Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Drama Politisi, Rakyat sebagai Penonton
Oleh : Opini
Senin | 21-09-2015 | 12:27 WIB

Oleh: I Wayan Supadma Kerta Buana*

MEMASUKI kompetisi politik pemilihan umum kepala daerah serentak 2015 kemenangan adalah kepentingan utama dari sebuah pertarungan politik dan menjadi muara ahir dari sebuah keberhasilan perjuaangan. Sebagai simbol kejayaan, kemenangan inilah yang ditargetkan harus tercapai untuk mencerminkan kekuatan.

Keberhasilan dalam kemenangan ini akan mengantarkan si pemenang sebagai pemegang kendali dalam trias politiki disebut eksekutif (menjalankan pemerintahan). Eksekutif memiliki kekuasan startegis dimana otonomi daerah seluas-luasnya akan menjadi kewenangannya. Hal ini menyangkut tentang kebijakan keuangan, pelayanaan umum, pemanfaat sumber daya alam, dan hal stategis lainnya.

Tujuan kemenangan inilah kemudian menjadikan dinamika politik mencair tatkala kepentingan selalu mengalir dan mencair saat genderang pertarungan politik mulai dihelat. Tidak hanya saat proses tahapan pemilukada serentak telah dimulai, namun jauh sebelumnya pergeseran situasi politik pun selalu bergerak dinamis mengarah ambisi kepentingan untuk kemenangan.

Tukar menukar posisi figur maupun pengusung sudah menjadi kebutuhan dalam sebuah kepentingan. Membandingkan kekuatan dengan kekuatan lawan menjadi keharusan untuk tidak menjadi tamparan kekalahan dikemudian hari. Jika kekalahan telah menghantui maka tidak hanya berpengaruh bagi si calon namun partai pengusung pun akan dipertaruhkan kekuatannya.

Begitu pula kegelisahan akan kekuatan lawan yang masih berpeluang menang tidak pelak membuat beberapa politisi berada pada ambang kegalauan. Kemudian ini memunculkan berbagai cara untuk membentuk kekuatan politik tentu dengan tujuan kemenangan. Seakan-akan tidak ada yang mau rugi atau dirugikan tarik ulur kekuatan adalah salah satu jalan.

Belum lagi Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 12 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota sebagai peraturan PKPU baru hasil dari keputusan MK yang mengharuskan seorang calon harus mundur dari jabatan DPRD, TNI, Polri, PNS, Pejabat BUMD dan BUMN sebagai syarat pencalonan.

Sikap pengunduran diri ini sering menjadi alot mengingat sangat disayangkan jabatan yang terbuang begitu saja jika suatu saat mengami kekalahan sehingga dinamika politik menjadi berubah.

Kedinamisan dan perkembangan politik dengan berbagai alasan dalam bingkai hasrat kepentingan inilah menyebabkan bermunculannya pilihan dan selalu berubah-ubah. Tarik ulur kepentingan politik dimainkan oleh politisi dan partai politik sebagai pemegang kendali. Tidak dapat dipungkiri bahwa yang berperan besar dalam proses dinamika pencalonan adalah politisi dan partai politiknya.

Akan tetapi rakyat tetaplah seorang rakyat yang hanya bisa menyaksikan proses alot partai politik. Entah semua itu berbentuk dagelan politik, drama berseri, ataupun cerita pendek, namun kembali rakyat hanya dihadapkan untuk menjadi penonton. Partai politik pun memiliki dasar kuat dalam memproses dinamika pencalonan itu mengingat dalam peraturan yang berhak mencalonkan adalah partai politik dan gabungan partai politik dengan memperhitungkan 20 jumlah kursi DPRD atau 25% akumulasi perolehan suara sah pemilu terahir.

Namun jika berbicara pemilihan tentu rakyat tidak bisa dipisahkan dalam perannya untuk menentukan pilihan. Hal ini mengingat kewenangan tertinggi dalam memilih adalah rakyat. Tanpa adanya rakyat sebuah pemilihan tentu tidak akan berhasil mengingat pemilihan langsung memposisikan rakyat sebagai penentu (pemilih). Meskipun rakyat tidak ada kewenangan dalam menentukan pencalonan namun tetaplah rakyat memiliki posisi penting untuk memilih.

Oleh karena maka hal sudah seharusnya seorang politisi ataupun partai politik pengusung tetap memperhatikan kepentingan rakyat yang paling utama. Meskipun kemenangan adalah sebuah kepentingan namun kembali yang menentukan kemenangan itu adalah rakyat. Tanpa adanya dukungan dari rakyat calon yang diusung tidak akan memperoleh kemenangan.

Memperhatikan itu pula partai politik sebagai pegusung sudah seharusnya memunculkan calon yang berkompeten dan memiliki kemampuan yang lebih dalam sebuah kepemimpinan. Hal ini penting mengingat rakyat yang hanya memiliki kewenangan untuk memilih, agar kemudian hari rakyat tidak dihadapkan oleh pada pilihan yang menyulitkan (baca: semua pilihan kemampuannya diragukan).

Bagi rakyat meskipun kita dihadapkan oleh pilihan partai politik maupun hasrat kepentingan politisi didalamnya untuk memilih, kita pun sebagai rakyat tidak harus berkecil hati. Dengan memposisikan peran rakyat sebagai penentu utama menandakan sebagai sebuah kemenangan bagi rakyat. Inilah yang disebut sebagai kedaulatan rakyat yang paling tertinggi, sehingga hal yang paling penting dilakukan dalam mengahadapi pilkada serentak ini adalah menentukan pilihan dengan pertimbangan kompetensi serta kemampuan calon dan memilih dengan hati nurani. 

*) Penulis adalah pengamat politik tinggal di Denpasar Bali