Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Seri Reshuffle Kabinet-1

Ani Masuk Kabinet (Lagi), Amit-amit, Deh
Oleh : Opini
Kamis | 18-06-2015 | 09:21 WIB

Oleh Edy Mulyadi)*

UNTUK KESEKIAN kalinya nama Sri Mulyani Indrawati (SMI) kembali beredar. Tahun silam, gosip ini  merebak saat presiden terpilih Jokowi akan menyusun kabinetnya.

Kini, nama itu mencuat lagi menjelang reshuffle kabinet. Maklum, kabar-kabur Jokowi bakal mempermak anggota kabinetnya memang kian santer saja berhembus.

Selain SMI nama lain yang juga disebut-sebut adalah Darmin Nasution dan Chatib Basri. Tapi pada seri pertama ini, kita akan bedah Sri dulu. Dua nama berikutnya akan dibahas pada artikel berikutnya. In sya Allah.

Seperti yang sudah-sudah,  para pendukungnya menggadang-gadang SMI untuk parkir di jajaran menteri ekonomi. Bahkan, sebagian di antaranya dengan pe-de nya berani ‘memastikan’ good girl investor dan lembaga keuangan asing itu akan didapuk menjadi Menko Perekonomian. 

Oktober tahun silam, ketika gosip serupa merebak, saya termasuk yang sangat khawatir dan cemas. Jangan-jangan Presiden Jokowi bakal benar-benar mengangkat dia jadi menteri ekonomi. Alhamdulillah, Allah masih melindungi negeri ini dari bencana dahsyat. Betapa tidak, jika SMI benar-benar jadi menteri, apalagi Menko Perekonomian, maka Indonesia akan sempurna berada di bawah cengkeraman asing.

Komparador asing sejati
Rekam jejak perempuan yang akrab disapa Ani ini memang sarat dengan penghambaan kepada kepentingan asing. Lewat berbagai jabatan strategis yang sempat disandangnya, SMI adalah komparador setia IMF, Bank Dunia, dan investor asing.

Sekadar mengingatkan saja, saat perampokan uang negara sebesar Rp6,7 triliun lewat skandal Bank Century terjadi, dia adalah Menteri Keuangan sekaligus Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK). Sebagai KKSK, Ani dianggap orang kedua yang paling bertanggung jawab setelah Wapres Boediono.

Ani juga punya sederet prestasi yang membuktikan dia adalah seorang komparador asing sejati. Pada Februari 2003, misalnya, obligasi RI yang dijualnya laris-manis bak kacang goreng. Dan, pembeli utamanya ternyata investor asing. Kenapa?

Pasalnya, perempuan yang dipuji-puji media asing sebagai Menkeu terbaik Asia, bahkan dunia ini, menyorongkan yield sebesar 5,26% per tahun. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan obligasi yang diterbitkan sejumlah negara ASEAN lain. Sebut saja, Thailand 3,61%, Filipina 3,52%, dan Malaysia 3,48%.

Yang membuat seru, yield yang dibayar Indonesia ternyata jauh lebih tinggi ketimbang Filipina. Padahal saat obligasi itu diterbitkan, sejumlah lembaga rating seperti S&P, Fitch, dan Moody’s mengganjar peringkat Indonesia di atas Filipina. Dalam logika pasar uang, negara yang peringkatnya lebih tinggi bisa mengail dana dengan biaya lebih murah.

Selisih bunga Indonesia dan Filipina sepertinya ‘hanya’  1,74%. Tapi mari kita sejenak menggunakan kalkulator sederhana. Tenor obligasi yang diterbitkan negara biasanya panjang, 20-30 tahun. Obligasi yang dilego mbak Ani itu nilainya Rp812 Trilyun. Dengan selisih bunga yang ‘hanya’ 1,74% itu akan memaksa Indonesia membayar 34,8% atau Rp282,57 Trilyun lebih besar daripada jika yield-nya sama dengan Filipina yang 3,52%. Bayangkan, Rp282,57 triliun!

Bisakah Anda memaknai angka Rp282,7 triliun dalam 20 tahun bagi Indonesia? Itu artinya, tiap tahun rakyat harus membayar Rp14,13 triliun lebih besar untuk mengisi kocek asing. Jumlah itu setara dengan membangun tiga jembatan Suramadu. Jauh lebih besar daripada biaya membangun double track kereta api Jakarta-Surabaya yang ‘cuma’ sekitar Rp10an triliun.

Hobi obral obligasi dengan bunga supermahal Sri terus berlanjut. Pada 2008, Indonesia menerbitkan global bond di New York sebesar US$2 miliar dengan tenor 10 tahun. Bunga yang diberikan 6,95%. Ini bunga obligasi negara tertinggi yang diberikan oleh negara ASEAN. Sebagai perbandingan, suku bunga global bond yang diterbitkan Malaysia waktu itu cuma 3,86%, Thailand 4,8%. Bahkan Filipina, yang selama ini dikenal sebagai The Sick Man in Asia, bunganya hanya 6,51%.

