Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Tantangan Pelemahan KPU Jelang Pilkada Serentak
Oleh : Opini
Senin | 13-07-2015 | 10:12 WIB

Oleh: Andreawaty*

PERSOALAN terkait dengan Pilkada serentak semakin ramai diperbincangkan setelah hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan ada masalah pada pengelolaan anggaran Komisi Pemilihan Umum (KPU). Beragam wacana kemudian  terdengar mulai dari tuntutan  perombakan personel KPU hingga penundaan Pilkada serentak. Seperti diketahui bersama, dalam ikhtisar laporan BPK soal audit KPU yang disampaikan ke DPR RI, ditemukan ketidakpatuhan ketentuan perundang-undangan dengan jumlah total sebesar Rp 334.127.902.611,93.  

Penyimpangan uang negara tersebut dibagi dalam tujuh kategori; pertama, Indikasi kerugian negara Rp 34.349.212.517,69, kedua, Potensi kerugian negara Rp 2.251.876.257.00, ketiga, Kekurangan penerimaan Rp 7.354.932.367.89, keempat, Pemborosan Rp 9.772.195.440.11, kelima, Yang tidak diyakini kewajarannya Rp 93.058.747.083.40, keenam, Lebih pungut pajak Rp 1.356.334.734, dan ketujuh, Temuan administrasi Rp 185.984.604.211.62. Selain itu, dari pemeriksaan terhadap 531 satuan kerja dengan sampel yang diperiksa sebesar 181 (34,09%) sampel dari pusat, provinsi dan kabupaten/kota dari 33 provinsi, terdapat 14 jenis temuan.

Sebenarnya hasil audit BPk sudah diketahui sejak awal tahun 2015, KPU sendiri sudah menindaklanjuti hasil audit tersebut. KPU optimis tahapan Pilkada serentak  9 Desember 2015 tetap sesuai jadwal, karena KPU sudah menindaklanjuti 75 persen rekomendasi BPK dan akan segera menyelesaikan sisanya. Apalagi dalam LHP tersebut, tidak ada poin mengenai kerugian negara. KPU hanya diminta melengkapi data secara administratif perihal bukti-bukti selama pelaksanaan kegiatan. Jika memang KPU terbukti menimbulkan kerugian terhadap negara, maka BPK harus merekomendasikan kepada aparat penegak hukum secara langsung.

Terkait temuan BPK muncul kelompok yang berusaha meyakinkan publik bahwa KPU tidak kredibel menyelenggarakan Pilkada. Karena itu pilihanya ada dua yakni anggota KPU diganti atau Pilkada serentak ditunda. Mereka minta kepada lembaga penegak hukum baik Polri, Kejaksaan maupun KPK, segera menelusuri hasil audit BPK dan mencari tahu siapa yang melakukan penyimpangan. Apabila penelusuran tidak dilakukan akan memperlemah KPU sebagai lembaga penyelenggara Pemilu.

Kelompok ini mencoba menarik hasil audit tersebut ke ranah politik. Dengan sasaran utama Pilkada serentak ditunda, selain itu berusaha menjatuhkan kredibilitas KPU sehingga publik tidak percaya kinerja dan integritas KPU. Padahal upaya menunda Pilkada serentak diperkirakan hanya disebabkan nasib dua partai politik yakni PPP dan Golkar untuk mengikuti Pilkada serentak masih belum jelas akibat kepengurusan ganda. Demi slolidaritas, partai politik lain yang berada dalam koalisi yang sama ikut menekan KPU. Padahal jika dikaji dengan seksama, Pilkada serentak itu merupakan mandat dari undang-undang yang jauh lebih tinggi dari sekedar kemauan politis anggota DPR.

Publik sepakat bahwa  DPR tidak boleh mendiamkan temuan BPK, tetapi publik juga mengharapkan agar temuan itu jangan  digunakan untuk menekan KPU agar menunda pelaksanaan Pilkada serentak 2015. Di sisi lain. KPU juga harus segera menyelesaikan hal tersebut, agar mereka tidak terus dibebani hal yang berpotensi akan merusak konsentrasi mereka dalam persiapan Pilkada serentak, yang waktu pelaksanaannya makin dekat. KPU juga harus siap menghadapi berbagai tekanan, yang sangat mungkin terjadi oleh pihak-pihak yang merasa tidak diuntungkan dengan Pilkada serentak yang tepat waktu.

Presiden Joko Widodo sendiri  berharap pelaksanaan Pilkada secara serentak dapat dilaksanakan tepat waktu pada 9 Desember mendatang. Presiden memberikan dukungan kepada KPU untuk menyiapkan aturan dan persiapan teknis untuk mendukung pelaksanaan Pilkada serentak. Pernyataan tersebut menegaskan bahwa pemerintah mendukung pelaksanaan Pilkada serentak, dan pemerintah tidak ingin  mencampuri urusan internal parpol yang tengah berkonflik baik itu Partai Golkar maupun Partai Persatuan Pembangunan. Presiden menghendaki partai yang masih memiliki kepengurusan ganda menyelesaikan sendiri masalahnya.

Pilkada yang untuk pertama kalinya akan digelar secara serentak merupakan pertaruhan amat penting bagi kita dalam berdemokrasi. Dengan Pilkada serentak, semangat efisiensi diandalkan serta peran serta rakyat untuk memilik pemimpinnya di daerah secara langsung bisa dipertahankan. Publik umumnya mendukung KPU tidak menyerah pada tekanan, agar tahapan Pilkada yang sudah mulai berproses terus berjalan sesuai agenda yang sudah ditetapkan pemerintah bersama DPR sejak merevisi peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2015 ke Undang-Undang No. 8 tahun 2015. *

*) Penulis adalah pemerhati masalah pertahanan dan ketahanan nasional.