Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Hasil Kunker Ketua Komite III DPD RI di Daerah

Pelaksanaan Kurikulum 2013 di Kepri dan UN CBT Direkomendasikan Dihentikan
Oleh : Surya
Kamis | 21-05-2015 | 14:55 WIB
Hardi-Selamat-Hood.jpg Honda-Batam
Ketua Komite III DPD RI Hardi Selamat Hood, Senator asal Provinsi Kepri

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Pelaksanaan Kurikulum 2013 di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) mendukung yang semual diharapkan dapat berjalan lancar ternyata masih menghadapi kendala dan berbagai masalah. Atas kendala dan berbagai masalah tersebut, DPD Kepri merekomendasikan agar pelaksanaan Kurikulum 2013 di Kepri dihentikan.

"Karena itu, kami (DPD RI Provinsi Kepri, red) mendukung langkah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan membuat kebijakan yang menghentikan pelaksanaan Kurikulum 2013. Harus ada persiapan yang lebih matang," kata Hardi Selamat Hood,

Ketua Komite III DPD RI dalam laporan kegiatan di daerah Anggota DPD RI Provinsi Kepri pada 18 April-17 Mei 2015 yang telah disampaikan di Rapat Paripurna DPD RI itu, mengungkapkan sejumlah kendala dan permasalahan terhadap penerapan Kurikulum 2013 di Kepri, antara lain kesiapan buku, sistem penilaian, penataran guru, pendamping  guru dan pelatihan kepala sekolah yang belum merata di setiap kabupaten/kota.

"Anak-anak, guru dan orang tua yang akhirnya harus menghadapi konsekuensi atas ketergesa-gesaan penerapan Kurikulum 2013," katanya.

Selain itu, menurut Hardi, sistem penilaian yang ada dalam Kurikulum 2013 ini juga dianggap menyulirkan para guru, karena begitu banyaknya lembaran isian yang harus dikerjakan guru.

Sebab, dalam implementasi Kurikulum 2013, siswa tidak hanya dinilai berdasarkan kemampuan akademiknya saja. Namun, ada 4 Kompetensi Inti (KI) yang harus dimasukkan dalam penilaian dan itu harus dibuat dalam bentuk narasi deskritif. Ke-empat Kompetensi Inti itu, meliputi sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan dan keterampilan.

Ujian Nasional CBT
Sementara itu, menyangkut pelaksanaan UN tahun 2015 di Provinsi Kepri relatif berjalan lancar dari tahun-tahun sebelumnya. Sebab, kondisi psikologi semua pihak yang terlibat dalam UN menjadi berubah, karena UN tidak lagi terlihat menakutkan dan bukan satu-satu dasar kelulusan siswa.

"Kondisi psikologi ini terlihat dari semua pihak yang terlibat di dalamnya, terutama murid dan sekolah," katanya.

Hal ini, tentu saja akibat dari kebijakan Kemendikbud yang tidak lagi memposisikan UN sebagai syarat kelulusan, tetapi lebih berfungsi sebagai alat pemetaan dan evaluasi sekolah dan murid.

"Hal ini sejalan dengan sikap yang kami ambil. Karena itu keputusan yang diambil Kemendikbud, layak diapresisasi oleh kita semua," katanya.

Pelaksanaan UN 2015 juga diwarnai beberapa perubahan lain, yakni soal UN yang selama ini dalam bentuk (paper based test), sekarang juga dilakukan sismtem daring (computer based test/CBT). Tujuannya adalah untuk mengoptimalkan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses penilaian sehingga dapat dilakukan efisiensi dari segi waktu, tenaga dan biaya.

Di Provinsi Kepri, kata Hardi, sekolah yang melaksanakan UN dengan sistem CBT hanya ada dua sekolah, yaitu SMK Negeri 1 Tanjungpinang dan SMP Negeri 1 Tanjungpinang yang menjadi percontohan.

Sementara di tingkat nasional terdapat 556 sekolah yang menyelenggarakan UN berbasis sistem CBT pada UN 2015. Bandingkan dengan seluruh jumlah sekolah se-Indonesia yang mengikuti UN adalah 50.515 SMP, 10.362 SMK dan 18.552 SMA/MA.

"Terkait dengan hal ini, kami berpandangan pelaksanaan UN dengan sistem CBT sebaiknya dihentikan sebab menimbulkan diskriminasi," katanya.

Seharusnya yang dilakukan pemerintah pusat melengkapai sarana dan prasarana semula sekolah terlebih dahulu, baru melaksanaan UN sistem CBT.

"Program ini kami nilai tergesa-gesa dan tanpa memperhitungkan kekuatan daerah. Sehingga hal tersebut tidak memiliki capaian yang baik dan bahkan menjadi sebuah permasalahan baru nantinya," kata Senator asal Kepri ini.

Editor: Surya