Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Peran Buruh dan Pertumbuhan Ekonomi
Oleh : Opini
Kamis | 01-10-2015 | 11:44 WIB

Oleh: Herni Susanti*

PERTUMBUHAN ekonomi merupakan fenomena penting yang dialami dua abad sekarang ini. Disamping itu juga merupakan masalah dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu tujuan trilogi pembangunan yang harus dipenuhi sebagai landasan pembangunan yang diukur dengan berkembangnya produk barang dan jasa. Pembangunan ekonomi setidaknya memiliki 3 dimensi pokok yaitu terciptanya pertumbuhan ekonomi, penanggulangan kemiskinan dan traformasi struktural perekonomian.

Menghadapi MEA ada beberapa hal tantangan yaitu pengangguran menunjukan angka kenaikan yang relatif tinggi, hal ini erat kaitanya dengan persiapan Indonesia mengahdapi MEA yang telah disepakati bersama untuk diimplementasikan tahun 2015. Indonesia yang mayoritas penduduknya 60% bekerja di sektor pertanian serta sebagian lainya berprofesi sebagai buruh manufaktur membuat Indonesia menghadapi tantangan berat ketika MEA diterapkan.

Di sisi lain, dalam upaya pembangunan ketenagakerjaan, pemerintah menetapkan kebijakan dan menyusun perencanaan tenaga kerja secara berkesinambungan meliputi perencanaan makro dan mikro. Pelatihan kerja diarahkan untuk membekali para calon tenaga kerja agar memiliki skil dan kemampuan sesuai kebutuhan, pelatihan ini dilakukan oleh BLK disejumlah daerah. Pembekalan dan pelatihan yang dilakukan oleh BLK pada dasarnya adalah untuk meningkatkan kemampuan calon pekerja dan para pekerja agar proses produksi dapat ditingkatkan. Buruh memiliki peran penting didalam mendorong pertumbuhan ekonomi baik secara lokal maupun nasiona.

Penyebab Aksi Buruh
Adanya aksi buruh yang terjadi dibeberapa daerah Indonesia disebabkan perusahaan tidak bisa memberikan upah di bawah patokan Upah Minimum Kabupaten (UMK) atau Upah Minimum Regional (UMR). Kenakalan sejumlah perusahaan memberikan upah minim bisa berakibat fatal, yakni reaksi dari pekerja. Reaksi dari Pekerja ini sangat manusiawi, dipotret dari berbagai sudut pandang apapun, perhormatan atas keringat yang jatuh bagian dari moral-sosial. Kasus semacam ini (pemberian upah minim) sering ditemukan di kawasan lokal. Nasib para Pekerja terkatung-katung oleh pendapatan yang kurang rasional. Meskipun secara objektif, kesenjangan ini dilatarbelakangi oleh banyak hal.

Sementara itu, pemberian upah minim bisa saja karena memang pendapatan dari tempat usaha terbatas atau bisa saja karena kenakalan pemilik usaha. Jika penyebabnya karena kenakalan perusahaan, maka harus ada kebijakan yang mampu menjembatani kedua belah pihak. Intervensi pemerintah lewat kebijakan formal menjadi salah satu solusi menjaga dunia kerja di tanah air lebih harmonis, yakni dengan mengajak para pengusaha untuk bisa merealisasikan aturan ketenagakerjaan dengan konsisten. Jika etos kerja tinggi yang ditunjukkan oleh para buruh bisa mendapat apresiasi berarti dari pengusaha.

Para buruh tentu akan merasa sangat senang jika hasil usahanya bisa dihargai sesuai dengan ketentuan yang sudah ada. Pada sisi yang lain, pengusaha yang memiliki wilayah usaha di Indonesia sejatinya pribadi yang bisa mengayomi para pakerjanya. Pengusaha menginginkan usahanya berhasil sehingga keberhasilan yang dicapai memiliki efek positif bagi pertumbuhan perekonomian dan dunia usaha di Indonesia.

