Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Sukses Pilkada Serentak 2015, Hasilkan Pemimpin Berkelas
Oleh : Opini
Rabu | 30-09-2015 | 10:56 WIB

Oleh: Satria Antoni*

TANGGAL 9 Desember 2015, negara Indonesia akan menyelenggarakan pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara serentak bagian pertama, atau yang pertama kali dalam sejarah demokrasi di Indonesia. Tujuan dari Pilkada serentak dapat menghemat biaya operasional dan meminimalisir terjadinya konflik yang berkepanjangan. Sementara tujuan utama dari pemilihan kepala daerah adalah memperoleh pemimpin  ideal yang dapat membangun daerah dengan segala kemampuannya bukan karena banyaknya materi  ataupun kedekatan dengan partai penguasa di daerah.

Terpilihnya seseorang menjadi kepala daerah, acapkali  bukanlah kesesuaian atau harapan bagi masyarakatnya memperoleh pemimpin yang berkualitas. Banyak kepala daerah yang tidak baik track recordnya terpilih, hal ini dikarenakan kesuksesan menjabat kepala daerah tidak terlepas dari kehebatan tim suksesnya dalam menghadapi kontestasi Pilkada tersebut, mereka melakukannya dengan berbagai cara, seringkali dilakukan dengan melanggar aturan yang ada, sehingga ketika menjabat kepala daerah menjadi bermasalah dan tersandung kasus hukum.                

Pilkada serentak semestinya adalah pertarungan politik yang berwawasan kebangsaan yang menguntungkan rakyat. Politik berwawasan kebangsaan, adalah politik yang mementingkan rakyat, bukan politik yang mementingkan kelompok atau golongan atau bukan politik pragmatis dan transaksional. Untuk mewujudkankannya maka semua perangkat dalam penyelenggaraan Pilkada serentak bisa berfungsi secara optimal.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Manik mengatakan, Pilkada Serentak pada periode pertama tahun 2015 yang akan dilaksanakan 9 Desember nanti adalah ajang terbesar Pilkada yang digelar di Indonesia. Jumlah pemilih yang tercatat saat ini melampaui 50% dari jumlah daftar pemilih yang memberikan hak suaranya di Pemilihan Presiden 2014. Jumlah 269 daerah yang menggelar Pilkada pun telah melebihi 50% dari total 514 daerah di Indonesia. Ini merupakan sejarah, namun sekaligus jadi tantangan bagi kita.  Pemilihan 269 kepala dan wakil kepala daerah yang meliputi 9 pemilihan gubernur dan wakil gubernur, 224 pemilihan bupati dan wakil bupati, serta 36 pemilihan walikota dan wakil walikota.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, Pilkada serentak dilakukan bertahap. Yakni tahap pertama pada 9 Desember 2015, tahap kedua Februari 2017, tahap ketiga pada Juni 2018, tahap keempat tahun 2020, tahap kelima tahun 2022, dan tahap keenam  tahun 2023. Jika semua tahapan itu berjalan tanpa hambatan dan sesuai rencana, Pilkada serentak secara nasional baru bisa dilaksanakan pada tahun 2027.

Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Masykurudin Hafidz mengatakan, parpol harus menjamin pelaksanaan Pilkada serentak 2015 berlangsung demokratis. Sebab, apabila hal itu tidak dapat dilakukan maka parpol masih gagal dalam membangun keterbukaan pencalonan dan sangat alergi terhadap kekalahan dalam proses membangun kontrak politik dengan masyarakat pemilih. Kekhawatiran terhadap kekalahan, dan adanya satu pasangan calon, di Pilkada serentak ini adalah bukti nyata bagaimana parpol gagal dalam rekruitmen calon kepala daerah.

