Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

DPR Berharap RUU Pertanahan dan Agraria Bisa Selesaikan Persoalan Lahan
Oleh : Surya
Rabu | 19-08-2015 | 11:48 WIB

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Reza Patria berharap RUU Pertanahan dan Agraria yang sedang dibahas di Komisi II DPR RI bersama pemerintah bisa menjawab segala permasalahan tanah.


Dari hak kepemilikan, hak guna bangunan (HGB), HPH (hak pengusahaan hutan), penguasaan tanah oleh asing, pembangunan properti dan waris, hak ulayat, hak komunal (adat), tanah wakaf untuk rumah ibadah, dan sebagainya. Semua perlu pengaturan agar UU ini berpihak untuk keadilan rakyat.

"Tanah negara dan tanah rakyat sekarang ini banyak yang sudah beralih fungsi menjadi hotel, apartemen, properti, pabrik, idustri, perkebunan, pertambangan dan wisata. Itulah yang perlu pengaturan, karena ke depan rakyat akan bertambah besar dan membutuhkan lahan rumah dan pangan yang juga cukup besar," tegas Ahmad Reza Patria dalam diskusi 'RUU Pertanahan dan Agararia' bersama Menteri Pertanahan dan Agraria Ferry Mursyidan Baldan, dan pekar pertanahan dan tata ruang Yayat Supriatna di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (18/8/2015).

Karena itu kata Reza Patria, DPR pada minggu depan akan mengundang para ahli dan pakar dari berbagai elemen masyarakat dan akademisi, agar RUU ini mampu menjawab berbagai masalah pertanahan rakyat tersebut.

"Pak Menteri Ferry Mursyidan yang dekat dan terbuka kepada rakyat diharapkan mampu menyelesaikan masalah pertanahan, karena tahu dan mendengar semua masalah secara langsung dari rakyat dan bisa mensejahterakan rakyat," ujarnya.

Menurut politisi Gerindra itu, banyak ketimpangan tanah terkait struktur, pemanfaatan, hak guna, kepemilikan asing dan sebagainya.

Karena itu dia mendukung adanya peradilan khusus tanah, karena dipastikan akan berjalan mengingat masalah tanah ini sangat kompleks dan sebesar 65 persen kasus tanah itu ada di pengadilan.

Sedangkan Ferry Mursyidan Baldan mengatakan, tak ada masalah tanah yang rumit kecuali dirumitkan. Karena sebagai menteri dirinya bertekad memperbaiki sistem penyelesaian berbagai macam kasus tanah tersebut.

"Secara garis besar ada tiga kasus tanah; yaitu banyak orang membeli tanah bukan melalui pemilik sertifikat, tanpa mengecek ke BPN. Kedua, ada sekelompok orang berpura-pura bertengkar untuk merebut tanah orang, dan ketiga di pengadilan yang dituntut adalah pidananya, bukan perdata, maka kalah di pengadilan," jelasnya.

Menyinggung kepemilikan asing, menurut politisi NasDem itu diperbolehkan sebagai hak pakai sesuai ijin tinggal di Indonesia.

"Orang asing boleh memiliki rumah hanya sebatas ijin tinggal dan bisa diwariskan kepada keluarganya selama tinggal di Indonesia. Kalau tinggal di luar negeri, maka rumah, apartemen dan tanah itu harus dijual ke negara. Hal itu agar kalau ada manfaat ekonomi dari kepemilikan asing tersebut tidak lari ke luar negeri," pungkasnya.

Sementara Yayat Supriatna menegaskan jika dengan RUU ini pemerintah hadir dan kalau serius dilaksanakan, maka program Nawacita yang dijanjikan Jokowi akan mulai terwujud.

Sebab, dengan UU Pertanahan ini, tanah itu akan benar-benar untuk kesejahteraan rakyat. Di mana di dalam tanah ini ada pertambangan, mineral, minyak, dan sebagainya, sehingga jangan sampai dikhianati dengan UU atau Perda sektoral.

"Jadi, RUU ini harus segera diselesaikan karena saat ini ada konflik 3,7 juta hektar tanah rakyat. Kalau tidak, maka akan bertambah rumit, pembangunan jalan dan tata ruang terhambat. Karena itu, RUU ini juga harus mempertegas definisi tanah negara, hak pengelolaan lahan (HPL),  banyak tanah dikuasai BUMN, tapi BUMN kerjasama dengan pihak ketiga-swasta, dan pihak ketiga kemudian membelinya dengan sertifikat hak milik serta membangunnya untuk properti atau industri dan lain-lain," tambahnya.

Karena itu, kata Yayat, pengesahan RUU ini sangat mendesak (lex specialist). Negara (BPN) jangan hanya menjadi tukang catat administrasi, melainkan harus melakukan pemantauan dan penyelesaian dengan turun langsung ke lapangan.

"Bukan hanya administratif, mengingat tanah sudah menjadi komoditas," pungkasnya.

Editor : Surya