Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Transformasi 'Mimpi Anak Pulau'
Oleh : Ahmad Rohmadi
Senin | 18-01-2016 | 08:00 WIB
mimpi_anak_pulau.jpg Honda-Batam
Posterf film "Mimpi Anak Pulau" yang akan tayang di bioskop utama di Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam. (Foto: Ist)

JANGAN pernah bosan merawat mimpi. Meski mimpi seorang bocah sekalipun. Karena mimpi itulah yang akan membimbingmu menuju pulau impian. Seperti Gani Lasya, bocah pesisir di Nongsa Batam yang terus merawat mimpinya hingga bertransformasi ke layar lebar. Berikut tulisan wartawan BATAMTODAY.COM, Ahmad Rohmadi tentang "Mimpi Anak Pulau" itu. 

Berawal dari semangat untuk bisa terus sekolah, Gani kecil yang hidup di rumah panggung di Nongsa Batam, akrab dengan berbagai keterbatasan, untuk tidak menyebut kemiskinan. Ayahnya hanya seorang nelayan kecil keturunan Bugis, yang juga hidup sederhana. Ibunya seorang ibu rumah tangga biasa, tidak bekerja. 

Memiliki seorang adik perempuan yang manja, menjadi hiburan pembawa ceria dalam kehidupan rumah panggung yang papannya tak tersambung rapat. Tapi justru dari rongga-rongga papan dinding itulah, semilir angin laut membawa Gani kecil terus merawat mimpinya. 

Tiap hari, Gani kecil mencari sisa-sisa ikan milik para nelayan yang tercecer atau tak terjual di bibir pantai. Lumayan, dari ikan-ikan itu, Gari merajut hari. Sambil terus mengasah jiwa entrepreneurnya dengan berdagang buah nanas di sekolah. 

Perjalanan menuju sekolah yang harus ditempuh dengan kaki telanjang berkilometer itu, menjadi ombak yang menempa karang semangat Gani kecil. Kaki yang telanjang ke sekolah itu pulalah yang melahirkan mimpi baru Gani, ingin pergi sekolah bersepatu!

Mimpi bersepatu mengantarkan lembaran hidup Gani kecil harus melakukan "side job" sebagai buruh lepas dapur arang. Juga masih dalam usia belia, menempuh perjalanan laut menggunakan pompong ala kadar, dari Nongsa ke Dapur 12 Batuaji Batam. Bau angkot "JONO" (Jodoh-Nongsa), masih sangat sangat jauh sekali.

Ternyata, panas api membakar kayu-kayu bakau menjadi arang itu juga ikut menempa karang semangat Gani, hingga mengantarkannya ke kota pelajar impian jutaan mahasiswa Indonesia, Yogyakarta. Gani kini telah kuliah di Yogyakarta. Wow! 

Satu gerbang sukses telah terlewati, tapi terjal kehidupan Gani belum berakhir. Justru di Yogyakarta itulah sesungguhnya pertarungan dan kerasnya hidup dimulai. Mulai dari menjadi buruh bangunan di bulan Ramadhan, untuk sekadar bisa berlebaran dengan baju baru. Sampai dengan berbagai jurus untuk tetap bertahan hidup dengan bekal uang kirimanan dari Batam yang sangat minimalis. 

Lalu, seorang novelis berkerakter, Abidah El Khaliegy hadir meramu perjalanan hidup Gani merawat mimpinya itu. Dengan sentuhan lumbut wanita berhijab ini, tengah malam seusai sholat tahajud hingga sebelum sholat subuh, lembar demi lembar perjalanan Gani Lasya dirangkai. Ditulis dengan gaya khas seorang penulis novel perempuan Indonesia. Deskriptif, menyentuh, cerdas dengan bahasa sederhana. 

Tak perlu penyesuaian terlalu lama antara Abidah dan Gani Lasya, karena keduanya sama-sama menuntut ilmu di kampus yang sama, IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dua sahabat dengan jeda waktu generasi yang sedikit berbeda, melahirkan sebuah karya yang layak diapresiasi, "Mimpi Anak Pulau". 

Novel yang ditulis bukan untuk kepentingan apa-apa, kecuali menularkan kreativitas dan berbagi inspirasi itu, sukses 
bertransformasi ke layar lebar. Ya, mimpi bocah pesisir anak nelayan sederhana itu, akhir Februari 2016 mendatang akan tayang di bioskop-bioskop utama di Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam. Selamat!

Jadi, jangan pernah bosan merawat mimpi. Jagalah baik-baik mimpimu. 

Editor: Dardani