Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Hikmah dan Pelajaran dari Idul Qurban
Oleh : Opini
Kamis | 24-09-2015 | 15:09 WIB

Oleh: Deri Adlis, SHI*
 
BAGI seorang muslim, Idul Adha atau yang juga dinamakan Idul Qurban, merupakan salah satu anugerah terbesar dan terpenting yang Allah SWT berikan kepadanya. Ada beberapa alasan mendasar yang menunjukkan betapa penting momentum Idul Qurban bagi peningkatan kualitas diri seorang muslim, tidak hanya dalam hubungan dirinya kepada Allah tetapi juga berkait dengan hubungannya pada sesamanya. Bahkan lebih dari itu, Idul Adha juga menunjukkan betapa mulianya makhluk yang bernama manusia di dunia dan di sisi Allah, Dzat yang menciptakannya. Alasan-alasan itu di antaranya adalah:
 

Pertama: Sebagaimana namanya, Idul Qurban berarti hari raya pendekatan diri, yaitu upaya mendekatkan diri kita sebagai pribadi muslim, kepada Sang Pencipta, yaitu Allah SWT. Hari raya ini menjadi landasan awal bagi ummat Islam, agar dapat lebih taat menjalankan syari'at Allah, yang merupakan sumber kebahagiaan dan kedamaian ummat manusia di muka bumi ini.

Pada hari ini pula, kita mendapat kesempatan untuk merenung dan melakukan introspeksi diri, apakah kita sudah dapat menjalankan perintah-perintah Allah secara kaffah?, Adakah Allah SWT dan RasulNya, Muhammad SAW, menjadi yang paling kita cintai di dalam setiap langkah dan nafas kita di dunia ini? Sudahkah cinta dan ketaatan kita Pada Allah SWT melebihi kecintaan kita pada harta, keluarga dan segala yang berwujud materi milik kita?.Pertanyaan-pertanyaan itu  haruslah kita jawab sebagai pertanggung-jawaban kita sebagai hamba kepada Allah Ta'ala Sang Maha Pencipta.
 
Dalam kisah yang diabadikan Allah mengenai peristiwa pengorbanan yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS dan puteranya Nabi Ismail AS, pertanyaan-pertanyaan yang terlontar di atas terjawab dengan sangat indah dan penuh makna.

Pada kisah Itu Allah menceritakan: Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu, maka pikirkanlah apa pendapatmu!"Ia (Ismail) menjawab: "Wahai Ayahanda, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". (102). Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya di atas pelipisnya (nyatalah kesabaran keduanya).(103). Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim,(104). Sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.(105). Sesungguhnya ini benar-benar satu ujian yang nyata.(106). Dan Kami tebus anak itu dengan sembelihan yang besar.(107). Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian,
 
Ayat-ayat Allah ini memberi gambaran yang jelas bagi kita, betapa besar rasa cinta dan ketaatan yang dimiliki oleh dua hamba dan rasul Allah, Ibrahim AS dan Ismail AS puteranya, pada Allah SWT. Mereka yakin bahwa seluruh perintah Allah adalah kebenaran yang harus dilakukan. Mereka yakin bahwa Allah pasti menghendaki kebaikan bagi para hamba-Nya. Maka meski pada lahirnya, perintah menyembelih itu adalah sesuatu yang mungkin kejam menurut akal dan logika, mereka tetap melaksanakan perintah itu, karena mereka sadar dan beriman bahwa pada hakikatnya perintah itu adalah bertujuan mulia.
 
Cinta kepada anak adalah mulia. Cinta anak pada orang tuanya, tidak kurang mulianya. Cinta kepada harta dan materi lainnya pun tidaklah tercela. Tetapi cinta kita kepada Allah SWT dan rasul-Nya adalah segala-galanya. Nabi Ibrahim mencintai Nabi Ismail dan Nabi Ismail pun mencintai ayahnya Nabi Ibrahim. Tetapi ketaatan dan kecintaan mereka pada Allah jauh melebihi cinta-cinta di antara mereka.

Apa yang menjadi perintah Allah haruslah dijalankan tanpa ada keraguan. Karena dibalik semua itu pastilah ada tujuan dan hikmah, di mana acapkali hikmah itu tidak dapat kita pahami. Bukan pula berarti hikmah itu tidak ada, hanya akal kita yang sangat terbatas untuk menguaknya. Kita kemudian dapat menyadari dan kemudian bersikap tawadhu' bahwa Ilmu Allah Maha Luas dan apa yang dianugerahkan kepada kita sangatlah terbatas. Allah SWT berfirman Katakanlah: "Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula). (QS. Al-Kahfi: 109).

Pada masa sahabat, ketaatan pada perintah Allah terlukis dengan sangat indah pada peristiwa ketika Amirul Mu'minin Khalifah Umar bin Khattab akan mencium Hajar Aswad saat menunaikan ibadah haji. Beliau berkata di depan batu hitam itu sebelum menciumnya: Artinya: Hai batu, Sesungguhnya aku sadar betul, engkau hanyalah sebuah batu yang tidak bisa memberi ma nfaat ataupun madzarat, Seandainya aku tidak melihat Rasulullah menciummu (dan menjadikan hal itu sebagai amalan sunnah dalam haji), niscaya aku tidak akan pernah menciummu selamanya!.
 
Kedua: Ibadah Qurban mengajarkan umat Islam untuk selalu mengembangkan ukhuwah Islam antar sesama muslim. Umat Islam belajar peka terhadap keadaan saudaranya yang mungkin secara ekonomi mendapat cobaan dari Allah. Terlebih lagi beberapa waktu ini, Bangsa Indonesia dan ummat Islam khususnya, sedang mendapat ujian dari Allah berupa bencana yang datang silih berganti. Sehingga dengan disyari'atkannya menyembelih hewan pada hari raya ini, sesama muslim dapat saling berbagi, saling membantu dan saling merasakan kebahagiaan di hari-hari yang penuh berkah ini.
 
Ketiga: Ibadah kurban dengan menyembelih hewan ternak sebagaimana dimulai pada jaman Nabi Ibrahim, adalah bertujuan mengangkat derajat dan martabat umat manusia, yaitu dengan tidak menjadikannya sebagai sesuatu yang dikorbankan untuk kepentingan sesama manusia.

Pada jaman dulu, hampir semua peradaban mengenal yang namanya pengorbanan manusia. Alasannya bermacam-macam, dari untuk mendatangkan rejeki, menolak bencana atau bahkan untuk sekedar persembahan kepada dewa-dewa. Mereka mengorbankan dan membunuh anak perempuan atau anak laki-laki terbaik mereka dengan harapan para dewa memberikan kebaikan dan menghindarkan bencana dari mereka. 

Dengan syari'at kurban Allah menegaskan jika umat beriman ingin mendekatkan diri kepada Allah, maka cukuplah hal itu dilakukan dengan cara menyembelih binatang ternak sesuai syari'at yang dituntunkan Rasulullah, yang disertai niat tulus dan ikhlas mengharapkan ridha Allah SWT.
 
Demikianlah bebera hikmah dan pelajaran yang terdapat dalam Idul Adha atau Idul Qurban. Semoga kita semua dapat memetik pelajaran tersebut dan kita amalkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Semoga Allah menerima semua amalan kita dan mengampuni segala kesalahan kita. 

*) Penulis adalah mubaliq yang tinggal di Kabupaten Kepulauan Anambas