | 10:56 WIB
sampah-plastik.jpg Honda-Batam
Ilustrasi.

BATAMTODAY.COM - Sebuah laporan di hari pembukaan Forum Ekonomi Dunia (WEF) di Davos, Swiss, memperingatkan, sampah plastik akan berjumlah lebih banyak ketimbang ikan di lautan pada tahun 2050, kecuali warga dunia mengambil langkah drastis untuk mendaur ulang material ini.

Menurut penelitian yang dilakukan Yayasan Ellen MacArthur, sebanyak 95 persen dari kemasan plastik, yang bernilai 116-174 miliar dolar (atau setara Rp 1,16-1,74 biliun) setahun, hilang dalam perekonomian setelah penggunaan tunggal.

Yayasan ini mempromosikan daur ulang dan dipimpin oleh pelayar solo perempuan pemecah rekor, Dame Ellen MacArthur.

Penelitian ini mengusulkan adanya persiapan sistem baru untuk memangkas bocornya plastik ke alam dan untuk mencari alternatif minyak mentah dan gas alam sebagai bahan baku produksi plastik.

Menurut analisis ‘Project Mainstream’, sebanyak 32 persen dari produksi tahunan plastik hilang akibat "kebocoran" ini, sebagian besar hanyut ke laut, dan 40 persen masuk ke TPA serta masing-masing 14 persen dikumpulkan untuk didaur ulang atau dibakar untuk menghasilkan energi .

Tingkat kebocoran ke laut setidaknya mencapai 8 juta ton, setara dengan satu truk sampah-penuh setiap menitnya, dan penelitian ini memperkirakan bahwa ada lebih dari 150 juta ton sampah di laut sekarang ini.

"Jika tak ada tindakan yang diambil, ini diperkirakan meningkat menjadi dua truk penuh per menit pada tahun 2030, dan empat truk per menit pada tahun 2050," sebut laporan itu, seperti dilansir ABC Radio Australia.

Laporan ini juga mengungkap, "Dalam skenario normal, laut diperkirakan mengandung satu ton plastik untuk setiap tiga ton ikan pada tahun 2025, dan pada tahun 2050, aka nada lebih banyak plastik ketimbang ikan.”

Dominic Waughray dari WEF, yang bersama-sama merilis laporan ini, mengatakan, "Penelitian tersebut menunjukkan betapa pentingnya untuk memicu sebuah revolusi dalam ekosistem industri plastik."

"Ini merupakan langkah pertama yang menunjukkan bagaimana mengubah alur plastik melalui perekonomian kita," sebutnya.

Ia menjelaskan, "Untuk berpindah dari wacana ke tindakan skala besar, jelas bahwa tak ada satu aktor-pun yang bisa bekerja sendiri. Masyarakat, sektor swasta dan masyarakat sipil, semuanya perlu bergerak untuk menangkap peluang ekonomi plastik terbaru."

Perubahan dalam penggunaan kemasan plastik akan membutuhkan kerja sama seluruh dunia antara perusahaan barang konsumen, produsen kemasan plastik, serta bisnis yang terlibat dalam pengumpulan, kota, pembuat kebijakan dan organisasi lainnya, kata laporan itu.

Laporan tersebut mengusulkan pembentukan badan koordinasi independen untuk inisiatif itu.

"Plastik adalah simbol kuat dari ekonomi modern dengan sifat yang tak terkalahkan. Namun, mereka juga merupakan  bahan yang benar-benar sekali pakai," utara Martin Stuchtey dari Pusat Bisnis dan Lingkungan McKinsey, yang memberikan kontribusi analisis dalam laporan tersebut.

"Volume yang bertambah dari penggunaan plastik menimbulkan biaya dan menghancurkan nilai dalam industri," tambahnya.

Plastik yang digunakan kembali bisa menjadi komoditas yang berharga dalam "lingkaran ekonomi " yang mengandalkan proses daur ulang, sebut Martin.

"Penelitian kami menegaskan bahwa menerapkan prinsip-prinsip itu bisa memicu gelombang besar inovasi dengan manfaat bagi seluruh rantai pasokan," tambahnya.

Sumber: ABC Radio Australia