Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Status dan Kewenangan SLBN Tanjungpinang Jadi Perhatian Serius Komisi IV DPRD Kepri
Oleh : Roelan
Selasa | 28-04-2015 | 15:25 WIB
dprd kepri tinjau slb tpi.jpg Honda-Batam
Sejumlah anggota DPRD Kepri dari dapil Tanjungpinang saat mengunjungi SLB Negeri Tanjungpinang, Selasa (28/4/2015). (Foto: Roelan/BATAMTODAY.COM)

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Sengkarut pengelolaan SLB Negeri Tanjungpinang, mulai dari status sekolah, tidak adanya anggaran rutin hingga pemangkasan bantuan tunjangan untuk guru, menjadi perhatian serius Komisi IV DPRD Kepri.

Hal itu disampaikan Ketua Komisi IV DPRD Kepri, Teddy Jun Askara, setelah mendengar keluhan dan masukan dari Plt Kepala SLB Negeri Tanjungpinang di Senggarang, Firdaus, dalam kunjungan sejumlah anggota DPRD Provinsi Kepulauan Riau ke SLB Negeri Tanjungpinang di Jalan Kijang Lama, Selasa (28/4/2015).

Teddy mengaku memaklumi masalah-masalah yang dihadapi SLB Negeri Tanjungpinang. Mengenai status dan kewenangan, dia berjanji komisinya akan membicarakan dengan Dinas Pendidikan Provinsi Kepri. Begitu pun dengan kebutuhan lainnya.

Hanya saja, dia berharap agar SLB Negeri Tanjungpinang memiliki tim khusus yang mengangani capaian tumbuh kembang anak didik di sana. "Sehingga, kalau ada orang tua yang bertanya bagaimana perkembangan anaknya, tim inilah yang menjelaskan," kata Teddy.

Dari penuturan Firdaus, anggaran rutin sekolah, yang kini telah 'dimekarkan' menjadi dua: di Jalan Kijang Lama dan Jalan Senggarang, masih jadi kendala.

"Bahkan, hanya sekadar untuk minum air mineral gelas pun menjadi beban bagi guru-guru kami di SLB. Ibaratnya begitu. Karena memang kami tak ada dana rutin," kata Firdaus.

Firdaus menambahkan, untuk minum segelas teh hangat guru-guru harus merogoh kocek sendiri. Belum lagi bantuan tunjangan untuk guru SLB dari Pemerintah Provinsi Kepri dipangkas separuhnya: dari Rp1 juta per bulan menjadi Rp500 ribu.

"Kami dianggap sebagai guru biasa, karena itu tunjangannya disamakan. Kalau dilihat, guru-guru di SLB ini jauh lebih berat. Idealnya, berdasarkan rasio, satu guru di sini menangani lima orang anak dengan kecacatan yang sama. Tapi, kami menangani dua anak dengan dua kecacatan berbeda," terang Firdaus.

Namun, bukan persoalan tunjangan yang sangat merisaukan. Bagi Firdaus, mereka butuh kejelasan status pengelolaan. Pemerintah Kota Tanjungpinang dan Pemerintah Provinsi Kepri belum secara tegas menyatakan siapa "tuan" dari sekolah tersebut.

Sejak 24 Desember 2014 lalu, SLB Negeri Tanjungpinang terpecah dua: di Jalan Kijang Lama dan di Jalan Senggarang. Masing-masing juga sudah memiliki kepala sekolah, meski SLB di Jalan Senggarang masih berstatus pelaksana tugas. Kendati demikian, SLB di Jalan Senggarang itu juga belum memiliki nomor pokok sekolah nasional (NPSN).

"Kalau tak punya NPSN, sama saja sekolah kami dianggap ilegal. Dengan demikian, anggaran rutin kami tidak ada. Secara hirarkhis, SLB di Jalan Kijang Lama dan Senggarang dianggap masih menyatu," ujarnya.

Mengenai kebutuhan, Firdaus memaparkan banyak yang dibutuhkan. Terutama sarana dan prasarana sekolah. Mulai dari ruang kelas yang rusak, MCK tak berfungsi baik, hingga fasilitas lainnya. Demikian juga tenaga guru. Tak semua guru yang bertugas di SLB lulusan sarjana pendidikan luar biasa (PLB).

Turut hadir di sekolah itu di antaranya Rudi Chua dari Komisi II, Sarafuddin Aluan dari Komisi I, serta Husnizar Hood dan Yuniarni Pustoko Wenny dari Komisi IV. Hadir juga Dody Sanjaya, Kasi Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus (PK-PLK) Dinas Pendidikan Kepri.

Saat meninjau kondisi sekolah, para anggota dewan ini geleng-geleng kepala menyaksikan kondisi ruang kelas untuk siswa autistik yang sudah lama ambles namun tak segera diperbaiki. "Tolong, ini diperbaiki segera," perintah Teddy kepada Dody Sanjaya. (*)

Editor: Dodo