Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Gara-gara Persoalan Listrik, Investasi di Bintan dan Karimun Alami Kemunduran
Oleh : Surya
Senin | 23-11-2015 | 08:52 WIB
Djasarmen_purbA.jpg Honda-Batam
Anggota Komite II DPD R Djasarmen Purba asal Provinsi Kepulauan Riau

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Anggota Komite II DPD RI Djasarmen Purba mengatakan, Pulau Bintan dan Karimun telah ditetapkan sebagai kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas melalui PP 47 Tahun 2009 dan PP 48 Tahun 2009. Namun, perkembangan kedua kawasan tersebut tidak cukup mengembirakan sama sekali.

Bahkan, Bintan melalui kawasan BIIE (Bintan International Industrial  Estate) justru tampak mengalami kemunduran dari segi tenant dan volume ekspor, terutama komoditi konveksi atau barang sandang jadi yang sebelumnya menjadi primadona.

Sementara Karimun dalam beberapa tahun terakhir belum mampu mendatangkan investor yang baru. Hingga saat ini hanya terpaku pada 3 investasi besar seperti Sinopec, Saipem dan Oiltacking yang sudah lama beroperasi. 

"Salah satu kendala yang dihadapi Karimun dan Bintan menghadirkan Investor di kawasan tersebut yakni kurangnya pasokan tenaga listrik," kata Djasarmen.

Dalam laporan kegiatan di daerah pemilihan di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) pada 30 Oktober-15 Nopember 2015 lalu, Djasarmen mengungkapkan, sampai saat ini pengadaan listrik di kawasan-kawasan industri di Bintan dan Karimun masih bersumber dari pembangkit tenaga listrik yang berasal dari sumber generator primer dan mandiri yang dimiliki oleh perusahaan/kawasan industri yang ada. 

"Keberadaan pembangkit listrik sendiri tersebut menjadi beban biaya tersendiri bagi perusahaan-perusahaan yang akan berinvestasi di Karimun dan Bintan. Padahal ketersediaan infrastruktur dasar seperti lahan, listrik, telekomunikasi , gas, air dan jalan, merupakan syarat utama dan mutlak untuk mendatang investor," katanya.

Khusus untuk ketersediaan tenaga listrik yang terjangkau dan murah, kata Djaasrmmen, sesungguhnya ini tidak perlu terjadi di kawasan Bintan dan Karimun, mengingat sesuai kesepakatan APG (Asean Power Grit) atau Trakta sambungan listrik Asean, mestinya ketersediaan tenaga listrik di kawasan Kepulauan Riau,  tidak perlu menjadi kendala lagi. 

"Sesuai kesepakatan APG  semestinya Batam menjadi pusat pembangunan Generator pembangkit tenaga listrik untuk kebutuhan seluruh ASEAN, baik yang berbasis bahan bakar batu bara maupun bahan bakar Gas (BBG)," kata Senator asal Kepri ini.

Itu artinya, menurut Djasarmen, Batam jadi pusat penyedia tenaga listrik ASEAN, bukan Kepulauan Riau semata. 

"Tentunya hal ini menjadi tanda tanya besar bagi masyarakat di Kepri, terlebih bagi investor, mengapa Bintan dan Karimun masih mengalami kendala dalam hal penyediaan Tenaga Listrik," katanya.

Editor: Surya