Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Hardi Nilai UN Berbasis Komputer Sarat Diskriminasi
Oleh : Habibi
Senin | 13-04-2015 | 11:58 WIB
hardi_diskusi.jpg Honda-Batam
Hardi S. Hood beserta rombngan DPD lainnya saat melakukan audiensi bersama guru di aula SMK Negeri 1 Tanjungpinang.

BATAMTODAY.COM, Tanjungpinang - Ketua Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Hardi Selamat Hood saat meninjau langsung pelaksanaan ujian nasional dengan sistem Computer based test (CBT) di SMKN 1 Tanjungpinang mengaku pelaksanaan UN tersebut banyak diskriminasi.

Pasalnya, dari banyak sekolah hanya dua sekolah saja di Kepulauan Riau yang ikut, sementara yang lain harus tersingkir karena sarana dan pra sarana yang tidak memadai. Oleh karena itu, DPD nantinya akan mendesak agar Pemerintah Pusat melengkapi sarana dan pra sarana semua sekolah.

"Kalau tidak, ya mending tidak usah sama sekali (menggelar UN berbasis komputer)," tutur Hardi saat diwawancarai, Senin (13/4/2015).

Hardi mengatakan, Pemerintah Pusat harus membantu sarana dan pr asarana setiap sekolah di Indonesia mulai 2016 mendatang. Jika memang hal itu tidak dilakukan, DPD sepakat meminta kementerian menghentikan UN dengan sistem CBT.

"Kami mendesak pemerintah, saat 2016 jika pra sarana tidak siap maka batalkan saja. Karena ini bisa dinamakan diskriminasi, harus punya perlakuan yang sama dong. Selain itu, dinas juga akan kerepotan karena harus membagi dua cara dalam menghadapi program yang sama. Jika tidak siap ya kembali ke manual. Toh ini juga bukan online, tapi server. Ini kan disimpan di server. Pada saat disimpan pemikiran kita macam-macam," tutur adik dari Huzrin Hood tersebut.

Kendati demikian, Hardi mengaku mendukung jika memang sesuatu hal tersebut membangun. Namun, program ini dikatakan dia adalah program pusat yang tergesa tanpa memperhitungkan kekuatan daerah. Sehingga, hal tersebut tidak memiliki capaian yang baik dan bahkan menjadi sebuah permasalahan baru nantinya.

"Saya dapat informasi pagi tadi CBT ini berjalan baik, ya kita memang berharap demikian," ujar Hardi.

Hardi pun menilai bahwa pelaksanaan ujian dengan sistem CBT ini terkesan mendesak. Pasalnya, tidak semua sekolah yang mengikuti. Bahkan, hanya 585 sekolah se-Indonesia yang mengikuti kegiatan tersebut.

"Banyak sekolah di Kepri cuma 2 SMK yang ikut, itukan lucu, aneh, terkesan asal-asalan saja yang penting berjalan. Ini disebabkan mereka tidak memperhatikan kesiapan daerah dan bahkan tidak dibantu. Jakarta saja memang masih kesulitan apalagi di daerah," tutur Hardi.

Pengalaman pertama ini nantinya kata Hardi akan dievaluasi tahun depan. Meskipun demikian, dia tetap mengaku kecewa dengan sistem CBT yang tidak merata. Padahal, kata Dia, Menteri pada saat melaporkan kegiatan ini mengaku ramai yang bisa mengikuti, namun saat mendekati hari H, tak sedikit pula yang mengundurkan diri.

"Tapi sepanjang siswa belajar dengan baik, maka program ujian apapun akan mampu dilakukan, semoga ada hikmahnya," ujar Hardi.

Editor: Dodo