Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Waspada! Indonesia Target ISIS Setelah Paris
Oleh : Redaksi
Senin | 23-11-2015 | 09:34 WIB
bendera_isis_by_bbc.jpg Honda-Batam
Polisi menemukan bendera ISIS dari rumah kelompok jaringan radikal. (Foto: BBC)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Pasca-serangan di Paris, beberapa negara disebut oleh kelompok hacker Anynymous akan menjadi target serangan ISIS berikutnya, dan Indonesia masuk dalam daftar. Pengamat meragukan klaim tersebut, meski polisi tetap waspada.

Acara komunitas One Day One Juz yang berlangsung pada Minggu (22/11) di Karawang disebut menjadi target serangan ISIS berikutnya setelah Paris. Tetapi jam 12 siang, saat acara yang dihadiri oleh 100 orang tersebut selesai, serangan tak terjadi.

Adityo, dari Divisi Promosi dan Humas Komunitas One Day One Juz, mengatakan, "awalnya begitu kita tahu dari hacker tersebut, langsung kita koordinasi dengan Badan Intelkam Mabes Polri, kita diarahkan ke polisi di Karawang, kurang lebih satu peleton kepolisian (pengamanannya). Acara tersebut aman sampai akhir, nggak ada kejadian apa-apa seperti yang diancamkan tersebut," katanya.

Terlepas dari ancaman tersebut, pengamat terorisme Taufik Andrie mengatakan, dia belum melihat adanya alasan kuat Indonesia menjadi target serangan ISIS berikutnya setelah Paris.

Secara statistik, menurutnya, kemungkinannya kecil ketimbang negara-negara Eropa yang sedang terjadi lalu lintas pengungsi. Di Indonesia, sejauh ini, Taufik belum melihat adanya 'aktor' pejuang Indonesia yang sudah pulang dari Suriah.

Mereka yang sudah pulang, menurutnya, "lagi tiarap, lay low, tidak melakukan gerakan karena aparat hukum di Indonesia cukup waspada terhadap kemungkinan kembalinya Indonesian fighter."

Fokus mereka yang kembali, kata Taufik, bukan untuk merencanakan serangan tapi lebih dialihkan ke berdakwah, proses pengumpulan dana, rekrutmen, serta pengiriman personel ke Suriah.

Pengadilan negeri Jakarta Barat menyidangkan sejumlah warga Indonesia yang diduga sebagai simpatisan atau anggota ISIS.
Meski eksponen Indonesia di Suriah, Salim Mubarok Attamimi atau Abu Jandal "sudah dua, tiga kali" membuat video yang bernada mengancam pemerintah Indonesia, termasuk membebaskan tahanan di Nusa Kambangan.

Namun karena sampai sekarang itu belum terjadi, maka menurut Taufik, "di tengah kemungkinan serangan, potensi itu ada, tapi dalam implementasinya, saya meragukan. Dalam kacamata threat, belum kelihatan aktornya."

Di masa lalu, kata Taufik, selalu ada fatwa-fatwa petinggi ISIS untuk menyerang musuh-musuh ISIS di manapun berada, namun belum ada catatan kelompok ISIS melakukan serangan di Indonesia dalam 3 tahun terakhir.

Menurut Taufik, di Indonesia, kelompok-kelompok yang pro-ISIS sebagian besar didominasi oleh orang-orang yang masih berada dalam penjara. Sedangkan sebagian besar yang pro-ISIS namun berada di luar penjara, lebih memilih untuk pergi ke Suriah.

Taufik melihat ada perubahan pola rekrutmen terhadap simpatisan ISIS. Menurutnya, pendukung ISIS di Indonesia masih dalam fase bergerak secara klandestin.

Di tingkat rekrutmen, pada 2013 lalu, mereka lebih aktif di tempat publik, melakukan tabligh akbar, bedah buku, diskusi publik, dan dakwah terbuka, sehingga banyak simpatisan, banyak sumbangan dana, banyak yang tertarik, baik sebagai aktivis kemanusiaan atau fighter.

Tapi tahun-tahun ini, ketika mulai aktif penangkapan oleh aparat hukum, Taufik melihat simpatisan ini lebih banyak bekerja di bawah tanah, baik dari sisi pengumpulan dana maupun pengiriman personel.

"Mereka lebih berhati-hati, lebih ingin bertempur secara langsung di medan jihad yang menurut mereka legitimate, yaitu, Suriah. Indonesia bukan medan jihad yang pas, tepat. Fokus dan concern lebih pada sebanyak mungkin mengirim ke Suriah," ujar Taifik.

Juru bicara Mabes Polri Anton Charliyan mengatakan bahwa polisi kini mengawasi antara 46-49 orang warga negara Indonesia yang sudah kembali dari Suriah.

Ketika ditanya, apakah polisi sudah meminta keterangan mereka, Anton menjawab, "Ada beberapa orang (yang) dimintai keterangan, tapi kalau tidak berbuat? Belum tentu mereka yang dari sana juga berbuat, tapi ada pengawasan khusus yang tidak bisa kita sebutkan di sini."

Anton juga tak menyebut berapa personel yang diturunkan polisi untuk mengawasi mereka. Dia mengatakan, "Di setiap tempat kan ada jaringan-jaringan daripada Densus kita, ada juga Resmob untuk mengawasi mereka, baik secara fisik maupun elektronik. (Secara fisik) pergerakan mereka kita pantau terus. (Secara) elektronik, komunikasi lain-lain kalau bisa kita pantau, karena mereka sekarang sudah pandai, jarang menggunakan komunikasi (elektronik), tapi ada juga yang menggunakan. Kita lihat sekarang mereka bekerja di mana, suka berkumpul di mana, kan ada perkumpulan-perkumpulan khususnya."

Dalam pantauan polisi, sementara ini, kebanyakan mereka yang kembali mengajak WNI untuk berjuang di Suriah. Selain itu, ada kelompok khusus yang bergabung dengan jaringan Santoso di Poso.

Menurut Anton, "Pusatnya yang kita pantau sekarang ini yang di Poso." Polisi, kata Anton, kini melakukan peningkatan pengamanan di kedutaan besar, konsuler, rumah makan, dan hotel yang terkait dengan negara-negara yang terlibat perang di Suriah.

Editor: Dardani