Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Bapedal Periksa Pemilik Lahan dan Mesin Penambangan Pasir Ilegal di Batumergong
Oleh : Hadli
Sabtu | 27-06-2015 | 13:10 WIB
penambangan pasir ilegal batu mergong - petugas bongkar.jpg Honda-Batam
Petugas sat membongkar mesin dompeng milik penambang ilegal di Bukitmergong dalam razia beberapa waktu lalu. (Foto: dok/BATAMTODAY.COM)

BATAMTODAY.COM, Batam - Penyidik  Pegawai Negeri Sipil Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (PPNS Bapedal) Kota Batam terus melakukan pengembangan kasus penambangan pasir ilegal di Batam.

"Kasus penambangan pasir ilegal yang kita (tim terpadu) razia pekan lalu masih dalam pengembangan pemeriksaan," kata Dendi Purnomo, Kepala Bapedal Kota Batam, Sabtu (27/6/2015).

Penambangan pasir ilegal di Telokmergong, Kelurahan Batubesar, Kecamatan Nongsa, kata dia sudah merusak ekosistem hutan kawasan tersebut seluas 32 hektar dan seluas 8 hektar pantai yang berada di Teluk Mataikan, Batumergong dan Tanjungbemban tercemar. 

Dari hasil pengembangan, awalnya diketahui hanya lahan milik H Muhidin yang dijadikan lokasi penambangan pasir ilegal. Belakangan penyidik mendapati pemilik lahan lainnya yakni Mansur dan Ali.

"Ketiganya kita panggil untuk diambil keterangan. Termasuk pemilik 24 mesin yang diamankan saaat operasi, di antaranya Rizal pemilik tujuh mesin dompeng besar," jelas Dendi.

Dendi mengatakan, penambangan pasir ilegal di Batam bukan lagi penambangan rakyat. Pasalnya, para pelaku melakukan penambangan bukan menggunakan alat seadanya seperti cangkul, skop dan lainnya,  melainkan mesin dompeng hingga alat berat jenis belco. 

"Nilai ekonomi pada penambangan pasir ilegal di Batam ada. Ini bukan lagi sekala kecil seperti penambangan rakyat, tapi sudah penambangan sekala besar-besaran," tutur dia.

Para pemilik lahan termasuk pemilik mesin memanfaatkan situasi dari hasil penambangan pasir ilegal di wilayah tersebut. Mereka mendapat keuntungan dari hasil penjualan pasir ilegal.

Yang lebih mencengangkan lagi, kata dia, para pelaku penambangan, pemilik lahan termasuk mesin menggunakan jasa sejumlah preman untuk melindungi aktivitas galian C tersebut. Seperti yang dialami PPNS Bapedal saat razia di Telugmergong.

"Anggota Bapedal yang turun duluan ke lokasi mendapat hadangan dari sejumlah preman bertato di Telukmergong. Untung ketika itu saya datang bersama anggota Sabhara Polda Kepri dan TNI. Mengetahui adanya aparat bersenjata preman itu langsung mundur. Tapi mereka sempat menggali jalan menjadi parit besar, sehingga truk crane yang saya bawa untuk mengangkut mesin-mesin tidak bisa melintasi ke lokasi penambangan," ujarnya.

Ia berharap, penghentian penambangan pasir ilegal di Batam bukan hanya menjadi peran serta aparat dan pemerintah daerah, dalam hal ini Bapedal Kota Batam. Namun juga masyarakat sekitar lokasi penambangan harus turut adil berperan dengan aturan dan perundangan yang berlaku.

"Karena yang menjadi korban pertama akibat kerusakan lingkungan yang dilakukan penambang adalah masyarakat disekitar penambangan itu. Seperti penambangan di Batumergong, yang dirugikan adalah masyarakat Teluk Mataikan dan Tanjungbemban. Karena, akibat penambangan itu masyarakat yang mayoritas sebagai nelayan sudah tidak bisa lagi mendapat tangkapan ikan, udang, kerang dan lainnya karena laut sudah tercemar,"  tuturnya. (*)

Editor: Roelan