Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Menyongsong Pertumbuhan dari Timur Indonesia
Oleh : Redaksi
Jum'at | 12-06-2015 | 11:28 WIB

Oleh: Shultoni Rambe Weka*

MEMBANDINGKAN Papua hari ini dengan pengalaman sejarah pada masa Orde Baru tentu tidak lagi relevan. Memang masa Orde Baru terjadi penggunaan kekuatan represif yang eksesif dalam merespon aspirasi kemerdekaan, terutama gerakan separatis bersenjata, sehingga kerap dituding sebagai biang terjadinya pelanggaran HAM. Kini, Papua telah jauh berbeda dalam berbagai hal dan menunjukan perkembangan yang sangat kondusif bagi upaya peningkatan pembangunan daerah.

Pembangunan Papua mengalami berbagai kemajuan yang berarti dibandingkan pada masa Orde Baru. Hal ini terkait erat dengan penerapan UU No. 21 tahun 2001 tentang Otsus Papua yang dimaksudkan untuk percepatan dan pemerataan pembangunan Papua. Otsus Papua itu sendiri memuat aspek akomodasi politik yang lebih luas bagi potensi masyarakat asli Papua dalam membentuk dan menyusun kekuasaan tingkat lokal, baik dalam pemerintahan maupun lembaga perwakilan, alokasi anggaran, serta berbagai peraturan seperti Perdasi maupun Perdasus yang diperlukan guna pembangunan Papua. 

Berbagai kekhususan yang diberikan dalam UU Otsus Papua ini merupakan bentuk penerapan asimetric decentralization (Van Houtten, 2001) yang menjadi komitmen politik dari segenap bangsa Indonesia untuk menjawab berbagai persoalan pembangunan yang selama ini menjadi tantangan dalam mengelola Papua yang merupakan bagian integrasi dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kemajuan yang dicapai oleh Papua tentu bukanlah isapan jempol belaka.  Dalam konteks alokasi anggaran, untuk dana pembangunan begitu signifikan. Dana Otsus yang demikian besar tentu merupakan modal pembangunan daerah yang signifikan jika dapat dimanfaatkan dengan baik sebagaimana aspirasi masyarakat Papua. Kemajuan lain dapat dilihat dari kenaikan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang merupakan salah satu indikator untuk memotret kemajuan pembangunan, dimana IPM meningkat. Selain itu, Papua juga menempati angka APBD per kapita tertinggi di Indonesia.

Begitu pula dengan angka kemiskinan yang terus menurun. Berbagai capaian kemajuan pembangunan Papua ini disusul dengan sejumlah prestasi putra-putri Papua pada berbagai bidang seperti pendidikan maupun olahraga. Berbagai capaian itu semakin memantapkan posisi Papua sebagai wilayah yang semakin menuju kesejajaran dengan wilayah lain di NKRI. Hal inilah mungkin salah satu yang menjadikan pertimbangan  Presiden Jokowi membuka pintu kepada pers asing untuk meliput di tanah Papua ,karena memang tidak ada lagi yang perlu ditakuti bahwa memang Papua sudah jauh lebih baik dan maju, untuk itu perlu mengingatkan kepada setiap jurnalis baik asing maupun pers Indonesia untuk fair dan bertanggung jawab dalam menulis dan memberitakan tentang Papua secara proporsional demi masyarakat Papua itu sendiri.

Harus jujur diakui bahwa di antara berbagai capaian penting pasca Otsus Papua memang masih ada sejumlah pekerjaan rumah yang perlu mendapat perhatian, seperti efektifitas penggunaan dana Otsus, pemerataan pembangunan infrastruktur dasar dan sosial, serta penanganan potensi gangguan keamanan yang bersifat sporadis baik akibat konflik komunal, pilkada maupun aktivitas kelompok bersenjata yang kerap menteror masyarakat. 

Namun demikian, menjadikan persoalan pekerjaan rumah yang belum selesai di Papua tidak dijadikan sebagai sarana untuk dieksploitasi demi kepentingan propaganda politik, bahkan mendukung separatisme di Papua tentu tidak dibenarkan dan justru kontraproduktif bagi kepentingan masyarakat Papua yang sedang giat-giatnya meningkatkan pembangunan wilayahnya. Apalagi komitmen pemeribtah Jokowi terhadap Papua begitu luar biasa dan perhatian, banyak terobosan-terobosan strategis yang diambil guna mempercepat semakin majunnya Papua.

