Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Klarifikasi Temuan BPK

Ternyata Utang BP Batam kepada Pihak Ketiga Hanya Rp 20 Jutaan saja yang Tak Dapat Ditelusuri
Oleh : Surya
Kamis | 09-07-2015 | 15:30 WIB
Haripinto.jpg Honda-Batam
Anggota Komite IV DPD RI Haripinto Tanuwidjaja, Senator asal Provinsi Kepulauan Riau

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Komite IV DPD RI telah melakukan klarifikasi terhadap permasalahan utang Badan Pengusahaan (BP) Batam kepada pihak ketiga sebesar Rp 23,33 miliar yang tidak dapat ditelusuri dan tidak didokumen dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (Hapsem) BPK RI atas LKPP tahun 2014 kepada DPD RI di Jakarta, Kamis (4/6/2015) lalu.


Ternyata hasilnya hanya sekitar Rp 20 jutaan saja, yang data transaksinya perlu dilakukan penelusuran, bukan Rp 23,3 miliar seperti yang tercantum dalam Ikthisar Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2014.

"Setelah dilakukan klarifikasi ke BP Batam yang tidak dapat ditelusuri ternyata hanya Rp 20 juta-an saja. itu sudah kita sampaikan ke Komite IV dan menjadi bahan laporan di Paripurna hari ini," kata Haripinto Tanuwidjaja, Anggota Komite IV DPD asal Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) di Gedung DPD RI, Jakarta, Kamis (9/7/2015).

Menurutnya, dana tersebut merupakan dana investor yang memohon ke BP Batam sebagai jaminan pihak ketiga yang menanamkan investasinya di Batam dengan alokasi lahan kepada penerima. Karena itu, jika sudah lewat batas waktunya tidak dilaporkan, maka uang jaminan tersebut menjadi milik negara.

"Jadi sudah kita klarifikasi bukan Rp 23, 3 miliar, tapi hanya sekitar Rp 20 jutaan saja yang tidak dapat ditelusuri. Itu dana jaminan si A, si B dan si C, itu yang dianggap milik BP Batam. Harusnya ini sudah otomotas disampaikan, sehingga temuan sebesar itu tidak ada lagi," kata Senator asal Kepri ini.

Haripinto mengungkapkan, klarifikasi itu diperolehnya langsung dari Kepala BP Batam Mustofa Widjaja saat meminta klafrikasi atas temuan BPK RI tersebut melalui email. Pada 7 Juli 2015, Kepala BP Batam melalui salah satu stafnya bernama Ronald Kasali di bagian Inspektorat BP Batam membalas email Haripinto.

Dalam suratnya, Haripinto mempertanyakan soal temuan BPK RI atas pemeriksaan Laporan Keuangan BP Batam Tahun 2014 tentang Jaminanan Pelaksanaan Pembangunan (JPP) per 31 Desember 2014 sebesar Rp 23,33 miliar, dimana sesuai hasil pemeriksaan sebesar Rp 23,31 miliar telah didukung oleh rincian transaksi. Sedangkan sisanya sebesar Rp 20.471.159 tidak didukung dengan rincian transaksi. Atas hal ini BPK memerintahkan untuk menelusuri dan mengkonfirmasi JPP yang dipungut oleh BP Batam.

Dalam penjelasannya, Ronald Kastanya mengatakan, JPP adalah uang jaminan pihak ketiga yang dipungut oleh BP Batam kepada penerima alokasi lahan sebagai jaminan untuk pelaksanan dan uang ini akan dikembalikan kepada pihak ketiga apabila telah melaksanakan pembangunan.

"Dan kalau tidak melaksanakan pembangunan sesuai jadwal maka uang jaminan tersebut akan menjadi milik BP Batam," kata Ronald dalam penjelasannya atas nama BP Batam.

Menurut Ronald, dalam pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan BP Batam tahun 2014, merekomendasikan BP Batam untuk menelusuri JPP yang sudah harus diakui sebagai pendapatan dan menelusuri data transaksi Rp 20.471.159 tersebut.

"Pelaksanaan penelusuran sedang dilaksanakan termasuk melaksanakan peninjauan lapangan terhadap lokasi yang yang mempunyai JPP di Batam Batam," ungkap Ronald.

Seperti diketahui, pada BPK RI  menemukan ada kejanggalan permasalahan hutang di tiga kementerian/lembaga (KL) dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2014 yang diserahkan kepada DPR RI dan DPD RI.

"BPK menemukan permasalahan utang pihak ketiga di tiga KL sebesar Rp 1,21 triliun tidak dapat ditelusuri dan tidak didukung dokumen yang memadai di Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo), LPP TVRI dan Badan Pengusahaan (BP) Batam," kata Ketua BPK Harry Azhar Azis saat penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas LKPP tahun 2014 kepada DPD RI di Jakarta, Kamis (4/6/2015).

Menurut Harry, utang kepada pihak ketiga di Kementerian Kominfo sebesar Rp1,12 triliun, di LPP TVRI sebesar Rp 59,12 miliar dan BP Batam sebesar Rp 23,33 miliar. Atas utang kepada pihak ketiga ini di tiga KL yang tidak dapat ditelusuri dan tidak didukung dokumen yang memadai tersebut, Harry meminta DPD menindaklanjutinya.

Namun, dari Rp 23,33 miliar yang tidak dapat ditelusuri dan tidak dapat didukung dokumen tersebut, BPK tidak mengungkapkan secara detil. Padahal dana Rp 23, 33 miliar itu merupakan uang jaminan pihak ketiga yang dipungut oleh BP Batam kepada penerima alokasi lahan sebagai jaminan untuk pelaksanaan pembangunan.

Ternyata dari Rp 23,33 miliar uang jaminan tersebut, hanya Rp 20.471.159 saja yang sedang dilakukan penelusurabn data transaksinya. Dimana pelaksanaan penelusuran sedang dilaksanakan termasuk melaksanakan peninjauan lapangan terhadap alokasi lahan yang mempunyai JPP di Batam.

Editor: Surya