Yang lebih  hebat lagi, pada 2009, konon, untuk menambal defisit APBN, dia kembali menerbitkan global bond senilai US$3 miliar. Global bond itu terbagi dua; US$2 miliar berjangka waktu 10 tahun dengan bunga 11,75% dan US$1 miliar berjangka waktu 5 tahun berbunga 10,5%. Pada saat yang sama, Filpina menangguk dana dari pasar internasional sebesar US$1,5 miliar dengan bunga 8,5% saja!

Sangat disukai asing
Menurut Emerging Markets, salah satu alasan utama SMI dipilih sebagai Menteri Keuangan Terbaik di Asia karena dia merupakan figur utama yang mendorong reputasi Indonesia sebagai outstanding borrower of the year untuk kawasan Asia. 

Dilihat dari nara sumber yang jadi responden dan kriteria penilaian yang ditetapkan, Sri Mulyani menyandang Menkeu Terbaik Asia/Dunia karena bisa ”menyenangkan pasar”. Bukan karena pertimbangan bagi perbaikan dan kemajuan ekonomi Indonesia. 

Wajar saja bila investor dan lembaga asing menggerojok berbagai pujian kepada Ani. Jasa-jasa perempuan kelahiran Lampung ini memang teramat besar bagi mereka. Belasan miliar dolar keuntungan mereka raup sebagai buah dari berbagai kebijakannya selaku pejabat publik. 

Bisa dipahami, mengapa para kapitalis asing cinta berat kepada Ani. Bisa dimaklumi juga, kenapa majalah Euromoney pada 2006 mengganjarnya sebagai Finance Minister of the Year. Sri Mulyani telah sukses memuaskan syahwat kapitalis asing sambil mengorbankan kepentingan bangsanya sendiri. 

Sebagai ganjaran atas jasa-jasanya yang termat banyak dan menguntungkan para majikan asingnya, dia diberi kursi empuk sebagai Managing Director IMF. Ada dugaan kuat, jabatan yang  lumayan mentereng itu adalah upaya the invisble hand menyelamatkannya agar tidak terseret pusaran mega skandal Bank Century yang memang menyebut-nyebut namanya.

Stempel sebagai komparador asing bagi Ani juga dengan lugas disematkan mantan Kepala Bappenas Kwik Kian Gie.  Di kwikkiangie.com, Kwik membeberkan peran Sri Mulyani yang selalu membocorkan hasil rapat tim ekonomi kepada IMF, Bank Dunia, dan Kedutaan AS. Tidak jarang selang beberapa saat rapat usai, Kwik yang juga Menko Perekonomian itu mendapat telepon dari petinggi IMF atau Bank Dunia yang menyoal keputusan rapat seputar kebijakan ekonomi.

Sebaliknya, pujian dan penghargaan pasar tidak jatuh kepada Menkeu yang sukses membawa ekonomi negaranya terbang ke langit. China, misalnya, hanya dalam tempo 20 tahun telah menjadi raksasa ekonomi terdahsyat dengan jumlah cadangan devisa mencapai US$3,2 triliun. Tapi, tidak seorang pun Menkeu China yang meraih ‘anugrah’ sebagai Menkeu terbaik Asia, apalagi dunia. 

Begitu juga dengan para Menkeu yang berhasil membawa rakyat mereka menjadi sejahtera. Jepang, Korsel, atau Malaysia, misalnya. Bahkan, jangan pernah berharap penghargaan serupa akan jatuh kepada Menkeu Brazil, Venezuela atau Bolivia yang garang terhadap kepentingan kapitalisme global di satu sisi, tapi sukses mendongkrak kesejahteraan rakyatnya di sisi lain. Padahal, Brazil mampu mengerek perekonomiannya hanya dalam tempo delapan tahun! 

Yang teranyar, Ani juga diduga terlibat dalam penjualan kondensat milik negara melalui PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI).  Berdasarkan hasil audit investigasi BPK, terjadi penyimpangan yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp2,4 triliun. BPK menganggap persetujuan Menteri Keuangan tadi tak mempertimbangkan kondisi PT TPPI yang tengah terlilit masalah keuangan dan utang ke Pertamina. Untuk itu, dia telah diperiksa Badan Reserse Kriminal selama 12 jam, 8 Juni silam..

Manusia dengan profil seperti inikah yang akan kembali diboyong Jokowi masuk dalam jajaran kabinetnya hasil reshuffle kelak? Amit-amite deh! Semoga Allah melindungi bangsa ini dari bencana keuangan dan ekonomi yang dahsyat. Aamiin…

Penulis adalah Direktur Program Centre for Economic and Democracy Studies (CEDeS)