Teror dan propaganda politik mengecam langkah pemerintah dalam meningkatkan pembangunan Papua dan pelaksanaan Otsus Papua masih kerap dilakukan oleh kelompok-kelompok yang memang tidak menghendaki Papua menjadi bagian integral NKRI. Kelompok ini menggunakan momentum demokratisasi politik untuk membangun opini sesat baik dalam negeri maupun internasional. Isu yang biasa dimanipulasi adalah mengenai sejarah integrasi Papua, pelanggaran HAM, eksploitasi SDA dan ketimpangan pembangunan. Tujuannya adalah mendelegitimasi status Papua sebagai wilayah sah NKRI baik secara historis, politis maupun yuridis. Melalui cara itu, mereka memperoleh ruang untuk mengkampanyekan separatisme Papua dan menarik simpati komunitas internasional yang sesungguhnya memiliki hidden agenda terhadap Papua.

Dalam konteks domestik, kelompok ini mengecam implementasi Otsus sebagai kebijakan yang gagal dan tidak sesuai dengan kehendak rakyat. Mereka menyerukan bahwa Papua Merdeka sebagai harga mati, hal inilah yang justru makin tidak mendapat dukungan dari masyarakat Papua maupun dunia internasional. Mereka juga sangat risau dengan langkah pemerintah yang semakin kongkrit membangun dan menyelesaikan berbagai problem Papua secara damai. Bahkan, kelompok ini berupaya untuk melakukan penyusupan dan mengintegrasikan isu separatisme sebagai persoalan yang menjadi perhatian kelompok adat dan agama. Lihat saja bagaimana kiprah dari Komite Nasional Papua Barat (KNPB), NRFPB,  Parlemen Nasional West Papua (PNWB), ILWP dll. Kelompok ini selain aktif propaganda dan konsolidasi juga membentuk struktur organisasi yang hierarkis menyerupai hierarki pemerintahan.

Internasionalisasi isu Papua juga dilakukan dengan menggalang simpati dan dukungan komunitas internasional. Mereka membentuk jaringan internasional dan menuntut dibukanya akses bagi kelompok asing tertentu yang menjadi simpatisannya untuk memasuki Papua dengan dalih misi kemanusiaan maupun monitoring. Isu pelanggaran HAM dan genosida dijadikan sebagai bahan propaganda politik di luar negeri dengan memanfaatkan dukungan dari segelintir kelompok tertentu di sejumlah negara yang memberikan respon terhadap gerakan separatisme Papua. 

Para simpatisan kelompok separatis dan OPM juga menggunakan mekanisme teror dan kekerasan sebagai cara untuk melawan kedaulatan NKRI atas Papua yang telah kuat baik berdasarkan hukum nasional maupun internasional. Aksi penembakan, penculikan dan berbagai kekerasan lainnya dilakukan oleh kelompok sipil bersenjata yang diduga kuat dilakukan oleh TPN-OPM untuk menciptakan teror dan ketakutan masyarakat serta mendelegitimasi kemampuan pemerintah dalam menjamin keamanan warganya.  Wilayah-wilayah Papua yang dianggap pro pemerintah menjadi target utama operasi TPN-OPM untuk mendirikan struktur organisasinya dan melakukan rekrutmen anggota, seperti wilayah Serui, Sorong, Merauke, Fakfak, Biak dan lainnya.

Berbagai upaya perbaikan itu tentu dapat berjalan jika tercipta suasana yang kondusif di Papua. Stabilitas sosial dan politik karena itu menjadi penting disertai dengan adanya jaminan keamanan yang mantap. Hal itu memerlukan perpaduan antara langkah-langkah persuasif dalam rangka revitalisasi kebijakan Otsus maupun tindakan tegas terhadap berbagai potensi gangguan yang mungkin ditimbulkan oleh kelompok-kelompok baik dalam negeri maupun asing yang mencoba memperkeruh suasana dan merongrong integritas wilayah Papua sebagai bagian final NKRI. Papua dalam berbagai dimensi merupakan wilayah sah NKRI yang tidak bisa diganggu gugat. 

Separatisme, apalagi gerakan bersenjata tidak dibenarkan dalam konteks hukum internasional manapun. Setiap negara memiliki hak untuk mempertahankan integritas dan kedaulatan nasionalnya atas seluruh wilayahnya dengan berbagai pendekatan yang dianggap tepat dan efektif. Kedaulatan itu tidak hanya dalam konteks domestik (internal sovereignity), dimana setiap warga negara mengakui dan tunduk pada hukum-hukum nasional yang berlaku, namun juga termasuk kedaulatan eksternal (external sovereignity) dimana tidak diperkenankan adanya kekuatan asing yang ikut campur dan melanggar urusan suatu negara (Jean Boddin, 1530-1596). 

Karenanya, negara tidak perlu ragu-ragu untuk menindak para pelaku separatisme yang mengancam kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI sehingga pembangunan Papua terus dapat dilanjutkan sebagaimana harapan masyarakat Papua. *

*) Penulis adalah Mahasiswa Papua di Bali dan Pemerhati Masalah Pembangunan Daerah.