Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Miris, 36 Tahun Bekerja di ConocoPhillips Hanya Berstatus Karyawan Kontrak
Oleh : Nursali
Senin | 11-05-2015 | 08:33 WIB
Kandi_Ahmad_Salah_Satu_Dari_17_Karyawan_Yang_Dihentikan_Kontrak_Kerjanya_di_ConocoPhilips.JPG Honda-Batam

PKP Developer

Kandi menunjukkan surat undangan yang berujung pada pengakhiran kontak kerja secara sepihak oleh perusahaan migas tersebut saat ia dan pulauhan karyawan PT Supraco Indonesia menggeruduk perkantoran Bupati Kepulauan Anambas beberapa waktu lalu. (Foto: Nursali/BATAMTODAY.COM)

BATAMTODAY.COM, Tarempa - Bekerja di perusahaan migas multinasional sekelas ConocoPhillips ternyata tak serta bisa menjanjikan. Kandi Ahmad, warga Desa Payalaman, Kecamatan Palmatak, Kabupaten Kepulauan Anambas, misalnya, sudah bekerja di perusahaan migas asal AS itu sejak 1979. Meski sudah puluhan tahun bekerja, statusnya tak jua diangkat sebagai karyawan tetap dan hanya karyawan kontrak.

Malah, Kandi termasuk di antara 17 karyawan PT Supraco Indonesia, di bawah naungan ConocoPhillips, yang diakhiri kontrak kerjanya. Kandi sendiri telah merasakan bekerja sebagai buruh harian lepas hingga karyawan kontrak d iberbagai macam perusahaan migas di bawah naungan ConocoPhillips.

Saking banyaknya perusahaan yang pernah menjadi tempatnya bekerja, ia sendiri pun mengaku lupa apa saja nama-nama perusahaan yang pernah merekrutnya. Yang dia ingat mulai dari PT Angkup, PT Patradian, PT Sumber Sarana Sejahtera, PT Herun Permata Abadi, PT Supraco Indonesia, hingga PT Istech pernah ia lalui menjadi karyawan kontrak di perusahaan tersebut.

"Yang lainnya saya lupa apa saja namanya, cuma itu yang saya ingat," kata pria 54 tahun yang akrab disapa oleh rekannya dengan panggilan Pak Kancil ini kepada BATAMTODAY.COM di kediamannya. di RT02/RW01 Desa Payalaman, Kecamatan Palmatak, Minggu (10/5/2015) siang.

Pria yang menikah pada tahun 1981 ini menuturkan, awal mula bekerja pada 1979 dia hanya menerima gaji sebesar Rp65 ribu per bulan. Gaji bertambah seiring waktu serta prestasi dan kedisiplinannya. Pada 2013, gajinya mencapai Rp4,1 juta per bulan.

"Itu hanya gaji bersih saja. Kalau ditambah OT (overtime, red) bisa lima sampai tujuh juta sebulanlah. Baru tahun 2013 saya bisa merasakan gaji segitu. Itu pun kalau ada OT. Kalau tidak, ya gaji bersiih saja yang saya terima," ungkapnya.

Lucunya, Kandi mengaku tak ingat sejak kapan persisnya dia menerima kenaikan gaji sebesar itu. Namun dari gaji itulah dia mampu menguliahkan anaknya di perguruan tinggi hingga mendapat gelar sarjana dan bahkan telah bekerja di Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Anambas sebgai pegawai negeri sipil (PNS).

Namun, kilau "duit minyak" berakhir. Mulai 30 April 2015 lalu dia tak lagi bekerja di PT Supraco Indonesia.

Menjadi pengangguran secara tiba-tiba membuatnya terpukul. Apalagi pihak perusahaan telah mengambil keputusan sepihak dengan alasan efesiensi.

"Tiba-tiba saya diberhentikan, nggak tahu apa salah saya. Tahu-tahu orang kantor Supraco datangi saya, suruh tanda tangan penghentian kontrak kerja. Saya pun terkejut kenapa tiba-tiba?" tuturnya.

Kandi mengaku belum tahu apa yang akan diperbuatnya. Apalagi harus menjalani profesi sebagai apa setelah tak lagi hilir mudik ke laut lepas. (*)

Editor: Roelan