Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Peran Media dalam Membangun Bangsa
Oleh : Opini
Kamis | 21-05-2015 | 09:56 WIB

Oleh: Satya Dharma Wiguna*

RUNTUHNYA rezim otoritarianistik (orde baru) dan beralih ke Reformasi memberikan perubahan besar dalam iklim demokrasi Indonesia. Keberadaan pers sebagai pilar ke empat demokrasi berperan penting dalam mempengaruhi dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara kita.

Ruang publik yang dulunya tersekat oleh hegemoni kuasa, kini aktualitasnya semakin terbuka lebar. Hal itu yang menggugah tingginya frekuensi ruang diskursif publik dengan berbagai artikulasinya yang hampir menjangkau semua khalayak umum tanpa ada kontrol yang membatasinya.

Berdasarkan UUD 1945 pasal 28 bahwa kebebasan Pers bertujuan untuk menjamin transaksi informasi dua arah, antara Pemerintah dengan masyarakat. Pers menjadi media transfer pengetahuan, pengertian, persamaan persepsi dan partisipasi masyarakat dalam bingkai Demokrasi. Akan tetapi, disadari bahwa dewasa ini faktor ekonomi dan politik memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan Pers di Indonesia.

McDevitt (1996: 270) mengatakan, "Media cukup efektif dalam membangun kesadaran warga mengena isu atau masalah (isu)." Lindsey (1994: 163) berpendapat, "Media memiliki peran sentral dalam menyaring informasi dan membentuk opini masyarakat." Sedangkan para pemikir sosial seperti Louis Wirth dan Talcott Parsons menekankan pentingnya media sebagai alat kontrol sosial.

Selain itu, dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dijelaskan bahwa kebebasan Pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi guna memenuhi kebutuhan yang hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia.

Kebebasan yang dimiliki Pers bukan berarti mampu membuat Pers bergerak terlalu leluasa apalagi menyangkut hal-hal yang bersinggungan dengan SARA, pornografi dan erotisme, kekerasan dan hal-hal lain yang dapat memicu perpecahan maupun konflik.

Dalam Kode Etik Jurnalistik, wartawan harus bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat dan berimbang serta tidak beritikad buruk, menempuh cara-cara yang professional, menguji informasi, tidak mencampurkan antara fakta dengan opini yang menghakimi, menerapkan asas 'praduga tak bersalah' dan tidak membuat berita bohong.

Gambaran tentang realitas yang dibentuk oleh isi media menjadi dasar respon dan sikap masyarakat terhadap berbagai objek sosial. Dengan demikian, apabila media salah dalam menyampaikan informasi akan memunculkan gambaran yang salah pula terhadap objek sosial. Untuk itu, media dituntut menyampaikan informasi secara akurat dan berkualitas. Kualitas informasi inilah yang merupakan tuntutan etis dan moral massa.

Namun demikian, disadari bahwa di era sistem Pers yang menganut paham liberal saat ini, hal yang harus diperhatikan secara bijak adalah jangan sampai media yang saat ini merupakan sarana paling ampuh dalam membangun opini publik, digunakan untuk menyebarkan ideologi dan budaya melalui hegemoni kelompok-kelompok tertentu terhadap kelompok-kelompok lain yang menjadi target hegemoninya.

Mereka menyebarkan ideologi dan budaya tertentu melalui media dengan menggusur gagasan kelompok lain. Fungsi media yang seharusnya menjadi pewarta kebenaran, netralitasnya mengalami bias karena pemberitaanya jauh dari nilai-nilai objektivitas.

Hal ini menjelaskan bahwa kebebasan Pers dalam pemberitaannya memiliki kecenderungan memihak terhadap kepentingan tertentu. Mengingat pemberitaan media tidak berangkat dari ruang hampa, masyarakat yang notabenya sebagai konsumen berita harus mampu menempatkan diri secara proporsional dan bersikap kritis terhadap setiap pemberitaan yang disuguhkan. Sehingga masyarakat terhindar dari distorsi pemberitaan media yang manipulatif.

Untuk itu, guna menghindari kecendrungan atas pemberitaan negatif yang tidak mendidik masyarakat, sebaiknya media mampu menyaring dengan bijak hal-hal yang dianggap layak menjadi konsumsi publik. Sebaiknya para awak media tidak perlu menelaah terlalu dalam terhadap urusan ekonomi, politik maupun hukum. Biarkan pemerintah menjalankan tugas dan fungsinya secara maksimal terlebih dahulu.

Apalagi saat ini pemerintah Jokowi-JK sedang aktif melakukan perubahan-perubahan mendasar dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat yang terkadang hasilnya tidak dapat dilihat atau dirasakan seketika bahkan seringkali diawali dengan hal-hal yang dapat terkesan menjadi lebih sulit, hal ini dikarenakan dampak perubahan namun pada saatnya kita semua akan merasakan sesuatu yang lebih baik dikemudian hari.

Terkait dengan hal itu, kiranya akan lebih bijak ketika media mampu mengambil peran dalam mendukung berbagai kebijakan pemerintah serta menyaring isu negatif yang mampu mengganggu proses pembenahan yang sedang dilakukan pemerintah saat ini. Karena bagaimanapun juga dalam setiap kebijakan pemerintah tentu ada yang pro dan kontra.

Fatalnya mereka yang kontra terkadang menggunakan fakta-fakta bias dengan tujuan untuk mendiskriditkan pemerintah. Kita semua memaklumi dan memahami, karena selama ini kita berharap akan ada kondisi yang lebih baik, dan telah lama kita muak dengan keadaan-keadaan yang korup, pelayanan publik yang kurang prima, prilaku politik yang tidak beretika dll.

Media harus mampu mengarahkan masyarakat untuk percaya sepenuhnya kepada pemerintah bahwa pemerintah akan terus berjuang untuk mensejahterakan masyarakat Indonesia.  Karena tidak akan ada anak negeri yang menghancurkan bangsanya sendiri, apalagi telah mendapat legitimasi sepenuhnya dari masyarakat Indonesia. *
 
*) Penulis adalah koresponden independen, aktif pada lembaga  kajian analisis strategis media.