Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Indonesia Eksekusi 8 Terpidana Mati Kasus Narkoba
Oleh : Redaksi
Rabu | 29-04-2015 | 10:24 WIB

BATAMTODAY.COM - Di tengah sorotan dan tekanan dunia Internasional, Pemerintah Indonesia akhirnya tetap melaksanakan eksekusi mati gelombang kedua. Namun hukuman mati hanya dilakukan terhadap 8 dari 9 terpidana mati yang dijadwalkan sebelumnya. Satu orang terpidana mati asal Filipina yakni Mary Jane Veloso ditangguhkan eksekusinya.  

Eksekusi mati ini dilangsungkan Rabu pukul 00.34 WIB dini hari di Pulau Nusakambangan. Kedelapan terpidana mati yang dieksekusi adalah Myuran Sukumaran dan Andrew Chan (Australia); Martin Anderson, Raheem A Salami, Sylvester Obiekwe, dan Okwudili Oyatanze (Nigeria); Rodrigo Gularte (Brasil); serta Zainal Abidin (Indonesia).
 
Sementara terpidana mati asal Filipina, Mary Jane Veloso ditangguhkan eksekusi matinya lantaran ada permintaan dari Presiden Filipina kepada Presiden Joko Widodo yang kemudian meresponnya dengan menangguhkan eksekusi mati Mary Jane Veloso untuk menghormati proses hukum yang berlangsung di Filipina. Terkait penyerahan diri seseorang yang mengaku menjebak Mary Jane dalam kasus penyelundupan narkoba yang melibatkannya.  
 
Sebelumnya Kejaksaan Agung juga telah menangguhkan eksekusi mati terpidana mati asal Perancis, Serge Areski Atlaoui, karena tengah mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta.
 
Ini merupakan eksekusi mati narapidana kasus narkoba gelombang kedua yang dilakukan oleh Pemerintahan Jokowi, eksekusi mati gelombang pertama dilakukan pada Januari 2015 lalu terhadap lima narapidana kasus narkoba asal Malawi, Nigeria, Vietnam, Brasil, dan Belanda.
 
Dalam keterangan pers di Kantor Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan yang disampaikan Selasa malam (28/4), Jaksa Agung RI, HM. Prasetyo menjelaskan  eksekusi oleh regu tembak tidak dilakukan satu per satu tapi dilaksanakan secara serentak. 
 
"Semuanya akan dilaksanakan secara serentak," kata Prasetyo.
 
Prasetyo mengatakan supaya tidak saling menunggu, untuk setiap terpidana mati disiapkan satu regu tembak yang beranggotakan 13 orang termasuk satu orang sebagai komandan. 
 
Menanggapi permohonan ampun dan desakan pembatalan yang disampaikan pemerintah dari negara terpidana mati, Prasetyo mengatakan hal itu tak bisa dilakukan. Menurut Prasetyo tak ada alasan eksekusi mati ini dibatalkan karena seluruh terpidana yang dieksekusi sudah melewati proses hukum. Begitu juga dengan dugaan suap yang masih perlu dibuktikan. 
 
"Kita memiliki kedaulatan hukum. Peradilan kita terbuka, fair dan tidak bisa ditutupi. Jadi, buktikan dong kalau memang ada isu suap," sebutnya.
 
Oleh karena itu Prasetyo berharap pelaksanaan eksekusi mati ini dapat dipahami oleh semua pihak sebagai sikap tegas Indonesia memerangi narkoba. 
 
“Saya minta agar lebih melihat kepada korban yang berjatuhan. Betapa banyaknya anak bangsa yang telah menjadi korban penyalahgunaan narkoba, sekarang hampir 50 orang meninggal setiap harinya karena narkoba,” tegasnya.
 
Penekanan serupa juga disampaikan Presiden Joko Widodo. Ia meminta ancaman hukuman mati yang diterapkan di Indonesia dapat dimengerti sebagai salah satu cara untuk menekan jatuhnya korban jiwa yang lebih banyak akibat penyalahgunaan narkoba.
 
"Itu yang harus dijelaskan, kalau dihitung, setahun 18.000  (orang yang meninggal dunia akibat narkoba)," ujarnya.
 
Eksekusi mati  ini sekaligus memupuskan harapan Pemerintah Australia untuk menyelamatkan nyawa dua orang warga negaranya dari regu tembak, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.
 
Eksekusi mati ini dipastikan akan memicu reaksi keras dari pemerintah maupun masyarakat Australia, mengingat gigihnya upaya Pemerintah Australia mengadvokasi warganya serta dukungan luas dari masyarakat Australia sendiri terhadap upaya permohonan ampunan dan pembatalan hukuman mati duo Bali Nine ini.
 
Pemerintah Australia belum memberikan responnya namun  sebelumnya otoritas Canberra telah mensinyalkan akan melancarkan reaksi keras.
 
"Jika eksekusi ini jadi dilaksanakan dan Saya berharap tidak, kita tentu saja akan mencari cara untuk menyampaikan rasa ketidaksukaan kita,” Demikian pernyataan PM Tony Abbott pada bulan Februari lalu.
 
Sinyal ini dikuatkan dengan pernyataan Menlu Australia Julie Bishop beberapa jam sebelum pelaksanaan hukuman mati terhadap Andrew Chan dan Myuran Sukumaran. Ketika itu Bishop menegaskan akan ada dampak diplomatik bagi Indonesia jika eksekusi oleh regu tembak jadi dilanjutkan.
 
ABC memahami Australia kemungkinan akan menarik Duta Besarnya di Jakarta sebagai bentuk protes atas pelaksanaan eksekusi mati ini. Langkah serupa juga ditempuh Pemerintah Belanda menanggapi eksekusi mati terhadap warganya yang dilakukan Indonesia pada eksekusi mati gelombang pertama pada Januari 2015 lalu.

Sumber: ABC Radio Australia