Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Ini Transkrip 'Pencatutan' Nama Jokowi dan Sosok Pengungkapnya
Oleh : Redaksi
Selasa | 17-11-2015 | 17:10 WIB
maroef-sjamsoeddin.jpg Honda-Batam
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin. (Foto: Ist)

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Menteri Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) Sudirman Said akhirnya melaporkan politikus Senayan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), Selasa (17/11/2015).  Dia datang ke Gedung DPR untuk melaporkan dugaan praktik pencatutan nama Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla terkait perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia.


Saat bertemu MKD, Sudirman Said juga menyerahkan transkrip rekaman pembicaraan antara politikus berinisial SN dengan petinggi PT Freeport MS serta pengusaha inisial R. Kemudian, transkrip yang diduga dilaporkan oleh Sudirman Said itu beredar di kalangan wartawan.

Sebelumnya, media nasional memberitakan pertemuan antara Ketua DPR RI Setya Novanto dengan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin. Pertemuan itu  membahas rencana perpanjangan kontrak Freeport. Maroef Sjamsoeddin adalah sosok di balik terungkapnya "pencatutan" nama Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla.

Marsekal Muda (Purn) Maroef Sjamsoeddin adalah purnawirawan TNI AU dari Korps Pasukan Khas yang lulus dari Akademi Angkatan Udara tahun 1980. Setelah pensiun dari militer pada 7 Januari 2015, ia menjadi Presiden Direktur Freeport Indonesia menggantikan Rozik B Soetjipto.

Maroef pernah menjabat sebagai Komandan Skadron 465 Paskhas, Atase Pertahanan RI untuk Brasil, Direktur Kontra Separatis BIN, Sahli Hankam BIN dan Wakil Kepala BIN selama periode 2011-2014. 

Berikut ini transkrip yang beredar ke publik itu. 

SN: Waktu Pak Luhut di Solo...Pak Luhut lagi disibukkan habis Jumat itu. Kalau bisa tuntas, minggu depan sudah bisa diharapkan. Itu yang sekarang sudah bekerja.

MS: Coba ditinjau lagi fisibilities-nya pak. Kalau nggak salah Freeport itu off-taker.

R: Saran saya jangan off-taker dulu, kalau off-taker itu akan.....

MS: Keterkaitan off taker itu darimana pak?

R:..... (suara tidak jelas)

MS: Bapak juga nanti baru bisa bangun setelah kita kasih purchasing garanty lho Pak. Purcashing garanty-nya dari kita lho pak.

R: PLTA-nya

R: Kalau off taker itu.....

Oke deh Kalau Freeport ngga usah ikut

MS: Ini yang Pak R pernah sampaikan ke Dharmawangsa itu?

R:....(tidak jelas)

MS: Oh kalau komitmen, Freeport selalu komitmen. Untuk smelter, Desember kita akan taruh 700 ribu dollar. Tanpa kepastian lho pak. Karena kalau kita ngga tahu, kita ngga komit. Sorry 700 juta dollar.

SN: Presiden Jokowi itu dia sudah setuju di sana di Gresik tapi pada pada ujung-ujungnya di Papua. Waktu saya ngadep itu, saya langsung tahu ceritanya ini waktu rapat itu terjadi sama Darmo...Presiden itu ada yang mohon maaf ya, ada yang dipikirkan ke depan, ada tiga....(kurang jelas). Tapi kalau itu pengalaman-pengalaman kita, pengalaman-pengalaman presiden itu, rata-rata 99 persen gol semua. Ada keputusan-keputusan lain yang digarap, bermain kita Makanya itu, Reza tahu Darmo, dimainkan habis-habisan, selain belok.

MS: Delobies...Repot kalau meleset komitmen...30 persen. 9,36 yang pegang BUMN.

SN: Kalau ngga salah, Pak Luhut itu bicara dengan Jimbob. Pak Luhut itu sudah ada yang mau diomong.

SN: Saya ketemu menteri ESDM Surabaya beliau bilang ada tiga hal. Satu, penerimaan itu minta ditingkatkan. Kedua adalah privatisasi dari 30 minta 51 persen, mana mungkin. Ketiga adalah pembangunan smalter. Presiden mengatakan kepada saya, saya nggak sependapat pak ketua, karena kita menerima....tapi kita mengeluarkan dana di Papua saja untuk Otsus 35 triliun. Kita sudah dibantu juga CSR, tapi tidak cukup pak ketua. kita besar sekali. Dua smalter kalau di sana lebih lama waktunya. Jadi kalau lihat itu di Gresik ada smelter kecil terus di sana....kita harus paksa untuk percepat pembangunan smalter. Yang ketiga itu masalah penyerahan seal saham dari 30 persen minta 51 persen. Daerah yang sudah 250 ribu hektar itu sudah juga nanti diperbaiki kabupaten yang lain. Pas saya makan, Presiden samperin saya. Pak Luhut mau bicara. Pak Luhut mau memberikan pendapat, terus saya segera ngobrol-ngobrol. Sekarang yang jadi pertanyaan adalah dimana.....setelah saya pulang....Si Darmo dengan si Ridwan ..... (tidak jelas) diekspos

R : Si Ridwan (?), perlu ketemu itu.

Ms : OK saya sudah baca.

R : ........ (rekaman tidak jelas)

Ms : PLTA? yang mau memiliki sahamnya siapa?

R : Nomininya Pak....dari Pak Luhut.

Ms : Dari pak Luhut?

R: Saham itu juga memang kemauannya Pak Luhut gitu, cari referensi freeport dari pengusaha seperti yang dulu dilakukan oleh kita kepada pengusaha.

Pak  Luhut itu pernah bicara sama Jim Bob di .....

Sn : ini.....di Amerika.

R : di Amerika

R : kalau itu bisa diolah rahasia kita berempat saja.

SN: Jadi kalau pembicaraan Pak Luhut dan Jim di Santiago, 4 tahun yang lampau itu, dari 30 % itu 10 % dibayar pakai deviden.... Ini menjadi perdebatan sehingga mengganggu konstalasi....Ini begitu masalah cawe-cawe itu presiden ngga suka, Pak Luhut dikerjain kan begitu kan...Nah sekarang kita tahu kondisinya...Saya yakin juga karena presiden kasih kode begitu berkali-kali segala urusan yang kita titipkan ke presiden selalu kita bertiga, saya, pak Luhut, dan Presiden setuju sudah. Saya ketemu presiden cocok. Artinya dilindungi keberhasilan semua ya. Tapi belum tentu kita dikuasai menteri-menteri Pak yang begini-begini.

R: Freeport jalan, bapak itu happy, kita ikut happy. Kumpul-kumpul/kita golf, kita beli private jet yang bagus dan representatif.

MS: Tapi saya yakin Pak, Freeport pasti jalan.

SN: Jadi kita harus banyak akal. Kita harus jeli, kuncinya ada pada Pak Luhut dan saya.

Ms: Terima kasih waktunya pak.

R: Jadi follow up gimana? Nanti saya bicara Pak Luhut jadi kapan. Terus Oke lalu kita ketemu. Iya kan?

SN: Kalau mau cari Pak Luhut harus cepet, kasih tanggung jawab enggak. Gimana sukses, kita cari akal.

Editor: Dardani