Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Saatnya Semua Elemen Bersatu Waspadai Paham Radikal
Oleh : Opini
Senin | 20-10-2015 | 11:46 WIB

Oleh: Zakiy Zakaria*

RADIKALISME merupakan  paham yang dibuat oleh sekelompok orang yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik secara drastis dengan menggunakan cara-cara kekerasan dan  cenderung dilakukan dengan teror.  Radikalisasi bukan suatu proses yang instan dan sederhana. Proses itu sangat kompleks dari proses pengenalan, identifikasi diri, indoktrinasi, radikalisasi, hingga tindakan teror.

Dulu keseluruhan proses itu bisa dikatakan sebagai mata rantai dari proses radikalisasi ke arah tindakan terorisme melalui jaringan dan sel tertutup.   Dulu instrumen radikalisme dapat diidentifikasi melalui berbagai tempat seperti tempat pendidikan, rumah ibadah, atau tempat rentan lain yang mudah dijangkau. Tetapi seiring berjalannya waktu, saat ini kehadiran media sosial seakan membuka ruang tertutup itu menjadi terbuka. Semua kalangan bisa dengan mudah mengakses situs radikal, bertatap muka secara online, hingga memungkinkan proses radikalisasi berlangsung di dunia maya.

Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Agus Surya Bakti, menyatakan  terorisme merupakan kejahatan transnasional yang tidak kenal batas negara. Hubungan kuat antara jaringan teroris di dalam dan di luar negeri menempatkan terorisme sebagai persoalan kompleks yang membutuhkan penanganan komprehensif dan integratif antar lini.

Empat tahun ke belakang, pemerintah telah berupaya dengan maksimal dalam memutus mata rantai jaringan tersebut. Sejauh ini upaya tersebut sudah mampu melokalisasi kekuatan dalam negeri dengan jaringan internasional. Meski demikian, seiring perkembangan zaman, perubahan lingkungan strategis baik skala nasional maupun internasional serta kemajuan teknologi dan informasi yang begitu cepat membuat pola dinamika terorisme pun berubah.   Motif dan modusnya mengalami ‘modifikasi’ sedemikian rupa. Sekarang ini kelompok radikal terorisme memanfaatkan kecanggihan teknologi dalam menebar propagandanya, dengan menggunakan internet.

Ayman al-Zawahiri, pemimpin Al-Qaeda pengganti Osama, pada tahun 2005 menuliskan pesan kepada pimpinan Al-Qaeda di Irak (AQI), Abu Musab al-Zarqawi: ”Kita sedang dalam peperangan dan separuh lebih dari peperangan itu terjadi di media. Kita sedang dalam peperangan media demi merebut hati dan pikiran umat kita”.

Pola transnasional terorisme justru  semakin menemukan momentumnya ketika teknologi informasi seperti internet menjadi alat komunikasi populer di tengah masyarakat, sehingga ancaman terorisme menjadi meningkat drastis karena teknologi dan informasi menyebabkan batas  negara menjadi semakin sempit, dapat dengan mudah diakses.  Selain website, media sosial juga telah menjadi alat cukup efektif bagi kelompok radikal terorisme sebagai instrumen propaganda, pembangunan jaringan, dan rekrutmen keanggotaan yang bersifat lintas batas negara.

Pertemanan online antarnegara bahkan dapat mengajak seseorang untuk bergabung dalam jaringan teroris. Radikalisasi tidak lagi membutuhkan tempat dan ruang rahasia dan tertutup. Proses seseorang menjadi radikal dapat terjadi di ruang belajar, kamar tidur, ruang sekolah, dan ruang lain yang memungkinkan seorang mengakses situs dan media sosial kelompok radikal. 

Ketua Kajian Timur Tengah dan Islam Pascasarjana Universitas Indonesia, Muhammad Luthfi Zuhdi, mengatakan organisasi keagamaan di Indonesia seperti Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah diharapkan terus berpartisipasi aktif mencegah penyebaran paham kekerasan serta terorisme. Kalau NU dan Muhammadiyah tetap berada di jalur yang benar mengusung civil society yang disarikan dari nilai-nilai Pancasila, paham kekerasan dan terorisme akan kesulitan bergerak di Indonesia. 

Indonesia beruntung karena memiliki Pancasila sebagai dasar negara dan Ideologi, yang merupakan kunci menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari ancaman paham kekerasan dan terorisme. Banyak negara yang iri dengan Indonesia karena stabilitasnya luar biasa, meski di dalam negeri masih banyak permasalahan, tetapi itu semua dapat diatasi  karena adanya pengamalan Pancasila.

Mantan anggota teroris yang kini  menjadi aktivis antiterorisme, Ali Fauzi Manzi, menilai Indonesia memiliki 'senjata' yang ampuh dalam menangkal terorisme. Yaitu toleransi antarumat beragama. Para pelaku kekerasan dan terorisme menyerang melalui ideologi dan agama. Artinya, bila ideologi Pancasila dan pemahaman agama semakin kuat, otomatis propaganda kekerasan hilang,terutama IS (ISIS), yang akan mental dengan sendirinya,” Oleh karena mendukungnya upaya penguatan Pancasila dan pemahaman agama, terutama dalam mengantisipasi propaganda IS yang semakin mengglobal.

Keterpengaruhan melalui media online memang tidak bisa dijadikan variabel tunggal yang menentukan sikap radikal seseorang. Metode konvensional propaganda dan perekrutan jaringan terorisme harus tetap diwaspadai. Namun, propaganda terorisme melalui media online tidak bisa dianggap remeh. Melalui media online perubahan pola propaganda terorisme berlangsung lebih masif dan terbuka. Arus radikalisme gaya baru ini tentu saja menjadi tantangan yang baru bagi pemerintah dan masyarakat secara umum.

Dalam beberapa tahun terakhir, untuk  membendung paham radikal di tengah masyarakat, pemerintah melibatkan semua komponen meliputi tokoh ulama, tokoh pendidikan, tokoh pemuda, tokoh masyarakat, dan lain-lain. Mereka  bersama-sama  mengampanyekan wawasan kebangsaan dan keagamaan yang moderat di semua sektor.

Program pencegahan itu banyak diakui telah mampu membendung derasnya arus radikalisme yang kencang beredar di tengah masyarakat khususnya pasca reformasi. Indikator keberhasilan yang bisa dilihat bahwa masyarakat telah menjadikan terorisme sebagai musuh bersama dan ancaman bagi keutuhan bangsa.  Semangat yang sama dan kekuatan bersama yang telah terbangun selama ini harus tetap solid dalam bingkai strategi baru dalam menghadapi ancaman terorisme di dunia maya.

Kami berharap seluruh kekuatan pemerintah dan stake holder lainnya, masyarakat sipil serta media massa  mampu membentuk gerakan sinergis dalam mencegah dan membendung radikalisme dan terorisme di dunia maya. Program pencegahan terhadap terorisme perlu dicanangkan dan dilakukan secara berkala serta didukung semua komponen sehingga mampu mengatasi berbagai permasalahan tersebut dalam menjaga stabilitas keamanan di wilayah NKRI. 

*) Penulis adalah pemerhati masalah ideologi dan sosial