Keharmonisan Buruh dan Pengusaha
Pengusaha dan buruh (pekerja) dua komponen yang sangat dibutuhkan dalam proses pembangunan di Indonesia. Ketika kebijakan sudah akomodatif, maka antara pengusaha dan pekerja bisa lebih dinamis dan harmonis. Pekerja bisa menjalakan pekerjaannya dengan tenang, sementara para pengusaha bisa membuat konsep recana masa depan lebih nyaman. Ketika kondisi sudah tenang dan nyaman, maka stabiltas negara juga maksimal. Selain itu, harmonisasi pekerja-pengusaha pada prinsipnya akan menjadi benteng bagi ekosistem dunia kerja negara. Prinsip satu dan berselaras dalam komitmen dan pemikiran akan menjadi wahana multiwawasan. Ribuan buruh dan sederet perusahaan yang ada di Indonsia menjadi modal menyongsong transisi ekonomi.

Gaung pasar bebas dalam bingkai Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) merupakan pisau kritik dunia kerja tanah air. Inkonsistensi Pekerja-Pengusaha menjadi ancaman bagi penguatan potensi perekonomian negara. Sebab, ketidakharmonisan ekosistem dunia kerja menjadi peluang bagi pemodal asing meraup keuntungan. Hukum pasar bebas adalah kompetisi, dimana kompetisi bisnis tidak cukup mengandalkan kreatifitas barang. Akan tetapi jauh dari barangisasi ini, profesionalisme manusia pasar jauh lebih penting. Eskalasi dunia kerja di Indonesia yang terkadang bias kepentingan komunalitas harus dilawan.

Setidaknya, komitmen ini akan memperkuat basis perekonomian negeri ini dalam persaingan pasar internasional. Tindakan defensif dan prefentif menyongsong era MEA beberapa waktu ke depan kunci ketahanan perekonomian khas Indonesia. Potensi alam dengan kultur yang kaya tersebar hampir di semua kawasan Indonesia. Mulai dari Sabang hingga Merauke. Kesuburan tanah dan kekayaan luar biasa ini hanya akan dirasakan oleb masyarakat Pribumi. Penduduk yang berprofesi sebagai buruh dam Pengusaha bisa bahu membahu membangun komitmen memiliki sepenuh hati. Komitmen ini substansinya adalah pengejewantahan cinta terhadap tanah air (nasionalisme). Bangsa yang besar adalah bangsa yang merasa memiliki terhadap kekayaan yang ada di bumi negerinya.

Dampak Perselisihan
Perselisihan ini menimbulkan situasi yang tidak nyaman pada buruh dan juga pada pengusaha. Bagi buruh, tahapan penyelesaian sengketa yang dimulai dari perundingan Bipartit antara pekerja dengan pengusaha kemudian apabila gagal dilanjutkan dengan mediasi, konsiliasi atau arbitrase sudah cukup membuat letih secara fisik maupun psikis. 

Undangan aksi unjuk rasa dan kegiatan yang hampir selalu ada di hari kerja membuat jam kerja buruh terganggu, selain itu buruh juga memerlukan biaya untuk menghadiri berbagai kegiatan tersebut. Dari segi psikis, buruh juga pasti akan mendapat tekanan serius yang mengakibatkan konsentrasi terhadap pekerjaan maupun keluarga terganggu, bahkan tidak tertutup kemungkinan buruh menjadi sakit akibat tekanan tersebut. 

Bagi pengusaha, alasan utama menjalankan bisnis adalah mendapatkan keuntungan sehingga efisiensi biaya dan efektifitas penggunaan waktu adalah hal yang utama. Pada saat terjadi perselisihan dengan pekerja maka terdapat waktu yang terbuang karena harus menghadiri perundingan atau persidangan dan dari segi efisiensi tentu ini tidak bagus.

Sedangkan dari segi biaya maka perusahaan perlu menganggarkan sebagian biaya untuk operasional pengurusan perkara sampai dengan menyewa pengacara yang membutuhkan dana tidak sedikit. Melihat pada dampak dari perselisihan tersebut maka baik pekerja maupun pengusaha seharusnya melakukan berbagai upaya untuk membuat hubungan di antara keduanya berlangsung secara harmonis. Kalau upah tidak diberikan sesuai norma maka motivasi kerja buruh akan menurun, sebaliknya jika upah dan jaminan terpenuhi maka buruh akan termotivasi. 

*) Penulis adalah Pemerhati Masalah Nasional