Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Inilah Perjuangan Seorang Guru Perempuan yang Bertugas di Pelosok Lingga
Oleh : Nurjali
Rabu | 22-04-2015 | 10:02 WIB
guru_posek_lingga.JPG Honda-Batam
Guru-guru dan warga berbaur dengan penumpang lain saat menuju ke lokasi sekolah di salah satu dermaga yang dibuat warga. (Foto: Nursali/BATAMTODAY.COM)

BATAMTODAY.COM, Dabosingkep - Perjuangan yang dilalui guru-guru yang bertugas di wilayah terpencil di Kabupaten Lingga, mungkin bisa jadi motivasi bagi guru yang ada di perkotaan. Meski insentif yang diterima jauh lebih besar dari rekan-rekan mereka yang bertugas di perkotaan, mengajar di pelosok-pelosok terpencil dan pulau kecil bukanlah perkara mudah. Apalagi bagi guru perempuan.

Asniah misalnya. Dia baru saja mendapatkan promosi menjadi kepala SD. Tapi guru yang lama mengajar di daerah perkotaan ini menempati tugas baru di Desa Posek, Kecamatan Singkep Barat.

Untuk melaksanakan tugas di tempat barunya, Asniah mengaku butuh perjuangan tersendiri. Apalagi jika dikaitkan dengan masih minimnya infrastruktur.

"Pertama kali saya pergi ke sekolah baru tersebut saya gembira bercampur kaget. Bukan saja karena daerahnya jauh, tapi jalan untuk menuju ke sekolah itu tidaklah mudah," tutur Asnah kepada BATAMTODAY.COM, Selasa (21/4/2015).

Jika hanya menyeberang laut dengan pompong bagi Asnah sudah bukan hal aneh lagi. "Saya juga harus melewati jembatan yang hampir roboh. Belum lagi jalan yang gembur yang belum diaspal. Tahulah kondisinya kalau hujan. Cukup berkeringat untuk sampai di sana," katanya.

Menurut Asnah, jarak yang harus ditempuh dari kediamannya ke sekolah tidaklah dekat. "Jalan darat sekitar satu jam harus ditempuh, setelah itu harus naik kapal nelayan sekitar satu jam di laut. Sampai di pulau itu untuk sampai kesekolah saya harus melewati jalan darat yang belum diaspal, serta jembatan yang hampir roboh buatan warga," katanya lagi.

Meski "dilempar" ke tempat terpencil, Asnah mengaku siap. "Sebagai pendidik saya merasa bangga ditugaskan di wilayah ini karena tidak semua guru perempuan yang mampu mengajar di sekolah yang cukup jauh ini. Anak-anak di sini butuh perhatian khusus karena mereka sangat terisolir dari dunia luar," ujarnya.

Pun dia berharap pemerintah daerah memperhatikan infrastruktur menuju ke sekolahnya ini. Sekolah dengan total jumlah siswa sebanyak 24 dan ditangani lima orang guru (tiga guru PNS dan dua guru honorer) itu juga masih butuh tambahan mebeler seperti kursi majelis guru, dan ruang kelas baru yang dapat digunakan untuk majelis guru.

"Kalau keperluan lain di sekolah kami sudah cukup. Tapi saya meminta kepada pemerintah kalau bisa tahun depan sekolah kami diberikan ruang kelas baru dan sarana mebeler untuk majelis guru. Selama ini guru di sana duduk di kursi siswa, baik di kantor majelis guru maupun di ruang kelas," ujarnya.

Perempuan kelahiran 1968 ini mengaku sudah menjadi guru sejak tahun 80-an. Dia mengaku tak pernah mengeluh ditugaskan di mana pun.

"Sekali lagi saya sampaikan, kalau keluhan lain saya kira tidak ada. Tapi infrastruktur jalan menuju ke sekolah dan sarana sekolah yang mumpuni seperti ruang kelas dan fasilitas pendidikan. Itu sangat penting diperhatikan. Karena sekolah ini jauh dari perkotaan, untuk mendapatkan fasilitas yang baik sangat sulit," terangnya. (*)

Editor: Roelan