Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Memaknai Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei
Oleh : Redaksi
Rabu | 20-05-2015 | 10:10 WIB

Oleh: Anggoro Yoedowangsa*

SETIAP tanggal 20 Mei, masyarakat Indonesia selalu memperingatinya sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Penetapan 20 Mei ini dilatar belakangi oleh lahirnya gerakan nasionalis pertama Boedi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908, tepatnya 107 (seratus tujuh) tahun yang lalu.

Pergerakan nasional ini dipimpin oleh Dokter Soetomo di Jakarta. Terlepas dari kontroversi atas perkembangan organisasi Boedi Oetomo pada masa itu, masyarakat harus menyadari bahwa Boedi Oetomolah yang melahirkan mentalitas perjuangan yang lebih terorganisir pada waktu itu.

Dengan dorongan dilahirkannya Boedi Oetomo ini, kemudian lahirlah Sarekat Islam, di tahun 1912, di bawah pimpinan Haji O.S. Tjokroaminoto bersama Haji Agus Salim dan Abdul Muis. Dalam tahun 1912 itu lahir pula satu gerakan politik yang amat penting, yaitu Indische Partij yang dimpimpin oleh Douwes Dekker (Dr. Setiabudhi), R.M. Suwardi Suryaningrat dan Dr. Tjipto Mangunkusumo. Tahun 1913, partai ini dilarang oleh pemerintah kolonial Belanda dan pemimpin-pemimpinnya ditangkapi dan kemudian dibuang dalam pengasingan. 

Sebagai buntut perkembangan ini, maka pada tahun 1914 lahir di Semarang satu organisasi berfaham kiri (komunis), yaitu Indische Sociaal Demokratische Vereeniging (ISDV) di bawah pimpinan Sneevliet dan Semaun. Dalam tahun 1920 (23 Mei) ISDV ini telah berubah menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI), dengan pimpinan Semaun juga. 
Dalam perjuangan menentang kolonialisme, PKI beberapa kali mencetuskan pemberontakan di Banten, Jakarta dan Yogyakarta dalam tahun 1926, dan kemudian juga di Sumatera Barat dalam tahun 1927, namun semuannya dapat ditumpas. Selanjutnya lahirlah beberapa organisasi-organisasi dan perhimpunan-perhimpunan diseluruh negeri yang merupakan hasil dari sebuah perjuangan dan semangat Boedi Oetomo.

Selanjutnya pada 90 tahun kemudian, pergerakan rakyat dalam melawan ketidakadilan, penindasan, hegemoni, feodalisme dan sebagainya kembali pecah di segala penjuru tanah air. Gelombang demonstrasi yang dimotori oleh mahasiswa pecah hampir disegenap penjuru Ibu Pertiwi. Mereka meneriakan berbagai tuntutan di antaranya: cabut dwifungsi ABRI, amandemen UUD 1945, adili orde baru, otonomi daerah yang seluas-luasnya, budayakan demokrasi egaliter dan penegakan supremasi hukum. 

Desakan yang begitu kuat tersebut akhirnya menuai hasil dengan lengsernya Presiden Soeharto dari jabatanya pada tanggal 21 Mei 1998, sekaligus menjadi akhir kekuasaan orde baru yang telah berjalan 32 tahun dan diawalinya orde reformasi.

Pertanyaan besarnya adalah apakah tujuan Kebangkitan Nasional 1908 dan Reformasi 1998 telah sesuai dengan harapan masyarakat ? Apakah darah-darah yang bertaburan di jalan telah di bayar lunas? Jika jawabannya adalah belum, lalu apa yang harus kita lakukan selanjutnya? 

Perlukah para mahasiswa dan buruh kembali turun ke jalan, mengorbankan jiwa raganya untuk menuntut kesejahteraan rakyat? Dan haruskan setiap ketidakpuasan masyarakat atas kinerja pemerintah selalu disalurkan dengan mengorbankan darah di tanah airnya? Kiranya pertanyaan-pertanyaan tersebut harus dapat kita cermati secara mendalam.

Kita pun perlu menyadari bahwa perjuangan saat ini bukanlah lagi seperti di masa pra kemerdekaan. Kini sudah saatnya berjuang menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Bukan lagi dengan gerakan mengangkat senjata tajam, atau turun ke jalan dengan mengatakan "Kami Putra-Putri Indonesia Bersatu, Menuntut Kesejahteraan Rakyat" atau "Kami Putra-Putri Indonesia Bersatu Menuntut Presiden untuk Turun dari Jabatannya."

Lantas, setelah Presiden turun apakah pemerintahan akan jauh lebih baik? Jika otot saja yang kuat, tapi otak kosong, sampai kapan pun negara ini tidak akan pernah maju. Beribu-ribu kali rakyat turun ke jalan Rakyat Indonesia tidak akan pernah sejahtera. Kenapa? Karena kita akan selalu dibodohi oleh negara lain, seluruh aset negara akan di kuasai oleh asing, baik dengan dalil investasi ataupun lainnya. Rakyat Indonesia akan selalu menjadi budak di negerinya sendiri, sama seperti di jaman pra kemerdekaan dulu.

Artinya bahwa jika ingin aksi, ingin menumpahkan jiwa dan raga maka lakukanlah dengan meningkatkan Ilmu Pengetahuan. Lawanlah diri kita sendiri, lakukanlah segala cara untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan agar mampu bersaing dengan negara lain. Karena menuntut bukanlah menyelesaikan masalah, tetapi justru membawa masalah baru. Kiranya itulah makna dari Hari Kebangkitan Nasional.

Untuk itu, selama kita meningkatkan kapasitas diri, biarkan pemerintahan Jokowi-JK melanjutkan tugas-tugasnya. Berikan kesempatan kepada pemerintah Jokowi-JK saat ini untuk terus memperjuangkan kesejahteraan rakyat, sesuai janji politiknya dulu. Jika ada yang tidak tepat, berikan masukan (saran dan kritik) yang positif agar pengelolaan negara menjadi lebih baik. Karena kita harus meyakini bahwa tidak ada pemimpin yang ingin menghancurkan negaranya sendiri,tidak ada pemimpin yang ingin negaranya di jajah oleh bangsa lain. Kita harus yakin bahwa Jokowi-JK mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat sesuai janji dan harapan seluruh masyarakat Indonesia menuju Indonesia yang lebih baik dan  Indonesia yang lebih Hebat ! *

*) Penulis adalah Relawan Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi dan Kesejahteraan.