Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Illegal Fishing di Kepri Sulit Diberantas, karena sudah Persoalan Turun-temurun
Oleh : Surya
Kamis | 19-11-2015 | 12:54 WIB
nabil3.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Senator Muhammad Nabil, Anggota Komite I DPD rdari Provinsi Kepulauan Riau

BATAMTODAY.COM, Jakarta-Permasalahan Illegal Fishing di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) merupakan permasalahan turun temurun yang sulit diberantas, khususnya di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Kepulauan Anambas.


Sebab, kedua kabupaten itu berbatasan langsung dengan wilayah Laut China Selatan dan beberapa negara tetangga.

"Illegal fishing di Kepri itu permasalahan turun temurun, sampai sekarang sulit diberantas karena berbatsaan dengan Laut China Selatan. Sudah dari dulu kapal-kapal nelayan asing dari Thailand, Vietnam, Malaysia dan Kamboja hilir mudik mencuri ikan dan kekayaan laut lainnya di Indonesia," kata Senator Muhammad Nabil, Anggota Komite I DPD RI di Jakarta.

Dalam laporan kegiatan di daerah pemilihan Provinsi Kepri pada 30 Oktober-15 Nopember 2015, Nabil mengatakan, mereka tidak hanya mencuri di zona perbatasan negara, namun sudah biasa di wilayah sekitaran pulau yang dihuni masyarakat  setempat.

"Walaupun sekarang semangat menggebu dan komitmen Menteri Kelautan dan Perikanan yang baru Ibu Susi Pudjiastuti untuk membasmi illegal fishing di seluruh wilayah laut Indonesia, namun hal itu bukanlah mudah karena diperlukan tekad dan kemauman bersama semua pihak terkait," katanya.

Menurutnya, masyarakat Kepri sangat berharap pemerintah pusat konsisten melakukan operasi intensif melalui pihak DKP pusat dan daerah yang bekerjasama dengan TNI Angkatan Laut untuk menekan kegiatan illegal fishing di wilayah perairan Provinsi Kepri.

"Mayoritas penduduk daerah ini menggantungkan kehidupannya dari hasil tangkapan ikan dan kekayaan biota laut lainnya. Pemerintah juga disarankan memberi hukuman yang berat bagi pihak-pihak yang mengkhianati nelayan dengan berpihak," katanya.

Tidak tepat guna
Sementara itu, terkait kebijakan pemerintah pusat sesuai amanat UU Nomor 45 tahun 2009 atas perubahan UU Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan yang salah satunya pemindahkan kewenangan kebijakan dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) kabupaten/kota  ke DKP provinsi, kata Nabil, menyulitkan masyarakat dalam proses pelayanan perizinan dan lain-lain.

"Provinsi Kepulauan Riau, sebagian besar (96%) daerahnya terdiri dari lautan yang membentang luas, rentang kendali yang begitu jauh dan menantang sangat menjadi kendala bagi para nelayan dalam proses kepengurusan dokumen dan lain-lain apabila harus dilakukan di ibukota provinsi," katanya.

Karena itu, permintaan masyarakat nelayan agar kewenangn itu hendaknya dikembalikan lagi kepada DKP kabupaten/kota seperti semula.

Sebab, selama ini bantuan dari pemerintah pusat sering tidak tepat guna dan tidak tepat sasaran. Hal ini disebabkan tidak akuratnya klasifikasi menurut kebutuhan daerah tersebut, karena selalu disamakan dan diseragamkan antara kebutuhan masyarakat di Pulau Jawa atau Pulau Sumatera yang berkarakter daratan dengan kebutuhan masyarakat di kepulauan-kepulauan pesisir yang mayoritas wilayahnya lautan.

Sehingga banyak bantuan pemerintah pusat yang bersumber dari uang rakyat (APBN) tersebut  menjadi sia-sia.

"Kedepan, para nelayan meminta agar bantuan yang diberikan oleh pemerintah pusat sebaiknya dalam bentuk anggaran saja melalui DKP provinsi dan DKP kabupaten/kota, sehingga masyarakat nelayan benar-benar bisa memanfaatkan bantuan pemerintah tersebut untuk membeli kebutuhan yang diperlukan " katanya.

Editor: Surya