Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Mengantisipasi Ahok Effect Melebar ke Daerah
Oleh : Redaksi
Senin | 30-03-2015 | 10:44 WIB
basuki_ahok.jpg Honda-Batam
Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama.

Oleh : Adriansyah Prameswara*

PERSETERUAN antara Gubernur dan DPRD DKI Jakarta hingga kini belum juga usai. Konflik diawali akibat Hak angket yang diajukan DPRD DKI ke Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, yang direspon oleh Ahok dengan melaporkan ke KPK tentang adanya dana siluman di APBD DKI Jakarta yang menurut Ahok merupakan titipan oknum-oknum di DPRD DKI.

Menurut Gubernur Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) praktik dana siluman ini sebenarnya telah terjadi sejak 2012. Anggaran sebesar Rp12,1 triliun yang disebut-sebut sebagai "dana siluman", antara lain dianggarkan untuk membeli perangkat pendukung pasokan listrik untuk komputer, uninterruptible power supply (UPS), di tiap kelurahan di Jakarta Barat. UPS yang di pasaran seharga Rp. 200 juta, dianggarkan sampai Rp 330 miliar. Sebagai Gubernur DKI, Ahok menolak meneruskan APBD itu kepada Kementerian Dalam Negeri.

Hal itulah yang membuat para anggota DPRD marah. Mereka dengan suara bulat setuju mengajukan hak angket. Artinya, DPRD akan membentuk panitia angket yang bertugas memeriksa Gubernur Basuki Tjahaja Purnama karena melanggar berbagai UU dan aturan DPRD. Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Muhammad Taufik dari Partai Gerindra, menilai Ahok melanggar Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menteri Dalam Negeri tentang proses pengesahan APBD DKI Jakarta.

Untuk itu, dugaan adanya mafia anggaran dalam penyusuan APBD DKI Jakarta tentu perlu segera di tuntaskan. Jangan sampai tujuan baik pemerintah untuk mensejahterakan rakyat menjadi sirna karena uang rakyat "dirampok" oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Bila diperlukan pemerintah pusat dalam hal ini Mendagri dan KPK harus turun tangan guna mengusut tuntas hal tersebut.

Penuntasan kasus ini juga diperlukan agar tidak ada lagi praktek negatif dalam pola pembahasan APBD maupun Anggaran lainnya. Kasus tersebut tidak hanya berlaku bagi DKI Jakarta saja. Namun juga menjadi pelajaran bagi Pemerintah di daerah lain di Indonesia, baik tingkat Kabupaten/ Kota maupun Provinsi. Dengan penuntasan kasus tersebut, tentu diharapkan tidak akan ada lagi praktek-praktek pemerasan terhadap birokrasi dalam upaya pembahasan APBD maupun  anggaran lainnya, sehingga penyelenggaraan pemerintahan daerah maupun kementerian dan Badan Usaha Milik Negara dan daerah akan berjalan kondusif.

Namun demikian, terkait hal tersebut, kiranya pihak Pemerintah Daerah (eksekutif) dan DPRD (legislatif) perlu segera menuntaskan konflik di internalnya. Karena bagaimanapun juga anggaran APBD Jakarta perlu segera di sahkan baik dengan merevisi kembali atau dengan menjalankan sesuai yang telah di sepakati bersama antara Gubernur dan DPRD DKI Jakarta. Hal ini sangat diperlukan agar roda pemerintahan di DKI Jakarta tidak terhambat.
Seperti yang diungkapkan oleh Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo, menurutnya hubungan antara gubernur dan DPRD sangatlah penting untuk memperjuangkan kepentingan rakyat. Sehingga, jika antara DPRD dan gubernur berkonflik, maka hanya akan merugikan rakyat.

Penuntasan kasus dana siluman memang baik, namun jika hal tersebut terjadi secara berlarut-larut hingga membuat pembangunan terhambat hal tersebut menjadi sangat tidak elok bagi kesejahteraan rakyat. Kiranya masih banyak pekerjaan rumah yang perlu segera diselesaikan bersama oleh Gubernur dan DPRD DKI Jakarta seperti, Banjir, kemacetan, kemiskinan, kesehatan, pendidikan dan lainnya. Konflik antara Gubernur dan DPRD yang terjadi secara berlarut-larut tentu hanya akan membuat pembangunan menjadi semakin terhambat. Artinya bahwa jangan sampai konflik tersebut membuat pemerintah lalai akan tugas dan tanggung jawabnya terhadap masyarakat di Ibukota Jakarta serta fungsi legislatif di bidang lainnya menjadi terhambat.

Untuk itu, semoga masyarakat Jakarta masih terus berharap agar eksekutif dan legislatif segera menuntaskan konflik internalnya agar pembangunan di Jakarta dapat kembali berjalan sesuai tujuan dan cita-cita luhur pemerintah. *

*) Penulis adalah Pemerhati Kebijakan Publik, Aktif pada Front Pengawas kebijakan Publik untuk Kesejahteraan Jakarta.