Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Agun Sebut Ada Kelompok yang Paksakan Revisi UU Pilkada dan Parpol
Oleh : Surya
Rabu | 06-05-2015 | 08:30 WIB
agun_gunanjar.jpg Honda-Batam
Agun Gunanjar Sudarsa

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Ketua DPP Partai Golkar Agun Gunandjar Sudarsa mengatakan satu kelompok di DPR RI telah memaksakan kehendaknya terhadap Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) melalui Komisi II DPR


"Ada pemaksaan kehendak Komisi II terhadap Peraturan KPU, dengan merencanakan revisi UU Parpol dan UU Pilkada akibat tidak tunduknya KPU," kata Agun di Jakarta, Selasa.

Agun menilai pemaksaan kehendak itu wujud arogansi DPR yang sudah berlangsung sejak beberapa waktu belakangan.

Bentuk arogansi tersebut antara lain berawal dari pemaksaan pemilihan pimpinan dewan, pembentukan alat-alat kelengkapan dewan, serta perubahan UU MD3 dengan menambahkan keputusan komisi bersifat mengikat, tanpa mengindahkan UUD dan UU lainnya.

Arogansi kekuasaan juga terlihat dari upaya DPR mengatur agenda paripurna sesuai kemauannya, memindahkan anggota tanpa menanyakan kedaulatan anggota yang dipilih langsung oleh rakyat, hingga mengalokasikan penambahan anggaran Rp1,7 triliun dalam APBNP 2015, tanpa memikirkan kebutuhan rakyat yang lebih membutuhkan.

Agun menilai semua itu adalah fakta arogansi kekuasaan yang diputuskan sepihak dengan mengabaikan aspirasi anggota dan fraksi lain di DPR.

Salah satu kelompok di DPR dinilai mengabaikan azas dan prinsip demokrasi dengan tidak menghargai dan menghormati serta menerima perbedaan.

"Mereka memaksakan kehendak berdasarkan suara semata, seperti yang dipertontonkan kepada publik selama ini. Arogansi kekuasaan harus segera dihentikan, kedepankan semangat kebersamaan dengan mengacu pada nilai-nilai objektivitas, kejujuran dan kehendak rakyat yang diwakilinya," jelas mantan Ketua Komisi II DPR ini.

KPU melalui draf Peraturan KPU mensyaratkan parpol bersengketa di pengadilan harus sudah memiliki kekuatan hukum tetap atau sudah islah sebelum pendaftaran Pilkada.

Namun, DPR malah meminta KPU menyertakan putusan sementara pengadilan sebagai syarat mengikuti pilkada.

KPU menolak permintaan tersebut, karena tidak ada payung hukum yang mengatur atas hal itu. Akhirnya, DPR sepakat merevisi UU Parpol dan UU Pilkada untuk menciptakan payung hukum baru.

Editor : Surya