Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

DPR Apresiasi Kerja Timsar Gabungan dalam Evakuasi Trigana Air
Oleh : Surya
Jum'at | 21-08-2015 | 09:27 WIB

BATAMTODAY.COM, Jakarta - DPR RI mengapresiasi Timsar Gabungan yang telah berhasil mengevakuasi korban kecelakaan pesawat Trigana Air di Papua kurang dari 48 jam, menemukan kotak hitam serta  mengidentifikasi para korban. 


Meski demikian, pihaknya berharap pemerintah melalui Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mampu mengungkap penyebab jatuhnya pesawat  dan  menyelesaikan 9 manifest (nama-nama berbeda dengan yang tertera di tiket penerbangan).

Menurut Ketua komisi V DPR Fary Djemy Francis yang lebih paling adalah pengawasan dan pengamanan bandara di Papua ditingkatkan secara menyeluruh, baik instrument, radar, dan fasilitas penerbangan lainnya. Di satu sisi kita mengapresiasi Tim SAR Gabungan yang telah berhasil mengevakuasi para korban dan menemukan kotak hitam.

“Namun dilain pihak, kita meminta kepada pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perhubungan, melalui KNKT supaya mampu mencari dan mengungkapkan penyebab kecelakaan pesawat Trigana Air, karena  sebab-musabab kecelakaan pesawat di Indonesia sampai saat ini belum terungkap secara benar, bahkan bisa disebut masih misteri “ kata Fary Djemy Francis kepada wartawan di gedung DPR Jakarta, Kamis (20/8/2015)

Fary mengatakan alasan utama belum diketahuinya  penyebab kecelakaan secara cepat  karena memeriksa kotak hitam memakan waktu lama, paling cepat 6 bulan, bahkan bisa satu tahun. 

Selain itu, keberadaan KNKT yang tidak independen (masih di bawah Kementerian Perhubungan), sehingga segala sesuatu yang ditemukannya harus dilaporkan ke Kementerian Perhubungan. Makanya, dia setuju jika KNKT berada langsung dibawah Presiden RI, bukan melekat di Kementerian Perhubungan (Kemenhub) .

“Seingat saya dulu ada peraturan presiden tentang struktur KNKT, tapi sampai sekarang ini belum diketahui bagaimana kelanjutannya. Terkait dengan itu,  Komisi V DPR RI akan mempertanyakan kinerja dan pertanggungjawaban dari KNKT terkait penyebab kecelakaan pesawat di Indonesia” ujar Fary Djemy Francis.

Sementara itu,  Suharto AM, pakar transportasi udara dari Universitas Trisakti  menyatakan bahwa  Indonesia harus memperkuat penerbangan di dalam negeri atau domestik, baik dari  aspek infrastruktur, SDM, operator, regulator, dan lain  sebagainya.
Sebab, transportasi udara menjadi tulang punggung dalam perekonomian dan pembangunan, khususnya di Papua, agar tidak terjadi ketimpangan, meski perlu juga mempertimbangkan transportasi darat dan laut.

Dia mengakui di Indonesia masih  ada landasan yang bolong-bolong, banyak binatang, dan lain-lain. Tingkat kecelakaan pesawat di Indonesia masuk kategori II, sama seperti Nigeria, Ethiofia, Guyana, sehingga  pemerintah harus menyiapkan infrastruktur,  termasuk pilot yang jumlahnya masih sangat terbatas. “Biaya “mencetak” pilot sangat besar, bisa mencapai  Rp 1 miliar. Namun, karena merupakan kebutuhan yang mendesak, sehingga tetap harus diupayakan, “ katanya.

Editor : Surya