Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Angka Kekerasan terhadap Anak di Kepri Meningkat Tajam

DPD RI Ungkap Anak-anak Jadi Korban Sodomi di Panti Asuhan di Batam
Oleh : Surya
Senin | 23-11-2015 | 19:15 WIB
Hardi.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Ketua Komite III DPD RI Hardi Selamat Hood, Senator asal Provinasi Kepulauan Riau

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Provinsi Kepri mencatat kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di Kepri cenderung meningkat setiap tahunnya. 

Pada tahun 2011, ada 110 kasus dengan melibatkan 142 anak, tahun 2012 naik menjadi 143 kasus melibatkan 199 anak. Kemudian pada tahun 2013 menjadi 175 kasus dengan melibatkan 281 anak, dan  pada 2014 jumlah kasus anak naik menjadi 226 kasus yang melibatkan 352 anak di Kepri. 

"Dari jumlah itu, Batam menyumbang 111 kasus dengan 217 anak yang terlibat," kata Ketua Komite III DPD RI Hardi Selamat Hood dalam laporan kegiatan di daerah pemilihan beberapa waktu lalu di Jakarta.

Sementara pada 2015, hingga Juli 2015 sajan kata Hardi,  KPPAD Provinsi Kepri mencatat telah terjadi 131 kasus kekerasan terhadap anak di wilayah Kepri. Ada dua kasus yang mendominasi. 

Yakni kekerasan seksual dan pencurian yang dilakukan anak-anak. Seluruh kasus selama tujuh bulan terakhir itu, setidaknya melibatkan lebih dari 200 anak.

Menurutnya merujuk data resmi yang dilansir KPPAD Kepri, telah terjadi 29 kasus kekerasan seksual terhadap anak yang memakan korban hingga 31 anak. 

Selain itu, kasus yang merugikan anak lainnya yakni kasus perlakuan salah dan penelantaran yang terjadi sebanyak 21 kasus dengan jumlah korban 46 anak.

Namun dari kasus terbaru dan sangat mengejutkan bagi kita semua adalah, kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di Panti Asuhan Rizki Khairunnisa beralamat di Kelurahan Batu Merah, Kecamatan Batu Ampar, Batam. 

Dalam penggerebakan yang dilakukan Kepolisian pada Selasa (20/10/2015)  terungkap belasan anak Panti Asuhan menjadi korban sodomi atau kekerasan seksual. 

Selain ini juga ditemukan adanya tindak penganiayaan. beberapa anak terlihat mengalami luka bekas penganiayaan. Bahkan satu orang diantaranya disekap badannya kurus dan terlihat sudah lemas. 

Belakangan diketahui, panti yang dikelola bidan yang berstatus status PNS di Dinas Kesehatan Batam, ternyata ijinnya sudah mati dan tidak diperpanjang," kata Senator asal Kepri ini.

Dari hasil penyelidikan sementara kepolisian, menurut Hardi, pengelola panti diduga melakukan serangkaian kasus diantaranya dugaan penganiayaan anak, penelantaran anak, eksploitasi anak, perdagangan anak, pembiaran terhadap pelecehan seksual terhadap anak, bahkan kematian anak yang dirahasiakan. 

Saat ini polisi sudah menahan pengelola panti Rizki Khairunnisa. Sementara dari 29 anak yang ada, sebagaian dikembalikan ke keluarganya, 11 dipindahkan kepanti asuhan lain, yakni Panti Permate Batam dan 2 orang dipindahkan ke panti rehabilitasi untuk mendapat perawatan khusus guna memperbaiki prilaku seksualnya.

"Namun fakta mengejutkan kembali terjadi, meski sudah berpindah ke tempat, anak-anak itu kembali melakukan aktifitas seksual sodomi, kali ini tidak hanya dilakukan sesama mereka, tetapi juga kepada penghuni Panti Permate," katanya.

Akibatnya,  dari 11 orang yang dipindahkan, tiga orang anak akhirnya harus terpaksa dikirim ke  panti rehabilitasi khusus, untuk mendapatkan pendampingan dan bimbingan psikologi guna memperbaiki penyimpangan prilaku seksual mereka.

"Tentu saja tidak semua panti asuhan di Batam memperlakukan anak asuh mereka mereka dengan buruk, namun dari kejadian ini banyak pihak menyimpulkan bahwa salah satu penyebab adalah kurangnya pengawasan dari pemerintah daerah," katanya.

Ke depan, lanjutnya, untuk mencegah hal itu terulang kembali, pemerintah perlu membuat regulasi yang ketat atas keberadaan panti yang belum mendapat ijin dan tidak memenuhi syarat baik pada level pusat maupaun daerah.

Terhadap panti asuhan yang sudah mendapat ijin, perlu didorong agar mereka dapat meningkatkan standar asuh anak sesuai proses akreditasi yang ditetapkan pemerintah. 

Di samping itu intensitas pembinaan dan pengawasan yang berkelanjutan harus dilakukan oleh semua pemangku kepentingan secara singkron dan terpadu, baik dipusat maupu daerah.

Diharapkan juga para pemangku kepentingan perlu mendorong kepedulian masyarakat terhadap pencegahan kekerasan terhadap anak, baik kepedulian terhadap anak dipanti asuhan maupun dilingkungan dimana mereka tinggal. 

Untuk di provinsi Kepri sendiri sudah membangun dan menyediakan tempat perlindungan sementara bagi perempuan dan Anak Korban Tindak kekerasan yang diberi nama 'Rumah Singgah Engku Puteri'

Peraturan Daerah Tentang perlindungan Anak juga sudah diterbitkan, termasuk Membentuk Tim Konseling dan Pendampingan Anak Korban Tindak Kekerasan.

Selain itu, membentuk Tim Gugus Tugas Penghapusan Tindak Pidana Perdagangan Perempuan dan Anak. Pemerintah Kepulauan Riau juga telah membentuk Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A). 

Editor: Surya