Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

7 Daerah hanya Diikuti Calon Tunggal

DPD RI Nilai Pelaksaanan Pilkada Serentak Terkesan Dipaksakan
Oleh : Surya
Rabu | 05-08-2015 | 19:35 WIB

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Anggota Komite I DPD RI Abdul Azis Khafia mengatakan, proses persiapan Pilkada sejak awal sudah bermasalah. Mulai dari Undang-undang yang belum berlaku lalu diterbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu), lalu diganti lagi dan sebagainya.


“Jadi tidak aneh ketika digulirkan Pilkada serentak, saya melihat banyak yang mengalami semacam kegagapan dengan berbagai macam hal, baik dari penyelenggaranya, dalam hal ini KPU, ditambah lagi masing-masing kontestan,” kata Abdul Azis dalam Dialog Kenegaraan di Gedung DPD RI, Senayan, Rabu (5/8/2015).

Dari beberapa catatannya, masih menjadi perdebatan apakah akan diterbitkan Perppu atau tidak. Namun menurutnya, pemerintah memang harus segera menerbitkan Perppu untuk menjawab kegelisahan yang ada.

Ia menambahkan, fenomena yang sekarang sedang berkembang, yakni adanya beberapa kepengurusan ganda di partai politik.

“Saya melihat catatannya adalah, dengan munculnya calon tunggal, ini sebuah bentuk kegagalan Parpol dalam melakukan kaderisasi di daerah, sehingga ketika ini digulirkan, mereka sedikit kaget,” ungkapnya.

Dengan adanya sejumlah persoalan itu, ia menilai masih banyak ketidaksiapan dari berbagai macam pihak, sehingga menurutnya Pilkada serentak terkesan dipaksakan.

“Semangatnya harus serentak, tapi di lain sisi kesiapannya masih banyak kekurangannya,” ujar senator asal DKI Jakarta itu.

Dari sisi lain lagi, ia melihat, pemerintah sekarang terkesan seperti pemadam kebakaran, tidak antisipatif.

“Ketika ada kasus, baru melakukan koordinasi. Jadi sangat tidak antisipatif sekali terhadap dinamika yang ada,” tandasnya.

Sedangkan pakar hukum tata negara Irman Putra Sidin menilai kegagalan 7 daerah menggelar Pilkada serentak 2015 karena hanya diikuti calon tunggal, tidak bisa dijadikan dasar bagi Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menerbitkan Perppu Pilkada,  karena tidak ada kegentingan. 

Sebab, dari 269 daerah yang menggelar Pilkada serentak hanya 7 daerah yang diikuti satu pasangan calon, sementara daerah lainnya diikuti dua pasangan calon atau lebih.

“Perppu itu harus berangkat dari kegentingan yang memaksa bagi negara. Tapi, kalau hanya 7 daerah, apakah NKRI ini genting? kan tidak,” tegas Irman.

Menurut Irman, Presiden Jokowi harus berpikir seribu kali sebelum mengeluarkan Perppu Pilkada calon tunggal tersebut. Penerbitan Perppu itu, harus dengan pertimbangan konstitusi dan kondisi keseluruhan negara, bukan mengumbar Perppu hanya berdasarkan kegentingan elit dan parpol.

“Jadi, lebih baik revisi UU Pilkada daripada menerbitkan Perppu, yang justru tidak memenuhi unsur kegentingan yang memaksa. Presiden juga jangan sampai menjadi tukang cuci piring,” pungkasnya.

Sementara itu, Koordinator Komite Pemilih Indonesia/TePI Jerry Sumampaouw mengatakan, hanya elit parpol yang terganggu dengan calon tunggal.

“Kalaupun banyak pejabat daerah yang Pjs (pejabat sementara) akibat penundaan Pilkada sampai tahun 2017, itu tak masalah dan pemerintahan akan tetap berjalan. Rano Karno di Banten, Gatot Pujo  Nugroho di Sumut sebelumnya juga Pjs,” tegas Jerry.

Munculnya, calon tunggal kata Jerry, sebagai konsekuensi politik dari pelaksanaan UU Pilkada. Disamping itu juga selama ini banyak hak politik rakyat yang hilang akibat tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) KPU. 

“Jadi, tak ada urgensinya menerbitkan Perppu, kecuali Presiden hanya mendengarkan kepentingan elit dan parpol,” ungkapnya.

Karena itu ke depan Jerry mengusulkan harus ada sanksi bagi parpol, yang gagal mengajukan calon kepala daerah dengan tidak mencairkan anggaran dan mempermudah calon independen. 

“Kalau sekarang syaratnya 5 % dari jumlah penduduk daerah, maka cukup 1 % saja. Bahwa revisi UU Pilkada sebagai solusi Pilkada, namun apakah itu akan langsung diterapkan atau tidak, harus mempertimbangkan calon kepala daerah yang sudah mendaftar,” tandasnya.

Editora : Surya