Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Dianggap Hambat Pencairan Dana Pilkada Serentak

DPD RI Setuju Pemerintah Pusat Beri Sanksi Hukum ke Pemkab Natuna dan Bintan
Oleh : Surya
Jum'at | 04-12-2015 | 18:45 WIB
IMG_20151204_134730_panorama.jpg Honda-Batam
Wakil Ketua DPD RI Farouk Muhammad (kiri) dan Ketua Komite I DPD RI Ahmad Muqowam

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Farouk Muhammad meminta Pemerintah Pusat cq Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) agar memberikan sanksi hukum kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Natuna dan Kabupaten Bintan di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).

Sebab, Pemkab Natuna dan Bintan dianggap mengganggu penganggaran dan ada unsur kesengajaan untuk menunda pelaksanaan Pilkada di daerahnya masing-masing.

Farouk menegaskan, kesengajaan Pemkab Natuna dan Bintan untuk menghambat pencairan dana Pilkada itu, merupakan trik-trik politik untuk memenangkan calon tertentu.

"Yang dihambat dana Panwaslu agar tidak bisa melakukan pengawasan.  Ini kan pembahasan di DPRD, ada trik-trik politik untuk memenangkan calon tertentu," kata Farouk dalam pernyataan sikap DPD RI jelang Pilkada serentak, di Jakarta, Jumat (4/12/2015).

Karena itu, DPD setuju agar Pemkab Natuna dan Bintan diberikan sanksi hukum, bukan sanksi teguran atau adminstrasi saja.

"DPD setuju penerapan hukum bagi Pemda yang sengaja mengganggu kelancaran penyelenggaran Pilkada sebagaimana telah ditegaskan pemerintah, karena bukan permasalahan administratif saja," katanya.

Menurut Farouk, berdasarkan informasi dari KPU per 2 Desember 2015 ada 13 daerah yang pencairan dana penyelenggaraan pilkadanya masih terhambat atau tersandera, dimana realisasi pencairannya kurang dari 50 persen, termasuk di dalamnya Natuna dan Bintan.

"Atas dasar itu, DPD meminta Pemerintah Pusat cq Kementerian Dalam Negeri bersikap tegas mengultimatum pemerintah daerah yang bermasalah tersebut agar segera melakukan langkah-langkah penyelesaian yang bersifat eksekutorial demi menjamin kelancaran penyelenggaran Pilkada," katanya.

Adapun ke-13 daerah itu, selain Natuna dan Bintan (Kepri), ada Kabupaten Pematang Siantar (Sumut), Indragiri Hulu dan Rokan Hulu (Riau), Tanjung Jabung Barat (Jambi), Way Kanan (Lampung), Musirawas Utara (Sumsel), Pekalongan (Jateng), Banjar (Kalsel), Yahukimo (Papua), Kolaka Timur (Sultra) dan Bontang (Kaltim).

"Dari ke-13 itu, dari informasi yang kita terima per hari ini, enam daerah yang bisa menyelesaikan pencairan dana pilkadanya. Tapi kita belum tahu daerah mana yang selesai dan yang belum. Tapi DPD setuju penerapan hukum bagi ke-13 daerah itu," katanya.

Sedangkan Ketua Komite I DPD RI Ahmad Muqowam mengatakan, bahwa DPD telah membentuk Desk Pilkada dan mengintruksikan kepada 128 Anggota DPD RI untuk melakukan pengawasan pelaksanaan Pilkada di 34 Provinsi.

"Jadi kita sudah membentuk Desk Pilkada, 128 DPD akan melakukan pengawasan di daerahnya masing-masing. Mereka akan melaporkan seluruh pengawasan soal pilkada ke DPD," katanya.

Keputusan itu,  disepakati dalam paripurna DPD RI dengan membuat desk pemantauan Pilkada di kantor-kantor DPD RI di provinsi untuk melakukan pengawasan langsung guna memastikan seluruh tahapan dan kesiapan penyelenggaraan terlaksana dengan baik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

"Bagi DPD RI Pilkada serentak memiliki makna penting untuk memilih pemimpin yang mampu berkualitas dan mensejahterakan masyarakat. Jadi, Pilkada tak hanya berjalan secara formalitas dan procedural, namun lebih mengedepankan kualitas penyelenggaraan," tegasnya.

Muqowam menilai, Pilkada Serentak yang berkualitas tersebut tergantung kepada 5 unsur, yaitu penyelenggara yang adil, pemilih yang cerdas, peserta Pilkada yang taat asas, birokrasi yang netral dan, aparat keamanan yang siaga. 

"Untuk itu, pengawasan penyelenggara Pilkada serentak patut dilaksanakan oleh seluruh pemangku kepentingan seperti parpol, media, LSM, perguruan tinggi dan lain-lain, untuk memastikan Pilkada berlangsung jurdil dan meminimalisir berbagai pelanggaran, terutama praktek-praktek kecurangan yang sering terjadi selama ini," katanya.

Guna menjaga agar pelaksanaan Pilkada Serentak berlangsung jurdil, aman, tertib dan demokratis, maka Komite I DPD RI mendesak KPU dan Bawaslu) berkoordinasi dan meningkatkan kerjasama dengan Forkompimda demi kelancaran dan kesuksesan penyelenggaraan Pilkada Serentak.

"Kita minta Polri dan BIN untuk memperhatikan daerah-daerah yang berpotensi terjadi kerusuhan dan konflik. KPU kita minta memastikan distribusi logistik pilkada terutama di daerah terpencil dan perbatasan. Sedangkan agar memaksimalkan fungsi pengawasan dan menjaga netralitas sebagai penyelenggara Pilkada," katanya.

Muqowan mengatakan, DPD RI telah diberikan data dari Bawaslu RI soal Indeks Kerawanan Pemilu pada Pilkada Serentak di 269 daerah. Berdasarkan data tersebut daerah yang paling aman adalah Bali dan Babel dengan Indeks Kerawanan 1-2, sedangklan Papua dan Maluku adalah daerah sangat rawan dengan Indeks Kerawanan 2,1-2,7.

Sementara daerah yang professionalitas dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak adalah Kalteng, Kalsel dan Jambi dengan Indeks 1,6-1,8. Dan daerah yang paling tidak profesional dalam penyelenggaraan pilkada adalah Maluku dan Sulawesi Utara dengan indeks 3,0-3,3.

Terkait politik uang, kata Muqowan, daerah yang minim melakukan politik uang adalah Babel, Bali, Kaltim, Papua Barat dan Maluku Utara dengan indeks 1,4-1,7. 

Sementara daerah yang rawan politik uang adalah NTB, Kaltara, Jabar dan Sulteng dengan indeks 3,0-3,5.

Dalam aspek pengawasan, pengawasn yang bagus ada di Bali, Banten, DIY, Babel, Lampung, NTB dan Kepri dengan indeks 1-1,5. Sedangkan pengawasan yang buruk ada di Maluku, Papua dan Kaltara dengan indeks 2,8-3,0.

Terakhir, jika dilihat dari kondisi keamanan, yakni Bali, Gorontalo dan Bengkulu dengan indeks 1,0-1,1. Sedangkan daerah yang paling tidak aman adalah Papua, Jabar, dan Banten dengan indeks 2,8-3.5.‎ 

Editor: Surya