Lulus Verifikasi Dewan Pers No.126/DP-Terverifikasi/K/X/2017

Belajar dari Kisruh Penyusunan APBD DKI Jakarta

DPD RI Minta DPRD dan Gubernur Bahas APBD secara Serius
Oleh : Surya
Rabu | 25-03-2015 | 20:48 WIB

BATAMTODAY.COM, Jakarta-Ketua Komite IV DPD RI Ir. Cholid Mahmud MT menegaskan jika proses pembahasan APBD itu melalui dua tahapan, yaitu administratif dan politik. 


Karena itu, semua pihak mesti memahami bahwa APBD merupakan usul-inisiatif eksekutif, namun dalam pembahasannya tetap harus melalui proses politik melibatkan DPRD dan proses administratif.
 
"Proses politik itu karena DPRD itu mempunyai mandat dari rakyat dan dalam prosesnya bisa saja ada negosiasi. Untuk itu, kita tak bisa menyalahkan DPRD yang memang membawa aspirasi rakyat sesuai tugas dan fungsinya. Juga tidak bisa menuduh Gubernur begitu saja," tegas Cholid Mahmud dalam Dialog Kenegaraan di Jakarta, Rabu (25/3/2015), bersama Dirjen Keuangan Daerah Kemendagri Reydonnyzar Moenek, Uchok Sky Khadafi Direktur Eksekutif Centre for Budget Aalisys (CBA), dan dosen administrasi pemerintahan daerah LAN Muhammad Nur Sadiq.
 
Dalam kasus APBD DKI Jakarta, kata Cholid, proses politik tidak beres dan buruk sehingga menimbulkan kecurigaan.

"Proses buruk itu merugikan rakyat Jakarta. Sebab, ada silpa, uang yang seharusnya dibelanjakan itu menjadi macet, tidak jalan karena tak ada keputusan APBD antara DPRD dan Pemda DKI sendiri," ujarnya.
 
Karena itu Cholid mengingatkan baik DPRD maupun Gubernur, tidak seenaknya dalam membahas APBD tersebut, mengingat APBD tahun 2016 saja pembahasannya sudah dimulai dari sekarang. 

"Jadi, pembahasan dan pengesahannya tak boleh terlambat, karena pemerintahan sudah berjalan dan proses politik sendiri tak bisa diabaikan. Maka prosedur harus diikuti dan target pencapaian harus diwujudkan," pungkasnya.
 
Sedangkan Reydonnyzar mengatakan, APBD itu berpihak kepada rakyat. Seperti APBD DKI yang diusulkan Pemprov DKI Jakarta, setelah dievaluasi terdapat beberapa hal yang mesti diperbaiki. Salah satunya adalah, alokasi belanja pegawai lebih besar jika dibandingkan dengan belanja publik.
 
"APBD DKI Jakarta Rp 67 triliun, tunjangan kerja Rp 10 triliun, tunjangan transportasi Rp 400 miliar, dan lebih dari Rp 19 triliunnya sudah habis untuk belanja pegawai. Sementara, anggaran belanja untuk penanggulangan banjir yang menjadi salah satu persoalan utama hanya Rp 5,3 triliun. Sedangkan untuk infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan turun dibanding tahun sebelumnya, yaitu hanya 27 %," tuturnya kecewa.
 
Hal yang demikian itulah menurut Reydonnyzar, yang perlu dievaluasi karena tidak wajar tidak pula rasional. Tapi, karena tidak ada kesepakatan antara DPRD DKI Jakarta dan Pemprov DKI, maka sesuai dengan pasal 314 UU Pemda, dalam hal APBD tidak ditbndaklanjuti atau tidak ada kesepakatan , maka menggunakan APBD sebelumnya. 

"Hanya saja pagu-nya tetap mengacu pada belanja APBD tahun 2015 dan harus berpihak untuk rakyat," tambahnya.
 
Sementara Uchok Sky Khadafi mengungkapkan dana siluman dalam pembahasan APBD itu tidak hanya terjadi di DKI Jakarta, tapi juga terjadi banyak daerah. 
 
"Dalam pembahasan perencanaan dan penganggaran di daerah, sudah dibagi eksekutif dapat apa, legislatif dapat apa, yang penting harus damai-damai. Ahok tidak ngasih, mau kuasai APBD-nya, makanya ribut," tutur Uchok.
 
Dikatakan, berdasarkan data 2014 saja, total APBD di 516 provinsi dan kabupaten/kota berjumlah 822,9 triliun. Berkaca pada lemahnya pengawasan, menurutnya hampir tidak mungkin jika permainan anggaran hanya terjadi di DKI Jakarta. Uchok menilai selain karena sudah ada sistem 'penjatahan' antara kepala daerah dan DPRD,  faktor ketokohan kepala daerah juga mempengaruhi.
 
"DPRD di daerah itu sangat takut pada kepala daerah, karena sudah ditokohkan, atau ketua partai. Ahok kan bukan ketua partai, selain juga akibat tidak ada komunikasi yang baik," pungkasnya.

Editor: Surya