Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Presiden Putuskan Segera Revisi UU Pemberantasan Terorisme
Oleh : Redaksi
Jum'at | 22-01-2016 | 10:44 WIB
Yasonna-Laoly1.jpg Honda-Batam
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly.

BATAMTODAY.COM - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menjelaskan beberapa hal yang diperkuat dalam undang-undang pemberantasan terorisme di antaranya, penangkapan dan penahanan untuk keperluan penyelidikan terhadap terduga teroris, tanpa harus meminta izin dari kepala pengadilan negeri, serta pencabutan paspor seseorang yang ikut berperang dengan negara lain.

Presiden Joko Widodo memutuskan untuk melakukan revisi Undang-Undang Nomor 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Sekretaris Kabinet Pramono Anung di Kantor Presiden Jakarta, Kamis (21/1/2016) menjelaskan, keputusan ini diambil Presiden untuk memperkuat upaya pemberantasan terorisme khususnya dalam upaya pencegahan. 

"Presiden memberikan arahan untuk melakukan revisi terhadap undaang-undang tersebut. Dan diminta kepada Menkopolhukan dan Menkumham untuk mengkoordinasikan karena kebutuhan atas hal tersebut dengan berbagai pertimbangan diperlukan oleh Pemerintah saat ini. Tetapi tetap mengedepankan azaz praduga tak bersalah dan juga mengedepankan pendekatan hak asasi manusia," kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dilansir VOA.

Selain itu lanjut Pramono Anung, Presiden juga memerintahkan kepada Menteri Komunikasi dan Informasi untuk menutup semua akun yang menyebarkan faham radikalisasi. 

"Presiden juga meminta kepada Menkominfo untuk menutup akun-akun yang menyebarkan faham-faham radikalisme," lanjutnya.

Sementara itu Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly memastikan pembahasan revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dengan DPR nantinya, diharapkan selesai paling lama dua masa sidang DPR. Beberapa hal yang diperkuat dalam UU ini diantaranya, penangkapan dan penahanan untuk keperluan penyelidikan terhadap  terduga teroris.

Upaya pencegahan ini dilakukan tanpa meminta ijin dari kepala pengadilan negeri. Selain itu lanjut Yasonna, juga dilakukan pencabutan paspor terhadap seseorang yang ikut berperang dengan negara lain.

"Pertama faktor pencegahan kita perluas, termasuk untuk masa penahanan kita perluas waktunya. Ada juga kita nanti coba bicarakan, cukup hakim untuk mengajukan permintaan ijin, supaya cepat. Temasuk di dalamnya ada beberapa usul, kalau memang secara nyata-nyata dan jelas bahwa orang yang bersangkutan sudah melakukan tindakan yang dapat mengancam keselamatan negara dan termasuk di luar negara, pergi berperang untuk negara lain, maka pencegahan itu termasuk pula pencabutan paspornya," jelas Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Saut Usman Nasution menjelaskan, waktu penangkapan dan penahanan terhadap terduga teroris akan ditambah demi kelengkapan alat bukti yang akan diajukan ke pengadilan. 

"Sebelumnya masa penangkapan tujuh kali (hari) 24 jam, nah ini kita usulkan menjadi 30 hari. Karena begini, mereka ini jaringan, jaringan itu tidak hanya antar daerah, tapi juga antar negara. Demikian juga masa penahanan, baik di tingkat penyidikan penuntutan atau peradilan diupayakan untuk ditambah dari 6 bulan menjadi 10 bulan," kata Saut Usman Nasution.

Saut menambahkan, BNPT tetap melakukan kegiatan deradikalisasi dan kontra radikalisasi dengan memperkuat sinergi dengan kementerian terkait serta pemberdayaan aparatur daerah.

"Kalau BNPT kita melaksanakan kegiataan pendekatan kultur budaya, kegiatan deradikalisasi dan kontra radikalisasi. Makanya kami akan mensinergikan tugas ini semua dengankementerian-kementerian terkaitdan kita juga memberdayakan aparat-aparat di daerah," imbuh Saut Usman Nasution. 

Sumber: VOA