Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Tahun Pelajaran Baru, Beli Buku Pelajaran Lagi
Oleh : Habibi
Rabu | 05-08-2015 | 07:57 WIB
ilustrasi_toko_buku_pelajaran.jpg Honda-Batam
Foto ilustrasi/net.

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Masalah yang dihadapi orang tua setiap tahun pelajaran baru tidak banyak perubahan. Salah satunya, orang tua kerap dipusingkan dengan buku pelajaran.

Ada orang tua yang masih bingung apakah buku pelajaran disediakan sekolah atau harus membeli sendiri di luar--atau di koperasi sekolah. Orang tua yang tidak mampu, karena kesal, mempertanyakan fungsi dana bantuan operasional sekolah (BOS) ketika buku pelajaran harus dibeli masing-masing siswa.

Sayangnya, tak semua buku pelajaran bisa dipakai siswa. Apa yang dipakai guru, itulah yang harus dimiliki siswa. Bukan persoalan materinya, tapi "PR di halaman berapa". Tentu saja bukunya harus sama.

"Dengan seperti itu ya otomatis siswa menggunakan buku yang sama dengan buku pegangan guru, kalau tidak banyak ketinggalan. Sementara mereka seringnya menggunakan buku yang dijual kepada siswa dibandingkan dengan buku yang telah diperuntukkan untuk siswa," ujar Gunawan, wali murid SD Negeri 003 Bukit Bestari, kepada BATAMTODAY.COM, Selasa (4/8/2015).

Gunawan mengaku pernah membaca sebuah berita di media cetak pada 2014 bahwa sekolah dilarang menjual buku. Karena, untuk Kurikulum 2013 pemerintah telah menyediakan buku paket, sementara untuk Kurikulum 2006 buku paket lama masih dapat digunakan. Jika hendak dibeli pun buku Kurikulum 2006 saat ini sudah demikian langkanya--kecuali dipesan ke penerbit.

"Untuk apa pemerintah mengadakan buku sementara guru menjual buku lain kepada siswa? Apakah guru mendapatkan persen dari distributor buku makanya itu dilakukan?" tanya Gunawan.

Soal komisi penjualan buku untuk pihak sekolah ini memang sulit dibuktikan, meskipun diakui ada. Seorang staf tata usaha di salah satu sekolah di Tanjungpinang mengakui, setiap satu buku yang berhasil dijual, maka guru mendapatkan keuntungan 10 - 30 persen.

"Maka dari itu guru berlomba-lomba menjual buku sementara buku yang harusnya digunakan disimpan. Paling cuma beberapa kali saja digunakan," ujar staf tersebut. (*)

Editor: Roelan