Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Wawasan dan Kompetensi Perempuan di Kepri Masih Rendah
Oleh : Surya
Selasa | 01-09-2015 | 13:59 WIB
DPD_Kepri_Hardi_Selamat_Hood_1.jpg Honda-Batam

PKP Developer

Ketua Komite III DPD RI Hardi Selamat Hood

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Ketua Komite III DPD RI Hardi Selamat Hood mengatakan, secara umum masyarakat Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) terutama kalangan perempuan masih rendah dalam hal wawasan, pendidikan, keterampilan, dan kompetensi. 


"Kondisi ini dapat kita lihat terutama di Kabupaten dengan pulau terpencil seperti, Kabupaten kepulauan Anambas, Kabupaten Natuna, Kabupaten Linga. Perlu upaya serius agar keberadaan perempuan itu dapat membantu meningkatkan ekonomi keluarga menjadi lebih baik," kata Hardi Jakarta, Selasa (1/9/2015).

Menurut Hardi, masih adanya penduduk miskin di Provinsi Kepri sebesar 18,51% berdasarkan 14 kriteria kemiskinan BPS dan terdapat 170 desa tertinggal. Umumnya penduduk miskin adalah para petani dan nelayan/masyarakat pesisir dan pendatang baru di perkotaan.

Dari 7 kabupeten dan Kota di Provinsi Kepri, lanjut Hardi, terjadinya ketimpangan (disparitas) yang cukup tinggi, misalkan Kota Batam,  Kab Karimun, Kota Tanjung Pinang dan kabupaten Bintan, merupakan wilayah yang cukup berkembang karena ditopang dengan kebijakan Free Trade Zone (FTZ), dan pembangunan infrastruktur juga sudah memadai

Sementara Natuna, Anambas dan Lingga, infrastruktur sangat memprihatinkan, sarana trasnsportasi antar daerah juga minim, sentra-sentra ekonomi yang memiliki  potensi unggulan daerah (pertanian, kelautan dan perikanan) tidak berkembang.

"Dan kalangan nelayan adalah struktur terbawah dari piramida kemiskinan itu. Padahal potensi kelautan dan perikanan masih perlu dimanfaatkan secara optimal mengingat 96% wilayah Provinsi Kepulauan Riau adalah laut," katanya.

Untuk itu, kata Hardo, perlu program pemberdayaan yang serius baik dari pemerintah daerah maupun pusat. Namun memberdayakan masyarakat pesisir tidaklah seperti memberdayakan kelompok-kelompok masyarakat lainnya, karena didalam habitat pesisir terdapat banyak kelompok kehidupan masayarakat.

"Perhatian kami dalam hal ini tentu saja kepada untuk pemberdayaan perempuan yang ada dikampung Nelayan. Sebab mereka biasanya memiliki waktu luang saat kepala keluarga melaut. Melalui pemberdayaan ini diharapkan dapat membantu suaminya untuk menghasilkan pendapatan. Secara teknis, pemberdayaan perempuan di desa nelayan diorentasikan untuk mengolah hasil laut agar menjadi produk yang memiliki nilai ekonomis tingi," katanya.

Setidaknya ada lima hal dipandang perlu segera dilakukan, yakni adanya payung hukum untuk memberikan jaminan kepada perempuan di desa nelayan dan program-program yang akan dilaksanakan.

Lalu, adanya pendampingan dan pelatihan atas bidang yang akan digeluti, termasuk diantaranya pelatihan keterampilan usaha dan manajen usaha. Akses permodalan untuk pendirian maupun pengembangan usaha.

"Dan yang tak kalah pentingnya adalah membuka wawasan dan membangun motivasi untuk membangun mentalitas yang lebih produktif," kata Ketua Komite III DPD RI.

Editor : Surya