Hal ini menjadi bukti, baik calon maupun pengurus masih memandang parpol adalah kendaraan sewaan dalam proses Pilkada, sehingga belum memanfaatkan Pilkada sebagai proses keterbukaan publik, rekruitmen kader, pendidikan politik, membangun kontrak dan elektabilitas pemilih secara jangka panjang.‎  Aspek paling penting dalam Pilkada sejatinya adalah evaluasi menyeluruh terhadap pemerintahan sebelumnya dan membangun kontrak politik dengan calon kepala daerah untuk kepemimpinan berikutnya. Dengan demikian, Pilkada menjadi wilayah masyarakat pemilih untuk menentukan nasib daerahnya dengan di fasilitasi oleh partai politik dengan mengajukan calon yang paling berkualitas.

Kedewasaan berpolitik terutama dari parpol pengusung menjadi komponen penting untuk berhasilnya perhelatan penyelenggaraan pesta demokrasi ini. Kualitas Pilkada serentak tahun ini juga bisa kita telusuri dari rekam jejak  para pasangan calon yang ada.  Miris menyaksikan bahwa masih ada calon kepala daerah  yang sebelumnya pernah di penjara karena kasus korupsi, didaftarkan oleh parpol tertentu.

Secara konstitusional, memang yang bersangkutan masih memiliki hak untuk maju sebagai calon kepala daerah. Namun, pencalonan mantan terpidana korupsi menjadi bukti bahwa parpol yang mengajukan tidak memiliki kader yang lebih baik dari pada orang yang bersangkutan. Untuk apa parpol mengajukan calon yang memiliki rekam jejak yang buruk,  kalau parpol memiliki kader yang bagus. Sudah menjadi rahasia umum, kekuatan uang menjadi hal yang paling utama dalam urusan calon kepala daerah yang ikut di Pilkada. Apalagi, kita sering mendengar tentang ‘mahar’ yang harus diberikan seorang calon kepada parpol agar bisa maju dalam Pilkada.

Namun demikian, kedua hal yang berpengaruh besar (calon yang tidak berkualitas dan mahar)  terhadap kualitas Pilkada serentak tersebut sudah berlalu dan tidak  dapat  diganggu-gugat. Mereka telah maju bersaing dengan calon lainnya dan saat ini sudah masuk pada tahapan kampanye. Kini, tugas kita harus terus menjaga kualitas Pilkada 2015 terkait dengan pelaksanaannya. Pendidikan politik kepada masyarakat harus jalan, penyelenggara pemilu harus terus melakukan sosialisasi agar masyarakat pemilih dapat menggunakan haknya sesuai dengan hati nuraninya dan apabila memilih dapat melihat dari track record yang ada. Sosialisasikan bahaya terjadinya praktik politik uang yang seperti sudah menjadi budaya pada pilkada.

Kalau politik uang dalam Pilkada 2015 masih meraja-lela, berarti demokrasi kita tidak lebih berkualitas dari tahun-tahun sebelumnya, dan harapan untuk memilih pemimpin yang berkualitas tidak akan terjadi. Kita tidak boleh menutup mata, bahwa calon kepala daerah, parpol, dan juga rakyatnya senang dengan cara-cara main kotor, yang penting tujuan akhirnya tercapai, walaupun dilakukan dengan berbagai cara melanggar aturan.  

Penyelenggara pemilu dan pemangku kepentingan lainnya, di daerah yang menyelenggarakan Pilkada serentak, seyogyanya bekerja sesuai aturan dan tidak melakukan tindakan yang melanggar hukum. Masyarakat pemilih juga harus cerdas dalam menentukan pilihannya, jangan sampai dengan adanya politik uang, tidak dapat memiliki pemimpin yang berkualitas dan “tergadai” daerahnya 5 tahun kedepan. Dengan demikian harapan penyelenggaraan Pilkada serentak berlangsung dengan kondusif,  dengan menghasilkan pemimpin  berkualitas yang dapat membangun daerah bukan hanya khayalan saja tetapi sudah menjadi kenyataan.

*) Penulis adalah Pemerhati Pilkada/Masyarakat Peduli Pemilu