Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

BPK Ungkap 3.293 Temuan Berdampak Finansial Senilai Rp14,74 Triliun
Oleh : Redaksi
Selasa | 21-04-2015 | 18:38 WIB
Harry_Azhar_Azis.JPG Honda-Batam
Harry Azhar Azis, Ketua BPK RI.

BATAMTODAY.COM, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap adanya temuan yang menimbulkan dampak finansial sebesar Rp14,74 triliun. Temuan dalam Ikkhitsar Hasil Pemeriksaan Semester II-2015 itu telah dilaporkan kepada Presiden Ri, Joko Widodo (Jokowi).

Ketua BPK RI, Harry Azhar Azis, mengemukakan, BPK telah memperoleh 3.293 temuan masalah yang berdampak finansial senilai Rp14,74 triliun selama semester II-2014. "Rinciannya adalah kerugian negara Rp1,42 triliun, potensi kerugian negara Rp3,77 triliun, dan kekurangan penerimaan Rp9,55 triliun," papar Harry, seperti dikutip dari laman Sekretaris Kabinet.

Menurut Harry, dari hasil pemeriksaan terhadap 135 kementerian/lembaga di tingkat pusat, 479 pemerintah daerah dan BUMN, serta 37 BUMN, juga ditemukan 7.789 kasus ketidakpatuhan terhadap aturan senilai Rp40,55 triliun, dan 2.482 kasus kelemahan sistem pengendalian internal (SPI).

Kasus yang dimaksudkan itu meliputi pelanggaran undang-undang dan pelanggaran peraturan. "Jadi, misalnya dana untuk ke masjid diberikan ke siapa begitu, bukan ke masjid," papar Harry.

Harry juga menyebutkan, khusus di sektor penerimaan pajak dan migas, BPK juga menemukan masalah senilai Rp1,124 triliun. Sementara di Kementerian ESDM juga ada masalah dalam belanja infrastruktur yang mengakibatkan proyek senilai Rp5,38 triliun tidak dapat dimanfaatkan, dan mengakibatkan kerugian negara Rp562,66 miliar.

Sedangkan di Kementerian Pertanian, BPK menilai tidak tercapainya target pertumbuhan produksi kedelai sebesar 20,05 persen per tahun serta target swasembada kedelai. Sementara di Kementerian Hukum dan HAM, BPK menemukan masalah dalam perubahan mekanisme pembayaran berupa pembayaran elektronik dengan payment gateway yang mengabaikan risiko hukum.

Masalah lainnya, papar Harry, pemerintah pusat dan daerah dinilai belum siap mendukung penerapan sistem akuntansi pemerintah (SAP) dalam menyusun laporan keuangan pemerintah maupun daerah. (*)

Editor: Roelan