Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Djasarmen Minta Pemerintah Jamin Pemeluk Agama Jalankan Peribadatannya masing-masing
Oleh : Surya
Senin | 20-10-2015 | 11:58 WIB

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Negara harus menjamin UUD 1945 menempati superioritas hukum tertinggi di NKRI,  karena telah memberi jaminan kepada seluruh warga negara dan pemeluk agama untuk secara bebas menganut dan menjalankan peribadatannya sesuai ajarannya masing-masing.


Hal itu disampaikan Senator Djasarmen Purba, Anggota DPD/MPR RI asal Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), saat melakukan sosialisi Empat Pilar di Seksi Pemuda Gereja Kriten Protestan Simalungun pada Rabu, 23 September 2015 lalu di Batam, Kepri.

"Pemerintah harus segera menginventarisir berbagai keputusan, rancangan dan peraturan daerah yang justru kontradiksi dan menegasi aturan diatasnya yang lebih tinggi, dalam hal ini yakni UUD 1945," kata Djasarmen.

Djasarmen berharap agar pemerintah segera mencabut surat keputusan bersama (SKB) 2 menteri dalam pendirian rumah Ibadah dan menganulir adanya apirasi RUU perlindungan beragama, karena sesuai amanat UUD 945 bahwa negara memberi kebebasan, bukan perlindungan kepada ummat beragama.

Mestinya pemerintah mengajukan RUU kebebasan beragama sebagai eksekusi dan juklak pelaksanaan dari UUD 1945 pasal 29. "Pemerintah semestinya mengambil langkah-angkah yang pasti berkaitan dengan berbagai konflik sosial dan pembakaran rumah ibadah terutama belakangan ini yang terjadi di Singkil Aceh," katanya.

Menurutnya, timbulnya persoalan bangsa akibat konflik beragama lebih diakibatkan karena  lunturnya nilai-nilai ke-Indonesiaan dalam diri masyarakat Indonesia. Seharusnya sikap mau menerima perbedaan dan keberagaman menjadi kunci jawaban bagi upaya membangkitkan nilai-nilai ke-Indonesiaan.

"Oleh karena itu pengembangan nilai-nilai yang terkandung dalam 4 pilar menjadi sangat diperlukan. Empat Pilar kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan pedoman perilaku bernegara bagi manusia Indonesia sebagai warga negara sekaligus sebagai pedoman dalam rangka pembentukan national character," katanya.

Pada kesempatan itu, Dony F Damanik dari Seksi Pemuda GKPS mempertanyakan sulitnya mendirikan rumah ibadah, terutama gereja.  Sementara untuk rumah ibadah yang lainya terkesan tidak bermasalah bahkan seolah lebih mudah mendirikan tempat hiburan semi negatif seperti PUB, BAR, Discoutique, bahkan panti pijat.

Menanggapi pertanyaan ini, Djasarmen mengatakan, secara umum bahwa pendirian sebuah bangunan harus tetap mengacu kepada izin peraturan daerah yang disebut sebagai IMB, baik menyangkut fatwa dan PL ke BP Batam dan IMB ke Pemko Batam. "Hal ini berlaku secara menyeluruh tanpa terkecualai," katanya.

Khusus mengenai pendirian rumah ibadah, kata Djasarmen, memang ada ketentuan SKB 2 Menteri yang beberapa pokok keputusannya secara efektif bertolak belakang dengan upaya pendirian rumah ibadah disembarang lingkungan.

Saat ini tokoh-tokoh Kristen sedang berupaya untuk  ketentuan SKB 2 Menteri tersebut. Pengrusakan bangunan yang melibatkan korban jiwa seperti yang terjadu di Aceh Singkil, tentunya secara yuridis memiliki porsi tuntutan tersendiri yang harus ditegakkan oleh  pemerintah layaknya sebagai negara HUKUM (rechtstaat).

"Karena NKRI bukan negara kekuasaan (machststaat). Sehingga Hukum harus segera dan selalu ditegakkan, dalam hal ini UU Pidana UMUM dan UU Kamtibmas. Seluruh pelaku harus ditindak secara hukum terutama aktor utama dan otak perencana, baik personal maupun institusi yang mendalangi kerusuhan di  singkil Aceh sehingga sifatnya berdampak sistemik dan massif seperti yang terjadi saat ini," tegas Djsarmen.

Sedangkan Firdo Purba, Anggota GKPS lainnya mempertanyakan soal masyarakat kecil selalu dirugikan apabila terjadi permasalahan hukum dan kelompok penguasa selalu yang dimenangkan.

Djasarmen menegaskan, NKRI adalah negara hukum yang membawa konsekuensi seluruh warga negara wajib tunduk pada hukum yang berlaku. Pasal 27 UUD 1945 itu,  merupakan jaminan bahwa hukum berlaku untuk semua warga negara Indonesia tanpa terkecuali.

Kasus-kasus yang disebutkan tadi lebih cenderung pada lemahnya penegakan hukum di Indonesia, yang seharusnya dilakukan  reformasi di bidang hukum oleh pemerintah. Yakni diperlukan adanya aparat penegak hukum yang handal dan tangguh dalam mengemban kewajiban dan tugas negara yang dibebankan kepadanya.

"Tak hanya itu saja, masyarakat Indonesia sebagai warga negara yang juga mempunyai kewajiban dalam menjunjung tinggi hukum harus memahami dan mengetahui segala ketentuan perundangan yang berlaku, sehingga dengan sendirinya akan terbentuk masyarakat yang melek hukum dan sadar hukum," kata Anggota Komite II DPD RI ini.

Editor: Surya